Berita

Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS), Batara R. Hutagalung/Net

Politik

Batara Hutagalung: Penasihat Presiden Sepertinya Kurang Mengetahui Sejarah

SABTU, 05 MARET 2022 | 08:39 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Pertimbangan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2/2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara dianggap tidak dilandasi pada sejarah yang benar.

"Kelihatannya tim peneliti dan penasihat Presiden dalam menyampaikan pertimbangan-pertimbangan kurang mengetahui sejarah perjuangan sebenarnya. Atau mungkin para penasihatnya bukan sejarawan atau peneliti sejarah," kata Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS), Batara R. Hutagalung dalam keterangannya, Jumat (4/3).

Dalam menyampaikan pertimbangan, Batara memandang para penasihat Presiden Joko Widodo juga tidak mengetahui hukum internasional mengenai keabsahan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
 

 
Batara mengurai, peristiwa 17 Agustus 1945 terjadi di masa agresi militer Belanda kedua, yang dimulai tanggal 19 Desember 1948.

Dengan mengerahkan pasukan terbesar setelah Perang Dunia II, Belanda bermaksud menghancurkan NKRI dan TNI serta menghapus negara Indonesia dari peta politik dunia untuk kembali berkuasa.
 
"Apabila pada waktu itu TNI bersama rakyat Indonesia tidak berhasil mempertahankan kemerdekaan terhadap agresi militer Belanda, maka negara dan bangsa Indonesia lenyap dari peta politik dunia," urainya.

"Demikianlah pentingnya peristiwa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia," imbuhnya.

Di masa agresi militer Belanda tersebut, kata Batara, peristiwa yang kemudian dikenal sebagai “Serangan Umum 1 Maret 1949” adalah peristiwa penting untuk menunjukkan eksistensi negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke dunia internasional.

Operasi militer itu dalam rangka memperkuat posisi delegasi Republik Indonesia dalam Sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Placid, Amerika Serikat yang akan diselenggarakan pada 10 Maret 1949.

"Serangan terhadap ibukota Yogyakarta oleh penggagasnya dinamakan sebagai 'serangan spektakuler'," katanya.

Batara melanjutkan, serangan terhadap Yogyakarta tersebut adalah bagian dari serangan secara besar-besaran yang dilakukan oleh Divisi I, II, III dan IV di seluruh pulau Jawa.

"Perintah tertinggi datang dari Panglima Besar Letjen Sudirman," tegasnya.

Rincian pelaksanaan operasi militer dibahas pimpinan tertinggi militer dan sipil (Gubernur sipil, residen dan bupati). Di Divisi III yang membawahi Yogyakarta, operasi militer diputuskan pada 18 Februari 1949, dan menggerakkan seluruh Wehrkreis (wilayah pertahanan). Wehrkreis I di bawah Letkol Bahrum, Wehkreis II di bawah Letkol Sarbini Martoatmojo dan Wehrkreis III di bawah Letkol. Suharto.

Ia berujar, peristiwa SU 1 Maret 1949 itu sudah cukup banyak ditulis oleh pelaku-pelaku peristiwa tersebut sejak puluhan tahun namun tidak mendapat tanggapan yang sungguh-sungguh. Hal ini mengakibatkan generasi muda tidak lagi mengetahui sejarah perjuangan yang sebenarnya.

"Ada beberapa kesalahan dalam pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara," cetusnya.

“Bahwa setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari dunia internasional mendapat perlawanan dari Belanda dengan melakukan agresi militer dan propaganda politik di PBB,” sambungnya.

Atas dasar itu, Batara memberikan koreksi. Versi penjajah, kata dia, yang menyatakan kemerdekaan suatu negara jajahan memerlukan pengakuan dari negara lain. Bahkan harus mendapat persetujuan dari penjajah. Pendapat penjajah ini sangat salah dan menyesatkan.

"Harus dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia, bahwa berdirinya suatu negara, termasuk berdirinya negara Republik Indonesia, tidak memerlukan pengakuan dari siapa pun," tuturnya.

"Ini sesuai dengan konvensi Montevideo, 26 Desember 1933," demikian Batara. 

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya