Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Rusia vs Ukraina: Perang, Dagang, dan Ekonomi

OLEH: Dr MAHMUD SYALTOUT*
SELASA, 01 MARET 2022 | 09:40 WIB

SAYA coba menganalisa kasus perang Rusia-Ukraina karena sudah pernah menggeluti isu ini sejak menulis Disertasi Doktoral di Paris dulu.

Dalam kajian itu, khususnya terkait bagaimana Asia menjadi "the Hottest Zone during the Cold War", di mana perang (panas) betulan terjadi, bukan cuma perang "dingin", mulai Perang Korea, Perang Vietnam, sampai tentu saja Konfrontasi Indonesia Malaysia.

Dalam riset yang saya lakukan membuktikan bahwa "Pax Mercatoria" - Perdamaian melalui perdagangan (wabil khusus multilateral neoliberal) hanyalah ilusi dan bahkan cuma mitos.


Temuan riset itu terkait perang-perang di Asia saat Perang Dingin, menunjukkan bahwa perang tidak selalu menyebabkan perdagangan sepenuhnya terhenti, dan tidak selalu perdagangan yang semakin tinggi volume maupun nilainya antar negara menyebabkan perang antarnegara tersebut hanya "great illusion", dan bahkan justru sebaliknya, bisa jadi antar negara tersebut tidak bisa menghindar dari untuk tidak berperang satu sama lain.

Bahkan kita pun tahu bahwa hipotesis Norman Angell bahwa perang antara Jerman dan Inggris "Great Illusion" karena kedua negara tersebut sangat kuat ikatan perdagangannya, yang ditulis pada tahun 1909, langsung dibantah oleh fakta sejarah.

Perang Dunia I terjadi 5 tahun kurang setelah terjadi setelah karya Norman Angell terbit, dan kemudian disusul oleh Perang Dunia II, yang lagi-lagi menempatkan Jerman justru berhadapan dengan Inggris.

Pada saat perang, ternyata tidak semua pihak menjadi buntung, rugi, defisit dan mengalami krisis perdagangan maupun ekonomi. Ada beberapa negara yang justru diuntungkan dengan munculnya bukan hanya ketegangan konflik antar negara, tapi juga perang yang terbuka.

Pengaruh Konflik Rusia vs Ukraina

Lalu bagaimana pengaruh konflik Rusia vs Ukraina kali ini?

Menurut pengamatan saya temuan dalam disertasi yang saya ajukan dulu masih tetap relevan.

Untung dan rugi secara ekonomi maupun perdagangan dalam konflik Rusia vs Ukraina ini bukan hanya bergantung pada sisi mana kita berpihak secara politik (apakah Pro-Rusia ataukah Pro-Ukraina), tapi juga bergantung pada inter-dependensi perdagangan kita apakah dengan jejaring dagang aliansi besar Russia ataukah aliansi Ukraina-US-EU dan juga secara khusus pada komoditas ekspor dan impor kita.

Cuplikan beberapa berita dalam kolase foto berikut, menunjukkan bagaimana konflik Rusia vs Ukraina justru menaikkan sangat drastis beberapa komoditas, khususnya minyak, gas bumi, perak, emas, nikel dan alumunium, serta beberapa mineral lainnya seperti palladium dll.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia saat ini bukan lagi eksportir minyak dan gas, bahkan justru kita sudah menjadi negara importir.

Harga minyak dan gas bumi yang semakin tinggi pasca meningkatnya eskalasi konflik Rusia vs Ukraina, dalam jangka panjang dapat merugikan Indonesia. Jika tidak disiasati betul, dengan adanya economic shock terhadap APBN karena pandemi Covid-19, maka harga minyak dan gas yang tinggi akan semakin membebani APBN kita.

Pertumbuhan ekonomi kita yang lumayan membaik tahun 2021, bisa jadi terdampak. Namun, aku berharap Kabinet Pak Jokowi, khususnya tim Bu Sri Mulyani, bisa memitigasinya dengan baik.

Di lain sisi, Indonesia saat ini dikenal sebagai negara penghasil emas, perak, alumunium dan nikel yang saat ini juga ikutan naik pasca meningkatnya eskalasi konflik Rusia vs Ukraina.

Jika kita bisa mengoptimalkan peluang ini, ekonomi kita bukan hanya selamat dari ancaman defisit karena dampak naiknya harga migas, tapi juga bisa untung besar.

Namun, untuk mendapatkan untung besar, perlu strategi yang jitu terkait pertambangan, baik di hulu maupun hilirnya, termasuk tentu saja terkait pembangunan smelter dan lain-lainnya.

Di sini lah, saya melihat politik bebas aktif Indonesia menemukan relevansi dan signifikansinya.

*Pengajar Paramadina Graduate School of Diplomacy

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya