Berita

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati/Net

Politik

Jutaan Vaksin Bakal Kedaluarsa, PKS: Jangan Sampai Pemborosan Anggaran

SENIN, 28 FEBRUARI 2022 | 12:53 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Jurubicara vaksinasi Siti Nadia Tarmizi menyebut ada enam juta dosis vaksin yang akan kadaluarsa akhir Februari 2022.

Vaksin ini adalah jenis vaksin hibah dari negara-negara maju yang disalurkan ke beberapa negara di Afrika maupun Indonesia.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati meminta agar mata rantai proses penerimaan, distribusi, penyimpanan hingga penyuntikan dievaluasi dengan mempertimbangan tanggal kadaluarsa sebuah vaksin.

Pihaknya meminta pemerintah agar jumlah dosis vaksin kadaluarsa tidak bertambah banyak, karena anggaran negara sudah digunakan dalam proses penerimaan, distribusi hingga penyimpanan.

"Kalau akhirnya kadaluarsa dan tidak bisa digunakan bisa mubazir sekaligus pemborosan anggaran negara. Harus dipertimbangkan mata rantai hingga proses vaksinasi dari sisi kadaluarsanya," ungkap Mufida dalam keterangannya, Senin (28/2).

Mufida menegaskan, strategi percepatan vaksinasi perlu dilakukan. Pasalnya, hingga 27 Februari 2022, baru 9 provinsi yang sudah mencapai vaksin lengkap dua dosis.

Dikatakan Mufida, secara nasional Indonesia masih kurang sedikit untuk vaksin lengkap dua suntikan yang menyentuh 69 persen. Bahkan ada tiga provinsi yang cakupan vaksin dosis pertamanya di bawah 70 persen yakni Maluku, Papua Barat dan Papua.

"Artinya masih ada warga negara Indonesia yang masuk dalam program vaksin tapi belum mendapat satupun dosis vaksin,” katanya.

Legislator dari Fraksi PKS ini menyebut percepatan vaksinasi bisa dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya, beberapa jenis vaksin yang mendekati kadaluarsa bisa digunakan sebagai vaksin booster yang capaiannya baru 4,7 persen secara nasional.

Menurut Mufida, waktu untuk menunggu Lansia yang telah menerima vaksin booster cukup menunggu 3 bulan, tidak harus enam bulan. Ia meminta terkait tenggat waktu bisa dikaji.

"Tapi ini harus melalui kajian sains dan kesehatan, jika memungkinkan kenapa tidak dilakukan,” demikian Mufida.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya