Lanskap kota Riyadh, Arab Saudi/Net
Mencairnya hubungan dingin antara Bangkok dan Riyadh telah meningkatkan harapan bagi para pencari kerja Thailand yang ingin kembali ke kerajaan kaya minyak Arab Saudi.
Namun, harapan itu tidak semudah apa yang terlihat, setidaknya menurut Direktur Pusat Studi Muslim di Universitas Chulalongkorn, Sarawut Aree.
Baginya, Arab Saudi hari ini sudah tidak lagi menjadi 'tambang emas' bagi para pencari kerja, terutama dengan keterampilan terbatas.
''Arab Saudi tidak lagi ideal untuk pekerja tidak terampil yang 'menggali emas'," katanya, seperti dikutip dari
Bangkok Post, Senin (31/1).
Ungkapan 'menggali emas' dipopulerkan oleh pekerja Thailand, terutama mereka yang berasal dari Timur Laut, yang melakukan perjalanan berbondong-bondong ke negara Timur Tengah 30 tahun yang lalu, ditarik oleh tenaga kerjanya yang besar, tenggelam dalam pekerjaan tenaga kerja manual bergaji tinggi.
"Negara ini telah banyak berubah sejak saat itu," kata Sarawut.
Selama pekerja Thailand pergi, katanya, pasar kerja Arab Saudi telah diambil alih oleh pekerja dari sekitar 20 negara.
"Pekerja Thailand yang tidak terampil yang kembali sekarang pasti akan menghadapi persaingan kiri, kanan dan samping," kata Sarawut.
Arab Saudi juga mengalami beberapa kelesuan ekonomi, dirundung oleh meningkatnya pengangguran. Kesejahteraan pemerintah juga berkurang. Banyak lowongan pekerjaan yang diisi oleh warga sekitar terlebih dahulu.
"Kita perlu memahami perubahan ini untuk merancang strategi ekspor tenaga kerja yang tepat," ujar Sarawut.
Bahkan di dalam negeri, lebih sedikit yang mengambil pekerjaan kasar yang kemudian diserahkan kepada para migran.
Sarawut melanjutkan, pemerintah harus mengutamakan kualitas daripada kuantitas dengan mengekspor tenaga terampil di bidang yang diminati seperti teknologi digital.
"Kita tidak perlu mengirim terlalu banyak, tetapi pengembaliannya akan sepadan," katanya.
Dia mengatakan tidak realistis untuk mengharapkan mendapatkan devisa yang besar dari mengekspor sejumlah besar tenaga kerja tidak terampil ke Arab Saudi seperti di masa lalu.
"Meskipun Arab Saudi memiliki proyek konstruksi besar yang sedsng berjalan, perlu mempekerjakan spesialis untuk mengerjakannya," katanya.
Menurutnya, pekerja tidak terampil Thailand akan bersaing dengan pekerja dari Bangladesh, Pakistan, India, Mesir, dan Yordania.
"Namun, upah yang diterima pekerja migran saat ini lebih rendah dari upah yang diterima pekerja Thailand 30 tahun lalu," kata Surawut.
"Uang di Arab Saudi juga tidak meregang seperti dulu, mengingat biaya hidup yang tinggi di negara itu, kurang lebih dua kali lipat dari Thailand," ujarnya.
Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha melakukan kunjungan satu hari ke Arab Saudi pada 25 Januari untuk memperbaiki hubungan yang membeku selama tiga dekade lamanya.
Sekembalinya, Prayut memuji kunjungan itu sebagai keberhasilan luar biasa, menandai berakhirnya tiga dekade hubungan yang tegang dan awal kerja sama untuk saling menguntungkan terutama untuk ekspor tenaga kerja Thailand ke Arab Saudi.
Kunjungan Prayut atas undangan Pangeran Mohammad bin Salman bin Abdulaziz digembar-gemborkan sebagai terobosan bersejarah.