Mantan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Fraksi PKS, Yudi Widiana/Net
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimis keberatan mantan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Fraksi PKS, Yudi Widiana Adia atas dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung.
Hal itu disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri terkait sidang pembacaan eksepsi atau keberatan dari terdakwa atas dakwaan tim JPU KPK yang digelar pada hari ini, Rabu (5/1).
Dalam eksepsinya, terdakwa Yudi keberatan karena tidak dicantumkannya UU Tipikor dalam surat dakwaan dan KPK dianggap tidak berwenang melakukan penyidikan maupun penuntut Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Kami berpendapat, terdakwa tidak memahami ketentuan UU KPK, UU Tipikor maupun UU TPPU secata utuh dan lengkap. Untuk itu kami akan segera menyusun tanggapan secara tertulis atas keberatan terdakwa tersebut," ujar Ali kepada wartawan, Rabu siang (5/1).
KPK meyakini, bahwa seluruh proses penyidikan maupun penyusunan surat dakwaan tim Jaksa KPK telah disusun sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku.
"Kami optimis keberatan terdakwa akan ditolak Majelis Hakim karena seluruhnya telah masuk pokok perkara yang perlu pembuktian lebih lanjut," pungkas Ali.
Dakwaan TPPU terhadap terdakwa Yudi telah dibacakan tim JPU KPK pada Rabu (22/12).
Yudi didakwa menempatkan uang untuk modal usaha tambak udang sebesar Rp 5,75 miliar, membelanjakan atau membayarkan pembelian tanah dan bangunan seluruhnya berjumlah Rp 11.279.976.500 yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi saat menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 dan periode 2014-2019 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut.
Yudi didakwa dengan dakwaan Pertama Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Atau dakwaan Kedua Pasal 4 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Yudi sendiri saat ini juga sedang menjalani hukuman pidana 9 tahun penjara lantaran terbukti menerima suap Rp 6,5 miliar dan 354.300 dolar AS atau senilai total Rp 11,5 miliar terkait proyek jalan milik Kementerian PUPR TA 2015 dan 2016 yang menjadi program aspirasi DPR.