Berita

Duta Besar Federasi Rusia untuk Republik Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva/RMOL

Ambassador Talks

DUBES RUSIA LYUDMILA GEORGIEVNA VOROBIEVA

Ukraina Membuat Kebijakan "Russophobia"

MINGGU, 26 DESEMBER 2021 | 23:55 WIB | OLEH: TEGUH SANTOSA

DI tengah pandemi Covid-19 yang hampir dua tahun mengurung dunia dan membatasi pergerakan dan hubungan antar bangsa, nyatanya hubungan Republik Indonesia dan Federasi Rusia mengalami peningkatan yang berarti.

Di tahun 2021, menurut Duta Besar Federasi Rusia untuk Republik Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, volume perdagangan kedua negara meningkat sekiatr 40 persen. Diperkirakan, sampai akhir tahun ini volume perdagangan kedua negara mencapai nilai 3 miliar dolar AS.

Selain membahas hubungan kedua negara di era pandemi, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Dubes Lyudmila Georgievna Vorobieva juga menjawab sejumlah pertanyaan terkait ketegangan di kawasan Asia Pasifik yang tengah meningkat dipicu oleh pakta pertahanan Australia, Inggris, dan Amerika Serikart (AUKUS), posisi Rusia di tengah persaingan AS dan China, serta ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

Wawancara dilakukan di kediaman Duta Besar Federasi Rusia di pojokan Jalan Denpasar dan Jalan Pedurenan Masjid Raya, persis di belakang Kedubes Federasi Rusia di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Berikut kutipannya:

Anda sudah bertugas di sini hampir tiga tahun. Apa yang sudah kita (Indonesia dan Rusia) raih sejauh ini?

Betul, tiga tahun pada Maret tahun depan (2022). Sayangnya dengan pandemi Covid-19, banyak yang telah direncanakan belum dapat diimplementasikan. Kendati begitu, saya bisa katakan perkembangan hubungan kita berada dalam jalan yang positif. Contoh terbaiknya adalah, terlepas dari Covid-19, tahun ini ada peningkatan dalam perdagangan bilateral kita hingga 40 persen, atau lebih dari sepertiga. Kami memperkirakan nilai perdagangan pada akhir tahun ini (2021) bisa mencapai sekitar 3 miliar dolar AS, yang merupakan pencapaian yang sangat baik.

Tentu kedua presiden kita telah menentukan target ketika mereka bertemu di Sochi pada 2016 untuk meningkatkan nilai perdagangan hingga 5 miliar dolar AS. Namun kita belum sampai ke sana. Tetapi jika tren ini terus berlanjut, kita akan mencapai target. Jadi ini adalah perkembangan yang sangat positif dalam hubungan bilateral kita.

Dialog politik antara negara kita sangat aktif. Seperti yang Anda tahu, tahun ini terdapat kunjungan Menteri Luar Negeri kami, Sergei Lavrov ke Jakarta. Beliau melakukan pembicaraan yang sangat baik dengan Menlu RI Ibu Retno Marsudi. Beliau juga melakukan courtesy call dengan Presiden Joko Widodo.

Pada Desember baru-baru ini, kami juga mendapatkan kunjungan dari Sekretaris Dewan Keamanan Nikolay Patrushev dan beliau melakukan konsultasi yang sangat baik terkait isu keamanan dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Prof. Mahfud MD.

Latihan Angkatan Laut Rusia dan ASEAN baru-baru ini juga merupakan kejadian bersejarah. Dan sangat berarti bahwa latihan dilakukan di perairan Indonesia. Kami sangat mengapresiasi dukungan Indonesia dalam penyelenggaraan Latihan Angkatan Laut Rusia-ASEAN yang pertama dalam sejarah ini.

Seperti yang Anda lihat, semua bergerak. Bahkan ketika sekarang hampir semuanya dilakukan secara online, ada proyek bersama antara Museum Nasional Jakarta dan Museum of Oriental Art di Moskow. Kedua museum mengadakan pameran lukisan seniman-seniman Indonesia dari koleksi Museum of Oriental Art di Moskow.

Lukisan-lukisan itu dibuat antara era 1950an hingga 1960an yang merupakan hadiah dari pejabat-pejabat Indonesia ketika mengunjungi kami saat itu. Ini adalah pameran terkenal. Anda bisa melihatnya di website Galeri Nasional.

Jadi, Anda bisa melihat semuanya berjalan, dan semoga tahun depan, kami berharap situasi Covid-19 akan membaik dan kami bisa melihat perkembangan yang lebih signifikan untuk hubungan kedua negara.

Tadi Anda menyebutkan perdagangan Indonesia dan Rusia mengalami peningkatan hingga 40 persen. Bisakah Anda jelaskan, apakah Rusia atau Indonesia yang surplus?

Surplus untuk Indonesia. Indonesia banyak mengimpor ke Rusia. Tentu kita ingin melihat keseimbangan dalam neraca perdagangan, tetapi juga seperti yang Anda tahu, kami adalah pembeli minyak kelapa sawit dari Indonesia.

Pembelian minyak kelapa sawit dari Indonesia mencapai sekitar 1 miliar dolar AS tahun ini. Dan kami tidak memiliki persyaratan apa pun, kami tidak memberlakukan persyaratan apa pun.

Satu pencapaian lain yang saya ingin Anda juga ketahui adalah saat ini pemerintah Indonesia sedang melakukan dialog dengan Eurasian Economic Commission, salah satu badan Eurasian Economic Union. Anda tahu Rusia adalah salah satu anggota Eurasian Economic Union, bersama dengan Belarus, Kazakhstan, Kirgistan, dan Armenia.

Kami sedang menggali kemungkinan untuk memulai proses negosiasi pembentukan FTA (Perjanjian Perdagangan Bebas) antara Eurasian Economic Union dan Indonesia.

Tentu, jika kita sudah mencapainya, perdagangan bilateral kita akan sangat meningkat. Jadi, kami sedang mengupayakannya.

Selain kelapa sawit, apa saja yang Indonesia ekspor ke Rusia?

Tentu ada banyak, produk-produk agrikultur, tekstil, bahkan sepatu. Jadi ada begitu beragam produk. Kami tentu ingin lebih fokus pada produk teknologi tinggi, mesin. Itu belum cukup banyak dalam perdagangan bilateral kita. Tapi kami mengupayakan untuk banyak peluang.

Lalu, apa yang paling banyak diimpor oleh Indonesia?

Anda mengimpor pupuk, besi, juga sebagian minyak, dan barang-barang yang bukan berteknologi tinggi. Kami harap hal itu bisa meningkat.

Bagaimana dengan rencana pembelian jet tempur Sukhoi? Apakah ada perkembangan? Apakah Indonesia akan membelinya?

Sebetulnya itu bukan pertanyaan yang bisa saya jawab, kami belum memiliki konfirmasi dari pemerintah (saat wawancara dilakukan).

Dalam hal penanggulangan pandemi Covid-19, apakah kedua negara memiliki riset bersama, misalnya untuk pengembangan vaksin?

Hal pertama yang ingin saya katakan adalah, di Rusia, kami sangat mendukung posisi Indonesia, yakni tidak boleh ada nasionalisme vaksin. Semua negara, besar atau kecil, maju atau berkembang, memiliki hak yang sama atas akses terhadap vaksin dan memvaksinasi populasinya. Karena itu bukanlah isu politik, itu adalah isu kemanusiaan.

Sayangnya, ada pihak-pihak tertentu di dunia yang mencoba untuk membuatnya menjadi isu politik.

Anda tahu, Rusia adalah negara pertama yang merilis vaksin Covid-19, yaitu Sputnik V, dan kami melakukannya dengan sangat cepat. Ada banyak pertanyaan bagaimana kami bisa melakukannya. Jawabannya sangat sederhana, karena kami tidak memulai dari nol.

Maksud saya, pusat penelitian di Gamaleya, Moskow, yang memproduksi Sputnik V telah mengembangkan vaksin anti-Ebola dan anti-MERS sebelumnya. Jadi kami menggunakan platform yang sudah ada dan menyesuaikannya dengan virus Corona untuk menghasilkan vaksin yang efektif.

Itu telah terbukti di seluruh dunia, bahwa Sputnik V sangat efisien. Efisiensinya 79 persen dan 100 persen terhadap kasus serius dan rawat inap.

Sekarang, Sputnik V telah terdaftar di 70 negara di dunia, termasuk Indonesia. Menurut kami, fakta bahwa BPOM Indonesia telah mendaftarkan Sputnik V pada Agustus tahun ini merupakan bukti hubungan baik yang telah kami nikmati.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, Indonesia telah memiliki cukup vaksin hingga akhir tahun. Tapi tahun depan Sputnik V bisa digunakan di Indonesia.

Selain itu, baru-baru ini, Indonesia juga telah mendaftarkan pengobatan antivirus Rusia, yang diproduksi oleh salah satu perusahaan farmasi raksasa kami. Itu juga digunakan untuk melawan Covid-1`9.

Jadi sebenarnya kami juga siap jika pemerintah Anda ingin memproduksi vaksin di Indonesia, atau untuk melokalisasi produksi. Semua proposal telah disampaikan.

Bagaimana dengan WHO? Apakah mereka sudah memberikan persetujuan?

Masih dalam proses, membutuhkan waktu yang sangat panjang. Kami berharap bisa rampung secepatnya. Tapi (Sputnik V) telah digunakan oleh banyak negara di dunia untuk memvaksinasi rakyat mereka, seperti di negara-negara tetangga, dan di Rusia, kami juga menggunakannya. Negara-negara lain seperti Venezuela, Argentina, dan banyak lainnya juga (menggunakan Sputnik V).

Apakah ada hal filosofis yang Anda pikirkan selama dua tahun pandemi? Apa yang bisa kita pelajari?

Itu adalah waktu yang sangat panjang. Secara filosofis bahwa manusia sangat fleksibel, dan mereka bisa beradaptasi dalam situasi apa pun. Secara alamiah, manusia sangat fleksibel sebenarnya.

Tetapi dalam hal praktis, saya pikir pandemi membuktikan kebutuhan terhadap kerjasama, bagi negara dan rakyat, bergandengan tangan, karena ini adalah tantangan untuk seluruh dunia.

Dan jika instrumen yang kita miliki dipolitisasi, dimanfaatkan oleh satu negara tertentu untuk melawan negara lain, itu tidak akan baik. (Berbagai instrumen) ini bisa membawa kita ke arah kemenangan, hanya bila kita bekerja sama. Jadi umat manusia, seluruh dunia, bangsa-bangsa, bisa melakukan itu. Saya pikir hal ini telah terbukti secara nyata.

Kembali ke latihan bersama Angkatan Laut Rusia dan ASEAN. Mengapa dimulai tahun ini? Mengapa tidak tahun-tahun sebelumnya?

Sebenarnya latihan ini sudah disiapkan sekitar dua tahun, jadi bukan keputusan yang tiba-tiba. Itu adalah keputusan bersama antara Rusia dan ASEAN, dan kami mempersiapkannya dengan hati-hati.

Diharapkan latihan ini bisa rutin. Dan saya juga ingin mengatakan bahwa kegiatan ini menunjukkan komitmen Rusia terhadap sentralitas ASEAN. Kami menilai ASEAN sangat penting dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan. Kami sangat mendukung sentralitas ASEAN, dan hal itu telah ditekankan oleh Presiden Vladimir Putin selama KTT Rusia-ASEAN baru-baru ini.

ASEAN sudah menjadi mitra strategis Rusia sejak 2018, ketika Presiden  Putin mengunjungi Singapura dan menghadiri KTT ASEAN. Jadi, ASEAN sangat penting untuk kami.

Dalam hal ekonomi, investasi, Rusia adalah bagian dari ini. Jadi kami sangat tertarik untuk memiliki kerjasama yang baik dengan mitra Asia kami, tetangga kami, termasuk ASEAN.

Juga dalam hal menjamin stabilitas kawasan, kami bagian dari Asia Pasifik. Kami ingin kawasan ini stabil, damai, dan tidak memberikan ancaman apa pun pada negara-negara di sini.

Bagaimana Anda melihat hubungan Rusia dan ASEAN, di antara Belt and Road Initiatives dan AUKUS?

Inilah yanng terjadi sekarang. Kita melihat tren yang sangat berbahaya. Anda tahu, selama bertahun-tahun, kami telah mempromosikan gagasan keamanan yang inklusif atau keamanan yang tidak terbagi. Apa artinya? Anda tidak bisa menjamin keamanan Anda dengan bergantung pada negara lain.

Jadi, maksud saya, semua negara, kecil atau besar, berhak untuk memastikan dirinya aman. Dan satu-satunya jalan adalah tidak membentuk aliansi di kawasan, alih-alih bekerja bersama-sama.

Tapi sayangnya, AS dan sekutu-sekutunya memiliki filosofi yang berbeda. Apa yang mereka lakukan, seperti Quad atau AUKUS, merupakan klub eksklusif. Mereka tidak membuat kawasan ini menjadi lebih baik.

Kita paham betul bagaimana Indonesia merespons pembentukan AUKUS, arahnya sangat negatif. Hal itu tidak mengejutkan karena siapa yang menginginkan kapal selam nuklir di kawasan sekitarnya? Apakah itu membuat kawasan lebih baik dan stabil, dengan memiliki kapal selam nuklir? Saya pikir tidak.

Itu membuat kami khawatir, karena kami juga mengerti bahwa kesepakatan semacam ini pada dasarnya adalah anti-China, juga anti-Rusia. Jadi kami sangat prihatin atas rezim non-proliferasi dengan kehadiran kapal selam nuklir di Australia.

Apa yang ingin saya katakan, ini adalah berbahaya. Ini tidak membawa kedamaian atau stabilitas di kawasan, bahkan bisa memprovokasi perlombaan senjata. (AUKUS) membuat negara-negara khawatir dengan keamannya. Pertanyaan mendasarnya, apa tujuan Amerika dan sekutu-sekutunya? Apa yang mereka coba raih?

Kehadiran China di kawasan juga tidak mematuhi hukum internasional. Jika kita lihat pada 2016 ketika Pengadilan Internasional menyatakan perairan (Laut China Selatan) milik Filipina, China yang mempromosikan nine dashed-lines menolak itu, melanggar UNCLOS, dan menggunakan ancaman…

Dalam situasi seperti ini, bila menempatkan diri Anda pada posisi Australia, dan Anda melihat kekuatan asing datang dari utara menuju tengah, bagaimana Anda melihat ini?


Saya hanya akan menyarankan siapa pun yang merasa ada ancaman dari utara, untuk melihat fakta sejarah. Hanya ada satu negara di dunia, yang setelah Perang Dunia II melakukan serangan terhadap sekitar 30 negara lain. Negara apa itu? Apakah China? Apakah Rusia? Bukan. Jadi, Anda seharusnya tidak berpikir seperti propaganda Barat, tapi melihat fakta sejarah. Dan fakta sejarah menunjukkan, mungkin ancaman tidak datang dari sumber yang selama ini dipikirkan orang-orang.

Sebenarnya saya ingin bertanya kepada Anda bagaimana Rusia bisa melihat akhir dari tindakan China di kawasan?

Kami bukan pihak yang bisa memprediksi itu. Tetapi posisi kami dalam setiap konflik, setiap masalah, seharusnya diselesaikan melalui dialog. Baik itu persoalan teritorial Laut China Selatan, persaingan China dan AS, satu-satunya jalan adalah dialog. Itulah yang kami promosikan dan kami mencoba yakinkan mitra serta teman kami.

Mungkin Anda telah mendengar bahwa baru-baru ini kami telah menginisiasi dialog dengan Amerika Serikat terkait jaminan keamanan. Sejauh ini yang kami dengar, Washington DC merespons dengan positif dan kami akan memulai konsultasi pada awal tahun depan.

Bisakah Anda jelaskan tentang itu? Mungkin saya melewatkan isu ini…

Saya sarankan Anda untuk melihat konferensi pers Presiden Vladimir Putin kemarin. Anda bisa melihat rekamannya di situs pemerintah. Saya rasa beliau mendeskripsikannya dengan sangat jelas.

Kami sangat prihatin dengan kemungkinan perluasan NATO. Presiden Putin secara jelas menekankan, bukan kami yang mengancam AS. Kami tidak berusaha menempatkan rudal di perbatasan Kanada, atau perbatasan Meksiko.

Justru AS yang mendatangi rumah kami dengan rudal mereka, ke perbatasan kami. Tentu kami khawatir. Kami membutuhkan jaminan keamanan. Kami tidak menginginkan perang. Anda tahu, kami paham betul apa itu perang. Kami kehilangan 27 juta orang pada Perang Dunia II, kami tidak ingin tragedi seperti ini terjadi lagi. Karena itu kami mengajukan perjanjian atau apa pun itu kepada AS, untuk memberikan jaminan keamanan kepada Rusia.

Dan Washington DC memberikan respons baik sejauh ini?

Ya, positif. Seperti yang sampaikan, kami akan memulai dialog untuk isu ini pada awal tahun depan.

Isu lain di kawasan, bagaimana Anda melihat pergerakan Taliban di Afghanistan? Apakah menurut Anda AS kehilangan pengaruh di kawasan?

Ya, tentu itu adalah kegagalan total. Mereka ada di Afghanistan selama 20 tahun, dan apa hasilnya? Hasilnya nol.

Jika Anda melihat perspektif yang lebih luas, setiap AS berusaha memperkenalkan yang disebut "standar demokrasi" yang mereka pikir universal, maka akan berakhir dengan bencana total. Lihat apa yang terjadi di Irak, di Libya. Apa yang mereka coba lakukan? Di Suriah, dan tentu di Afghanistan. Itu adalah bencana total.

Uni Soviet juga pernah berusaha untuk menaklukkan dan menguasai Afghanistan selama satu dekade...

Saya tidak ingin Anda menggunakan kata "menaklukkan", karena ada perbedaan yang besar. Kami diundang oleh pemerintah Afghanistan, dan sebenarnya bukan hanya satu permintaan. Kami memutuskan untuk membantu pemerintah Afghanistan setelah mereka menghubungi kami pada banyak kesempatan. Jadi kehadiran kami di sana atas undangan pemerintah Afghanistan, seperti kehadiran kami di Suriah.

Kami diundang oleh satu-satunya pihak yang sah, pemerintah Suriah mengundang militer kami untuk hadir di teritori Suriah. Sementara AS sama sekali tidak diundang oleh pemerintah Suriah. Hal yang sama juga terjadi di Afghanistan. Kami diundang.

Tentu itu berakhir seperti yang kita tahu, tapi kami tidak pernah berusaha menaklukkan atau menguasai. Semua itu berakhir juga karena perubahan dalam Uni Soviet. Itu sebabnya kami menarik pasukan sebelum mendapatkan hasil. Tapi itu adalah situasi yang sangat berbeda (dibandingkan dengan situasi AS).

Lalu, bagaimana Anda melihat (Afghanistan) sekarang untuk masa depan di kawasan karena banyak negara Commonwealth of Independent States (CIS) berbatasan dengan Afghanistan?

Tentu kami memperhatikan apa yang terjadi di Afghanistan. Kami memang tidak memiliki perbatasan dengan Afghanistan, tetapi mitra terdekat kami punya. Jadi, kami sangat ingin mencegah Afghanistan menjadi sumber teroris atau penyebaran narkoba, atau masalah pengungsi. Kami peduli.

Bagaimana Anda melihat kekosongan di Afghanistan? Apakah akan terisi oleh pihak Anda, China, atau pihak lain selain AS?

Kami selalu mempromosikan budaya dialog dan kerjasama. Kami tidak, Anda tahu, berpikir tentang "mendominasi" atau seperti yang Anda katakan tadi, "menguasai" atau "menaklukkan". Kami tidak memikirkan istilah-istilah itu.

Jadi visi kami adalah menjadikan Afghanistan sebagai negara yang damai, yang tidak menjadi ancaman bagi kawasan. Dan itu harus dikembangkan oleh rakyat Afghanistan sendiri. Itu yang kami ingin.

Ya, Afghanistan yang damai akan menguntungkan kawasan...

Betul sekali.

Apakah Anda pikir Taliban bisa menyelesaikan persoalan mereka sendiri?

Saya tidak ahli dalam hal Afghanistan. Saya berharap begitu, tetapi kami tidak mengakui pemerintahan Afghanistan. Kendati begitu, kami masih memiliki kedutaan, mereka buka. Kami memiliki duta besar. Kami melakukan kontak untuk meninjau situasi di sana.

Jadi Anda masih membuka kedutaan dan warga Rusia masih di sana?

Saya tidak tahu pastinya, tetapi sepertinya mayoritas warga kami telah dievakuasi. Kami telah mengirim pesawat charter untuk mengevakuasi warga negara kami dari Afghanistan.

Saya masih memiliki dua pertanyaan lain terkait Amerika Serikat dan Rusia. Kali ini tentang isu Ukraina. Saya membaca tulisan Anda di The Jakarta Post dua hari lalu. Anda menulis, Rusia tidak mengokupasi Krimea. Anda mengatakan isu Krimea karena warga membuat referendum, dan mayoritas masyarakat Krimea ingin bergabung dengan "Mother Russia"...

Ya betul. Krimea selalu menjadi teritori Rusia. Mayoritas warga yang tinggal di Krimea adalah orang Rusia. Mereka berbicara Bahasa Rusia. Mereka punya kultur Rusia. Mereka mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Rusia.

Apa yang dilakukan Uni Soviet sangat penting, karena pemimpin kami, Nikita Khrushchev memberikan Krimea kepada Ukraina. Alasannya masih belum bisa dimengerti karena (Krimea) selalu menjadi teritori Rusia.

Ketika kami (Rusia dan Ukraina) masih merupakan satu negara (di bawah Uni Soviet) hal itu bukan satu masalah. Tetapi ketika kami (Rusia dan Ukraina) menjadi dua negara yang berbeda, hal itu pun berubah jadi masalah. Orang-orang di Krimea tidak ingin tinggal di Ukraina.

Alasannya adalah pemerintah Ukraina setelah 2014, setelah kudeta di Kiev untuk mengganti presiden, mereka membuat kebijakan yang sangat anti-Rusia atau bisa saya katakan "Russophobia". Mereka mencoba untuk melarang Bahasa Rusia, budaya Rusia, menanamkan bahwa Rusia adalah musuh mereka.

Jadi tentu, ketika ada yang berbicara Bahasa Rusia, atau orang Rusia, mereka akan ditolak. Sehingga sangat logis ada referendum di sana, dan bagian pertama dari referendum tersebut adalah Krimea menjadi independen. Lebih dari 90 persen populasi Krimea mendukung.

Ada banyak spekulasi bermunculan bahwa kami memaksa mereka. Tapi bagaimana Anda memaksa 2 juta orang untuk memilih jalan tertentu? Itu tidak mungkin.

Kemudian, muncul suara dukungan agar Krimea kembali ke Rusia. Tidak ada pertanyaan bahwa Krimea diokupasi atau diagresi oleh Rusia. Itu sama sekali tidak benar, karena masyarakat Krimea sangat senang.

Jika Anda lihat, Anda bisa melihat di internet, ada foto-foto masyarakat (Krimea) menangis dengan bahagia di jalanan Krimea ketika hasil referendum diumumkan. Ketika Rusia setuju untuk menerima Krimea, orang-orang merayakannya. Ada perayaan di seluruh Krimea.

Saya sudah lama tidak ke sana, tapi teman saya ada di sana. Orang-orang sangat bahagia. Mereka tidak menyesal.

Saya lahir di Ukraina, saya lahir di Kiev, tapi saya bukan warga negara Ukraina, saya warga negara Rusia. Banyak orang Rusia sampai saat ini tinggal di Ukraina. Dan orang Ukraina tinggal di Rusia.

Kami sangat dekat, kami satu bangsa, tapi banyak intervensi dari luar. Kami tidak melihat Ukraina sebagai musuh. Kami melihat Ukraina sebagai saudara, dan kami berharap situasi ini akan terselesaikan cepat atau lambat.

Apakah ada perbedaan rasial antara Rusia dan Ukraina?

Tidak. Rusia, Belarus, dan Ukraina sangat dekat. Bahasa kami sangat mirip. Secara praktis, kami sama.

Jadi itu hanya perasaan nasionalisme?

Ya, yang tumbuh di Ukraina dan dipengaruhi oleh kekuatan asing.

Hubungan Rusia dan Irak terus menguat, dalam kerjasama. Untuk apa?

Kerjasama itu bagus. Kerjasama selalu lebih baik daripada konfrontasi. Mengapa Anda tidak sepakat untuk itu? (Tertawa.)

Apakah Rusia juga berencana untuk menyelesaikan konflik antara Azerbaijan dan Armenia.

Azerbaijan adalah mitra yang baik. Armenia adalah mitra yang baik. Jadi tentu kami membuat banyak upaya untuk mengakhiri konfrontasi antara Azerbaijan dan Armenia.

Apakah ada rencana Presiden Putin mengunjungi Indonesia?


Ya, kami berharap tahun depan. Tapi itu bergantung pada situasi Covid-19 di Indonesia dan Rusia. Namun Indonesia memegang Keketuaan G20, kami juga anggota G20, kami mendukung prioritas-prioritas Anda dan sangat berharap presiden bisa bergabung di KTT.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya