Senat Amerika akhirnya memberikan persetujuan kepada Nicholas Burns untuk menjadi duta besar baru untuk China setelah jabatan itu dibiarkan kosong selama hampir 14 bulan.
Sejumlah analis China mengatakan akan sangat sulit bagi Burns membuat terobosan, apalagi di tengah hubungan yang semakin tegang antara Washington dan Beijing saat ini.
Para ahli juga memperingatkan Burns agar bertindak dengan patuh sebagai duta besar yang seharusnya mempromosikan hubungan bilateral alih-alih mencoba memainkan peran Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk menceramahi China tentang masalah hak asasi manusia atau mempromosikan nilai-nilai AS.
Burns yang saat ini berusia 75 tahun adalah seorang diplomat karir yang telah bertugas di bawah presiden Demokrat dan Republik. Sebelumnya dia menjabat sebagai duta besar AS untuk NATO dan Yunani. Dari 2005 hingga 2008, Burns juga menjabat sebagai wakil menteri luar negeri untuk urusan politik.
"Mirip dengan pendahulunya, Burns akan memenuhi peran pelaksana kebijakan AS terhadap China, tetapi mengingat pengalaman sebelumnya sebagai diplomat veteran dan pengalaman menangani krisis, ia mungkin menawarkan 'proposal politik' tetapi dengan pengaruh yang terbatas," kata Li Haidong, profesor Institut Hubungan Internasional Universitas Hubungan Luar Negeri China, seperti dikutip dari
Global Times, Jumat (17/12).
Li mencatat bahwa peran Burns sebagai duta besar AS untuk China tetap penting terutama dengan hubungan China-AS yang memasuki "masa transisi besar," dan saluran komunikasi yang otoritatif, efektif, cepat dan langsung melalui duta besar dapat membantu menangani situasi akut.
Lu Xiang, direktur penelitian Institut China Hong Kong, mengatakan bahwa Burns memiliki riwayat hidup yang baik dan telah bekerja di lingkungan yang sama dengan Blinken dan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan selama bertahun-tahun.
"Mengingat situasi saat ini, Blinken telah mengambil pengaruh besar pada keamanan AS dan urusan diplomatik. China mungkin tidak berharap terlalu banyak dari Burns dalam memimpin terobosan saat bertugas di Beijing," kata Lu.
"Burns hanya akan menjadi letnan setia untuk Blinken," lanjutnya.
Para ahli juga mencatat bagaimana Burns mengungkapkan sikap bermusuhan dengan China bahkan sebelum pencalonannya disetujui, satu hal yang sangat jarang terjadi.
Selama sidang Senat AS pada bulan Oktober, Burns mengklaim bahwa China adalah "ujian geopolitik terbesar abad ke-21." Dia juga melancarkan serangan sengit terhadap kebijakan dalam dan luar negeri China, termasuk menyentuh wilayah Xinjiang dan Hong Kong China.
Sementara Hu Xijin, mantan pemimpin redaksi Global Times, mengatakan di akun media sosialnya bahwa jiwa Burns tidak sepenuhnya berada di China, melainkan tetap di Amerika.
"Bahkan setelah dia datang ke China, jiwanya akan tinggal di Washington; Beijing hanya akan melihat tubuhnya. Jiwanya akan mengarahkan tubuhnya ke berbicara dan bertindak di Beijing dan juga pamer. Dia tidak akan menjadi utusan persahabatan China-AS."
Hu mencatat bahwa selain dari perlakuan diplomatik, masyarakat Tiongkok dapat menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap Burns — misalnya, tidak ingin mengundangnya untuk kegiatan karena kehadirannya bukanlah suatu kehormatan.