Aksi teatrikal yang pernah digelar kelompok Bambang Isti Nugroho (BIN) di KPK/RMOL
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera menyelesaikan perkara korupsi bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020.
Hal itu dikarenakan, sudah ada gerakan yang lebih kuat dan memudahkan KPK untuk menjerat beberapa pihak yang diduga terlibat mendapatkan jatah kuota bansos seperti politisi PDI Perjuangan, Herman Herry maupun Ihsan Yunus.
Desakan itu disampaikan Koordinator Komunitas Politik Guntur 49, Bambang Isti Nugroho (BIN) saat berbincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis pagi (17/11).
"KPK sudah mestinya harus memperlihatkan gitu loh, tahun ini bansos itu harus sudah clear. Karena apa? Karena nanti dia akan menghadapi tahun depannya menghadapi laporan-laporan tentang bisnis PCR," tegasnya.
Apalagi, sambung BIN, Ihsan Yunus telah digeser dari Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ke Komisi II DPR. Sedangkan Herman Herry juga digeser dari Ketua Komisi III ke Komisi VII DPR.
"KPK mestinya harus lebih berani. Karena ada gerakan-gerakan yang jauh lebih berani membuang Herman Herry dari Komisi III. Nanti akan lebih sulit lagi jika tidak clear," pungkas BIN.
Nama Herman Herry dan Ihsan Yunus kerap muncul disebut mendapatkan jatah kuota bansos sembako Covid-19 di Kemensos tahun 2020.
Bahkan, nama Herman Herry dan Ihsan Yunus juga menjadi fakta hukum disebut mendapatkan jatah dan disebut memberikan sejumlah uang agar mendapatkan jatah kuota bansos.
Fakta hukum itu muncul di saat persidangan vonis Juliari maupun terdakwa lainnya saat itu yang dibeberkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam pertimbangan-pertimbangan sesuai dengan fakta keterangan saksi-saksi maupun bukti yang ada, Majelis Hakim membeberkan keterlibatan Herman Herry dan Ihsan Yunus.
Dalam pertimbangan Majelis Hakim, Juliari membagikan kuota paket penyedia bansos sembako menjadi beberapa kelompok dengan pembagian 1,9 juta paket antara lain untuk wilayah Botabek, 550 ribu paket diberikan kepada PT Anomali Lumbung Artha.
PT Anomali Lumbung Artha (ALA) berdasarkan fakta persidangan, merupakan perusahaan titipan Juliari dan selalu mendapatkan kuota sangat besar dengan total 1.506.900 paket. PT ALA sendiri ternyata perusahaan yang bergerak di bidang elektronik.
Demikian juga perusahaan afiliasinya seperti Junatama Foodia Kreasindo yang memperoleh kuota 1.613.000 paket, PT Famindo Meta Komunika memperoleh kuota 1.230.000 paket dan PT Tara Optima Primago 250 ribu paket.
Sementara PT Dwimukti Grup yang merupakan perusahaan milik Herman Herry yang diklaim oleh Ivo Wongkaren sebagai perusahaan penyuplai sembako bagi PT ALA dan perusahaan afiliasinya tersebut merupakan perusahaan yang bergerak di bidang elektronik.
Selanjutnya PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) juga merupakan perusahaan titipan Juliari yang berasal dari Muhammad Rakyan Ihsan Yunus selaku mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dengan penanggungjawabnya adalah Agustri Yogasmara alias Yogas yang ditunjuk sebagai penyedia dalam pengadaan bansos sembako.
Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai penyedia karena PT Pertani tidak mempunyai kemampuan keuangan, sedangkan PT MHS tidak mempunyai pengalaman pekerjaan di bidang sejenis, melainkan hanya sebagai supplier dari PT Pertani.
Dalam pelaksanaan pengadaan bansos sembako dalam rangka penanganan Covid-19 tersebut, PT ALA pada tahap tiga memperoleh kuota paling besar 550 ribu paket.
Akan tetapi, Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menurunkan kuota kepada perusahaan tersebut pada pengadaan tahap kelima menjadi 500 ribu paket. Dengan alasan agar bisa mengakomodir perusahaan penyedia lainnya yang akan ikut berpartisipasi dalam pengadaan bansos sembako.
Tetapi atas penurunan kuota tersebut, Ivo Wongkaren dan Herman Herry menyampaikan keberatan dan meminta agar kuotanya tidak dikurangi. Atas keberatan tersebut, pada pengadaan tahap 6, Adi kembali menaikkan kuota PT ALA menjadi 550 ribu paket.
Demikian juga terhadap pengurangan kuota untuk PT MHS oleh Joko. Pada tahap 11 menjadi 100 ribu paket. Setelah memperoleh informasi atas pengurangan kuota dari Joko, Harry Van Sidabukke selaku penanggungjawab PT MHS melaporkan pengurangan kuota tersebut kepada pemilik kuota yaitu Yogas yang merupakan kepanjangtanganan Ihsan Yunus dengan meminta agar kuota PT MHS tidak dikurangi yang disetujui oleh Yogas.
Atas laporan tersebut, kemudian kuota PT MHS tidak jadi dikurangi dan dikembalikan menjadi 135 ribu paket.
Hakim menilai, telah terbukti bahwa terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT MHS sebagai penyedia dalam pengadaan bansos sembako untuk penanganan Covid-19 di Kemensos 2020, penunjukan PT Tigapilar Agro Utama (TAU) dan penunjukan penyedia lainnya, Juliari, Adi dan Joko terbukti telah menerima fee berupa uang dari Harry Van Sidabukke selaku penanggungjawab kegiatan PT Pertani (Persero) dan PT MHS sejumlah Rp 1.280.000.000.
Dari Ardian Iskandar Maddanatja selaku penanggungjawab PT TAU sejumlah Rp 1.950.000.000 dan para penyedia lainnya sejumlah Rp 29.252.000.000. Sehingga uang yang diterima oleh Juliari seluruhnya Rp 32.482.000.000.