Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok/Net
Sedikitnya tujuh orang tewas dan sekitar 140 lainnya terluka ketika tentara militer mengoyak Kota Khartum pada Senin (25/10). Tentara menangkap para pemimpin politik dan menembaki iring-irigngan penduduk sipil yang menentang pengambilalihan pemerintah transisi.
Para tentara dilaporkan menangkap Perdana Menteri (PM) Abdalla Hamdok dan empat menteri dari pemerintahan transisi, memjadikan mereka tahanan rumah. Setelah itu, para tentara pergi dari rumah ke rumah menangkap para pemimpin protes, seperti dilaporkan Reuters, Selasa (26/10).
Sumber lain menyebut bahwa Hamdok dibawa ke lokasi yang dirahasiakan setelah menolak mengeluarkan pernyataan untuk mendukung pengambilalihan tersebut, kata kementerian informasi.
Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, pemimpin pasukan pengambilalihan, menyatakan keadaan darurat militer. Mengatakan bahwa tentara akan memberikan keamanan dan keselamatan. Namun, seorang penduduk dengan lantang menentang pernyataan Burhan. Mengatakan bahwa tindakan tentara tak lain adalah sebuah kudeta.
Kementerian Penerangan Sudan, yang masih setia kepada Perdana Menteri terguling Abdalla Hamdok, mengatakan di halaman Facebook-nya bahwa konstitusi transisi hanya memberikan hak kepada perdana menteri untuk menyatakan keadaan darurat dan bahwa tindakan militer adalah kejahatan.
"Hamdok masih merupakan otoritas transisi yang sah," isi pernyataan kementerian seperti dikutip dari
Reuters.
Kudeta Senin memancing reaksi Amerika Serikat. Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan AS dengan tegas menolak tindakan militer dan menyerukan pembebasan segera perdana menteri dan lainnya.