Berita

Ilustrasi/Net

Publika

80 Persen Hak Kesejahteraan Rakyat Dirampok Sistem Presidential Threshold

Oleh: Adian Radiatus*
SABTU, 23 OKTOBER 2021 | 02:56 WIB

PRESIDENTIAL Threshold atau Ambang Batas Pencalonan Presiden (melalui dukungan partai) untuk seseorang kandidat presiden di Indonesia mesti didukung partai atau gabungan partai dengan sekurangnya 20 persentasi suara rakyat ada di tangan mereka.

Alhasil partai-partai yang sudah membesar memiliki potensial market untuk mengusung Capres-Cawapres yang dikehendaki mereka. Karena itu keterbelahan keadilan demokrasi sudah dimulai dari titik ini.

Penguasaan demokrasi dan politik oleh sekelompok elite partai dan konglomerat menjadi candu yang membahayakan bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara secara terhormat dan bermartabat.

Pemakaian petugas partai sebagai presiden hanyalah memperjelas, tak lebih dari seorang dirut yang ditunjuk komisaris di perusahaan.

Sehingga tentu saja kekuatan integritas kepemimpinannya menjadi tak efektif dan semakin jauh memperlakukan negara seakan sebuah konsorsium kepentingan kekuasaan belaka.

Contoh kekacauan sistem politik seperti itu dapat kita lihat pada terpilihnya Joko Widodo yang seorang pengusaha meubel dan kebetulan punya ambisi politik di partainya sebagai presiden ketujuh.

Semua historis dan catatan tentang kepemimpinan Jokowi sejak awal kepresidenannya sungguh sangat memprihatinkan.

Tidak hanya keterbelahan politik elite tapi juga bagaimana ruang publik telah berubah menjadi kancah perusakan kehidupan harmoni sesama anak bangsa.

Pemakaian pola hasutan dan distorsi pada kelompok-kelompok Islam sangat menonjol. Sementara di belakang itu kebijakan dan transaksional ekonomi dalam kepentingan bisnis berskala platinum oligarki berlangsung seakan hal yang tak perlu diketahui rakyat.

Hanya angka-angka bertambahnya utang negara yang terang benderang bagi rakyat.

Sementara bertambahnya kekayaan tersembunyi para stakeholder kekuasaan tak mungkin muncul ke permukaan karena memang sembunyi, dan kalaupun ketahuan hanya akan berhadapan dengan bantahan semata.

Namun publik masih beruntung adanya para investigator ekonomi dan bisnis di dunia 'persembunyiannya'.

Maka ketika kasus eksploitasi sumber daya alam di Papua bergema dan kemudian Pandora Papers mencuat, mata hati rakyat semakin menemukan jawabannya.

Sebanyak 80 persen hak kesejahteraan rakyat seakan 'dirampok' hanya karena sistem politik Presidential Treshold yang timpang.

Jokowi yang dua kali terpilih lebih cenderung sebagai presiden yang ditunjuk bertindak seakan hanya mengurus infrastruktur negara saja.

Sementara pengawasan dunia usaha yang berpontensi merugikan negara sering kalah dalam antisipasinya. Fakta kerugian yang dialami BUMN adalah salah satu bukti ketika dukungan APBN diberikan tapi perhitungan dan pengawasannya tak berjalan sebagaimana mestinya.

Akibatnya kondisi NKRI yang mulai lunglai saat ini sangat membutuhkan pemimpin yang kuat.

Pemimpin yang menguasai kemampuan analitis dan eksekusi penyelamatan keadaan rakyat pada strata kesenjangan politik, ekonomi, hukum, dan ideologi Pancasila.

Jalan terbaik untuk menemukan sosok itu adalah Penghapusan aturan Presidential Treshold, sehingga kekuatan demokrasi Pancasila dapat kembali memimpin negeri ini dengan berwibawa.

Bendera Merah Putih yang tidak dapat berkibar ketika anak bangsa memenangkan pertarungannya di medan lapangan bernama olahraga itu adalah suatu pertanda dari sekian pertanda hilangnya 'olah jiwa' kebangsaan selama kepemimpinan presidensial Jokowi atas segenap unsur pemerintahannya.

Sekali lagi ini bukan kesalahan Jokowi semata-mata, tetapi jelas telah menjadi penyebab utama sehingga dengan 20% PT itu membuat rakyat terperdaya. Tak heran bila 80% kemakmuran rakyat serasa dirampok oleh sistem yang tidak sehat itu.

Saatnya wujud demokrasi Pancasila seutuhnya ditegakan dan bukan demokrasi oligarki.

*Pengamat sosial dan politik


Populer

Ini Kronologi Perkelahian Anggota Brimob Vs TNI AL di Sorong

Minggu, 14 April 2024 | 21:59

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Resmi Tersangka KPK

Selasa, 16 April 2024 | 07:08

Rusia Pakai Rudal Siluman Rahasia untuk Bombardir Infrastruktur Energi Ukraina

Jumat, 12 April 2024 | 16:58

Pemberontak Menang, Pasukan Junta Ngacir Keluar Perbatasan Myawaddy

Kamis, 11 April 2024 | 19:15

Megawati Peringatkan Bakal Terjadi Guncangan Politik Setelah Jokowi Jadi Malin Kundang

Kamis, 11 April 2024 | 18:23

Tim Kecil Dibentuk, Partai Negoro Bersiap Unjuk Gigi

Senin, 15 April 2024 | 18:59

Mau Perang Tapi Kere, Bagaimana?

Senin, 15 April 2024 | 12:34

UPDATE

Undip Pastikan Telusuri Dugaan Pelecehan Seksual Meski Belum Terima Laporan Korban

Jumat, 19 April 2024 | 14:03

FBI Tuding Hacker Tiongkok Siapkan Serangan Dahsyat untuk Hancurkan Amerika

Jumat, 19 April 2024 | 13:51

Masuk Bursa Cagub Jabar dari PDIP, Ono Surono: Kalau Ada Instruksi, Maju

Jumat, 19 April 2024 | 13:44

Kebakaran Ruko di Mampang Diduga Akibat Ledakan Kompresor

Jumat, 19 April 2024 | 13:27

Din Syamsuddin Ajak Massa Aksi Dukung MK Tegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Jumat, 19 April 2024 | 13:24

Saint Kitts dan Nevis Konsisten Dukung Otonomi Sahara Maroko

Jumat, 19 April 2024 | 13:15

Hingga Jumat Siang Tak Kunjung Hadir di KPK, Gus Muhdlor Mangkir?

Jumat, 19 April 2024 | 13:10

Beda dengan Erick Thohir, Airlangga Minta BUMN Tidak Borong Dolar di Tengah Konflik Iran-Israel

Jumat, 19 April 2024 | 13:00

Lion Air Group: Dua Penyelundup Narkoba Karyawan Pihak Ketiga

Jumat, 19 April 2024 | 12:55

Dukung Optimalisasi Pengawasan Pemilu, PAN-RB Tambah Formasi ASN Bawaslu

Jumat, 19 April 2024 | 12:50

Selengkapnya