Berita

Demonstrasi menentang penyelidikan Hollywood Ten yang membatasi gerak para pekerja film pada 1947/Net

Histoire

Hollywood Ten 1947, Daftar Hitam Industri Hiburan Paling Glamour yang Terkait dengan Dugaan Komunis

RABU, 20 OKTOBER 2021 | 07:21 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Sekelompok pekerja film masuk dalam daftar hitam Hollywood karena dicurigai bagian dari komunis. Mereka, yang disebut sebagai 'The Hollywood Ten', dituduh menggunakan posisi keartisan mereka di Hollywood untuk menyebarkan pandangan komunis.

Pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II (1939-1945), Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat dalam persaingan militer dan politik yang tegang yang kemudian dikenal sebagai Perang Dingin. Meskipun AS dan saingan komunisnya jarang saling berhadapan secara langsung, mereka berdua berusaha untuk memperluas pengaruh mereka dan mempromosikan sistem pemerintahan mereka di seluruh dunia.

Sejumlah orang Amerika percaya bahwa keamanan negara mereka bergantung pada pencegahan penyebaran komunisme, dan sikap ini menciptakan suasana ketakutan dan kecurigaan di banyak bagian negara.

Termasuk juga kecurigaan terhadap aksi para pekerja film yang diketahui kerap menyusupkan pesan-pesan komunisnya.

Industri film Hollywood bekerja sama erat dengan pemerintah untuk mendukung kampanye informasi tujuan perangnya. Setelah deklarasi perang terhadap Jepang, pemerintah membentuk Biro Urusan Film untuk mengoordinasikan produksi fitur hiburan dengan tema dan pesan patriotik yang meningkatkan moral tentang "cara hidup Amerika", "sifat musuh dan sekutu", "tanggung jawab sipil di terhadap tanah air", dan kekuatan tempur itu sendiri.

Pada 20 Oktober 1947, Red Scare yang terkenal kejam mulai beraksi di Washington, ketika komite Kongres mulai menyelidiki pengaruh Komunis di salah satu komunitas terkaya dan paling glamor di dunia: Hollywood.

The Red Scare adalah histeria atas ancaman yang dirasakan oleh Komunis di AS selama Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, yang meningkat pada akhir 1940-an dan awal 1950-an. Komunis sering disebut sebagai 'Merah' karena kesetiaan mereka pada bendera merah Soviet.

Di Washington, pengawas konservatif bekerja untuk menyingkirkan komunis di pemerintahan sebelum mengarahkan pandangan mereka pada dugaan 'Merah' di industri film yang terkenal liberal.

Dalam penyelidikan yang dimulai pada Oktober 1947, Komite Kegiatan House Un-Amerika ( HUAC) menyelidiki sejumlah saksi terkemuka dengan pertanyaan blak-blakan, “Apakah Anda atau pernah menjadi anggota Partai Komunis?”

Entah karena patriotisme atau ketakutan, beberapa saksi, termasuk sutradara Elia Kazan, aktor Gary Cooper dan Robert Taylor, serta aktor studio Walt Disney dan Jack Warner, memberikan sejumlah nama rekan-rekan yang mereka curigai sebagai komunis.

HUAC kemudian memanggil nama-nama itu dan menekannya dengan sejumlah pertanyaan di pengadilan.

Namun, 10 orang, yang terdiri dari sutradara dan penulis, menolak untuk menjawab pertanyaan apa pun, sesuai dengan hak mereka berdasarkan Amandemen Pertama. Mereka bahkan secara terbuka mengecam taktik yang digunakan HUAC selama penyelidikan.

Pada 1948, sepuluh orang itu kedapatan menghina Kongres dan menghalangi penyelidikan. Akhirnya pengadilan menjebloskan mereka ke penjara dan memberi denda masing-masing sebesar 1.000 dolar AS.

Buntut dari peristiwa itu, The Hollywood Ten masuk dalam daftar hitam sehingga mereka tidak bisa bekerja di Hollywood. Namun, banyak dari penulis Hollywood Ten terus memproduksi skenario dengan nama samaran. Dalton Trumbo misalnya, ia menggunakan nama samaran Robert Rich untuk naskah "The Brave One" yang meraih Academy Award untuk Skenario Terbaik pada tahun 1957, seperti dikisahkan oleh laman GCS History.

Setelah kasus itu, jumlah orang di Hollywood yang diselidiki sebagai komunis bertambah dan begitu pula daftar hitamnya. Semua yang terdaftar tidak lagi dapat bekerja di industri hiburan.

Populer

Gempa Megathrust Bisa Bikin Jakarta Lumpuh, Begini Penjelasan BMKG

Jumat, 22 Maret 2024 | 06:27

KPK Lelang 22 iPhone dan Samsung, Harga Mulai Rp575 Ribu

Senin, 25 Maret 2024 | 16:46

Pj Gubernur Jawa Barat Dukung KKL II Pemuda Katolik

Kamis, 21 Maret 2024 | 08:22

KPK Diminta Segera Tangkap Direktur Eksekutif LPEI

Jumat, 22 Maret 2024 | 15:59

Bawaslu Bakal Ungkap Dugaan Pengerahan Bansos Jokowi untuk Menangkan Prabowo-Gibran

Rabu, 27 Maret 2024 | 18:34

Connie Bakrie Resmi Dipolisikan

Sabtu, 23 Maret 2024 | 03:11

KPK Lelang Gedung Lampung Nahdiyin Center

Selasa, 26 Maret 2024 | 10:12

UPDATE

Pasca Penangkapan NW, Polda Sumut Ramai Papan Bunga

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:58

Mahfud Kutip Pernyataan Yusril Soal Mahkamah Kalkulator, Yusril: Tidak Tepat!

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:50

Namanya Diseret di Sidang MK, Jokowi Irit Bicara

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:43

Serukan Penegakan Kedaulatan Rakyat, GPKR Gelar Aksi Damai di Gedung MK

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:39

4 Perusahaan Diduga Kuat Langgar UU dalam Operasional Pelabuhan Panjang

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:29

Rahmat Bagja Bantah Kenaikan Tukin Bawaslu Pengaruhi Netralitas di Pemilu 2024

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:21

Ketum JNK Dukung Gus Barra Maju Pilbup Mojokerto Periode 2024-2029

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:13

Serahkan LKPD 2023 ke BPK, Pemprov Sumut Target Raih WTP ke 10

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:04

Demi Kenyamanan, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:00

Paskah 2024, Polda Sumut Tingkatkan Pengamanan

Kamis, 28 Maret 2024 | 20:53

Selengkapnya