Mantan presiden Georgia, Mikhail Saakashvili/Net
Georgia Dream, partai yang berkuasa di Georgia, menang telak dalam pemungutan suara yang berlangsung di Georgia, dengan perolehan 46,6 persen suara yang dilaporkan. Menyusul di belakangnya Partai Gerakan Nasional Bersatu, partai-nya mantan presiden Mikheil Saakashvili, dengan 30,5 persen suara.
Ada yang menarik dari pemililahn lokal tahun ini. Pemungutan suara kali ini dipandang sebagai ujian kritis untuk mengakhiri kebuntuan politik selama berbulan-bulan.
Pemilihan lokal yang dilakukan serentak di ibukota Tbilisi dan empat kota lainnya ini, berjalan dengan baik tetapi dibayangi oleh penangkapan Saakashvili yang baru kembali dari pengasingannya.
Georgia telah menghadapi kebuntuan politik sejak pemilihan yang disengketakan tahun lalu mendorong partai oposisi utama untuk memboikot parlemen.
Pengamat OSCE mengatakan, diluar masalah kembalinya sang mantan presiden, pemilihan lokal di Georgia telah dirusak oleh tuduhan intimidasi yang tersebar luas dan konsisten, pembelian suara, dan tekanan pada kandidat dan pemilih.
Usai pemungutan suara, orang-orang berkumpul dalam sebuah aksi protes seperti yang telah diduga sebelumnya.
Senin (4/10) para pendukung Saakashvili mengibarkan bendera Georgia dan meneriakkan nama Saakashvili, di luar penjara di Rustavi, tenggara Tbilisi, tempat mantan presiden ditahan sejak penangkapannya setelah kembali ke negara itu pekan lalu.
Saakashvili ditahan di Georgia menjelang pemilihan. Dia telah dijatuhi hukuman in absentia atas dua kasus pidana terkait penyalahgunaan kekuasaan dengan total enam tahun penjara.
Dia kembali ke Tbilisi dari pengasingannya untuk "mempertahankan kebebasan Georgia" seperti yang dikatakannya.
Para pengamat menilai, kepulangan Saakashvili ke tanah airnya, bagaimana pun, tidak dapat membantu partainya untuk memenangkan pemilihan. Kepulangannya bahkan dapat dilihat sebagai faktor negatif.
Pendukung Saakashvili bersumpah untuk menggelar protes massal dalam beberapa hari mendatang. Pengacaranya, seperti dilaporkan
TASS, mengatakan bahwa Saakashvili melakukan aksi mogok makan sebagai protes atas penangkapannya.
Amerika Serikat pun akhirnya turun tangan. Melalui Juru Bicara Departemen Luar Negeri, AS mengatakan pada Senin (4/10) bahwa Washington memperhatikan perkembangan di Georgia dan mendesak pemerintah di Tbilisi untuk memastikan Saakashvili diperlakukan secara adil.
"Kami mengikuti perkembangan dengan sangat cermat," kata Ned Price dalam jumpa pers reguler, Senin (4/10).
"Kami mendesak pihak berwenang Georgia untuk memastikan bahwa Tuan Saakashvili diberikan perlakuan yang adil sesuai dengan hukum Georgia, dan komitmen serta kewajiban hak asasi manusia internasional Georgia."