Berita

Penanganan pasien Covid-19/Ist

Publika

Memastikan Peran Negara Post Pandemi

KAMIS, 23 SEPTEMBER 2021 | 11:57 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

DITUNTUT hadir! Begitulah harapan publik pada peran negara di masa pandemi.

Problematika kesehatan dalam periode penularan wabah, membalik situasi. Tidak ada satu negara pun yang bisa mengelak dari kewajiban melindungi warga negara, dengan berbagai kapasitas kemampuannya.

Prinsip salus populi suprema lex esto -keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi diterjemahkan secara eksplisit bagi pemenuhan kepentingan publik. Meski ada saja tangan-tangan jahat yang mengutip keuntungan dari kesulitan yang terjadi. Kekuasaan dipaksa berpikir serta bekerja lebih keras.

Dalam upaya menyelamatkan hajat hidup publik yang terkulai karena sengat pandemi, langkah agresif dengan tekad whatever it takes diterjemahkan. Alokasi anggaran difokuskan pada upaya mengatasi pandemi serta dampaknya, termasuk dengan melebarkan ruang defisit anggaran. Langkah akrobatik.

Pada akhirnya, kita menilai apakah situasi landai dari kasus pandemi di tanah air merupakan sebuah keberhasilan?

Di rentang waktu yang singkat, kita melihat korelasi kebijakan dengan penurunan penularan. Tetapi ini bukan masa yang tepat untuk bertepuk dada. Perlu waspada dan berhati-hati.

Pengalaman sejarah di masa lalu, memberikan pelajaran penting bahwa manusia kerap kali lupa ketika selesai menghadapi tahun-tahun wabah.

Hal tersebut membuat kita berulang kali tergagap saat sebuah wabah baru hadir kembali, seolah berulang. Memori serta pengetahuan kita terbatas.

Gelombang Ketiga (?)

Pertanyaan selanjutnya yang perlu dicermati adalah apakah terdapat potensi bagi kemunculan susulan paparan wabah selanjutnya?

Tidak ada yang memiliki kapasitas presisi untuk memastikan jawaban tersebut secara hitam-putih. Kita bahkan tidak mampu memprediksi gelombang kedua yang lalu. Harapan terbesarnya adalah gelombang lanjutan yang masih mungkin terjadi, dalam volume yang lebih rendah dan mampu dikelola penanganannya.

Komposisi terpenting berhadapan dengan pandemi mengharuskan (i) intensifikasi vaksinasi massal, (ii) adaptasi perilaku protokol kesehatan, dan (iii) penguatan pola pola tes dan pelacakan publik. Kombinasi ketiganya bersifat mutlak.

Realitas baru yang harus kita pahami adalah mekanisme pertahanan hidup virus bersifat biner, antara hidup dan mati. Siklus hidup virus dalam relasi dengan makhluk inang tempat berkembang biak berada pada pilihan (i) virus hidup-inang mati atau (ii) virus mati-inang hidup, tidak ada opsi lain.

Sebagai bekal kemampuan hidup berkelanjutan, virus melakukan mutasi untuk beradaptasi dengan situasi yang berubah. Di titik tersebut, ilmu pengetahuan memiliki nilai signifikan untuk dapat mengantisipasi virus baru, sekaligus melokalisir potensi dampak kesehatan yang dapat terjadi.

Di bagian hulu, pola dan budaya hidup bersih sehat publik harus menjadi pakem baru yang tidak bisa dipisahkan sebagai bentuk formula dasar untuk bisa mengatasi masalah wabah. Hal ini disebabkan alasan (i) sains tidak hadir secara tiba-tiba, (ii) pengetahuan bersifat kolektif dan akumulatif.

Great Reset

Pandemi membuka ruang refleksi akan kelemahan model kehidupan modernitas yang kita jalani saat ini. Dalam kajian Schwab & Malleret, 2020, Covid-19: The Great Reset mengungkapkan bahwa tekanan wabah menyebabkan kehidupan yang timpang dalam kesenjangan.

Pergerakan di masa pandemi mengalami perlambatan, kondisi itu mengingatkan kita kembali untuk memutar ulang pola kehidupan di masa depan. Solusi yang ditawarkan (i) pembentukan pasar yang lebih adil, (ii) memastikan kesetaraan dan keberlanjutan, serta (iii) memanfaatkan teknologi 4.0 bagi agenda kepentingan publik.

Pengelolaan sumber-sumber ekonomi secara inklusif, adil dan berorientasi pada kesinambungan alam akan menjadi kunci transformasi yang lebih baik bagi dunia setelah pandemi berlalu. Lebih jauh lagi, dibutuhkan kepemimpinan serta tata pemerintahan yang mengedepankan tujuan-tujuan sosial.

Kita tentu tidak bisa bergantung pada fase kekebalan kelompok -herd immunity sebagaimana masa dimana wabah berkuasa.

Era post pandemi perlu membuka ruang kembali untuk memikirkan dan memastikan peran negara secara integral bagi kepentingan pemilik kuasa negara, yang dengan itu kekuasan menjadi tidak terpisahkan dari akar legitimasinya yakni masyarakat.

Penulis sedang menempuh Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya