Berita

Mullah Hassan Akhund/Net

Dunia

Terkejut dengan Penunjukan Mullah Hassan Akhund sebagai Perdana Menteri Afghanistan, Pengamat China: Ini akan Menyulitkan Mereka Sendiri

RABU, 08 SEPTEMBER 2021 | 07:33 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

RMOL.  Sejumlah pengamat China mengomentari penunjukkan tokoh-tokoh dalam pemerintahan sementara Afghanistan. Dari sejumlah nama yang dipilih, kata para analis, menunjukkan bahwa Taliban ingin memastikan dominasi politik dan kontrol absolutnya di negara itu.

Kelompok Taliban akhirnya mengumumkan pembentukan pemerintah sementara Afghanistan pada Selasa (7/9) waktu setempat, lebih dari tiga pekan sejak kelompok militan Islam mengambil kendali Kabul.

Sejumlah tokoh kunci Taliban dipercaya untuk memegang posisi penting dalam susunan pemerintahan baru yang diumumkan juru bicara utama Taliban, Zabihullah Mujahid, dalam konferensi pers di Kabul.


Mullah Hasan Akhund ditunjuk sebagai perdana menteri pemerintah sementara Afghanistan, dengan Mullah Abdul Ghani Baradar dan Abdul Salam Hanafi ditunjuk sebagai penjabat wakil perdana menteri.

Sementara Sarajuddin Haqqani, putra pendiri jaringan Haqqani yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS, akan menjadi pejabat menteri dalam negeri. Mullah Mohammad Yaqoob, putra mendiang pendiri Taliban Mullah Mohammad Omar, ditunjuk sebagai penjabat menteri pertahanan.

Selain Haqqani, pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada akan menjadi emir Imarah Islam Afghanistan.

Menurut para analis China, Taliban pada tahap ini masih akan memprioritaskan penyelesaian masalah internal daripada menanggapi harapan dari komunitas internasional.

Namun, para analis beharap, meskipun posisi kunci pemerintah sementara didominasi oleh anggota Taliban sendiri, kelompok itu mungkin akan berbagi beberapa posisi akar rumput dengan pasukan non-Taliban di negara itu.

Para pengamat juga menyoroti beberapa dari anggota senior Taliban yang ditunjuk ada dalam daftar sanksi PBB. Itu akan menjadi perhatian utama masyarakat internasional dan juga meningkatkan kesulitan bagi pemerintah sementara ini untuk diakui secara luas.

“Struktur pemerintahan baru telah menunjukkan bahwa Taliban akan mendominasi semua posisi kunci. Mereka ingin mengambil kendali tetapi sementara itu berharap untuk menghadirkan citra inklusif kepada dunia," kata Liu Zhongmin, seorang profesor di Institut Studi Timur Tengah dari Universitas Studi Internasional Shanghai, seperti dikutip dari Global Times, Rabu (8/9).

"Tetapi mereka menghadapi kesulitan dalam membangun struktur politik oleh Taliban dan non-Taliban, terbukti dalam penundaan mereka dalam mengumumkan pembentukan pemerintah sementara," lanjutnya.

Taliban telah menekankan bahwa mereka akan membangun pemerintahan yang terbuka dan inklusif dengan pendekatan moderat dan tidak akan menjadi surga bagi organisasi teroris.

"Namun, mengingat sejarah dan situasi yang kompleks di Afghanistan, masih ada banyak ketidakpastian apakah ia dapat memutuskan hubungan dengan sekutu lama mereka, yang berarti apakah masyarakat internasional akan siap mengakui pemerintah sementara masih menjadi pertanyaan," kata Liu.

Sementara Zhu Yongbiao, Direktur Pusat Studi Afghanistan di Universitas Lanzhou, menyebutkan bahwa pemerintah sementara yang ditunjuk Taliban tampaknya tidak inklusif seperti yang diklaim sebelumnya, alasannya karena posisi kunci telah diambil oleh anggota kelompok itu sendiri.

Zhu juga mengomentari penunjukkan Akhundzada sebagai emir. Menurutnya, penunjukan emir membuat sistem politik baru di Afghanistan mirip dengan yang sebelumnya, yakni memungkinkan emir untuk tinggal di Kandahar di mana pekerjaan administrasi negara akan dibagi oleh PM dan pejabat senior lainnya.

Seorang ahli kontraterorisme dan urusan Afghanistan di Beijing, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa sulit berharap bahwa Taliban benar-benar akan memutus hubungan mereka dengan kelompok teroris.

"Taliban mungkin menyimpan beberapa teroris di negara itu sebagai alat tawar-menawar untuk membuat kesepakatan dengan negara-negara tetangga lainnya dan kekuatan besar di seluruh dunia, jadi tidak realistis untuk mengharapkan Taliban memiliki pemutusan hubungan yang jelas dan mutlak dengan semua teroris di Afghanistan saat ini," katanya.

Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) menjadi perhatian utama bagi China, dan Taliban sadar jika ingin mempertahankan pemerintahan negara yang berkelanjutan, China adalah satu-satunya kekuatan besar yang dapat memberikan dukungan yang berarti.

"Oleh karena itu, Taliban akan mengambil beberapa tindakan untuk memenuhi permintaan China," kata pakar tersebut.

Wang Jin, seorang profesor di Institut Studi Timur Tengah Universitas Northwest, percaya penunjukan pemerintah sementara menunjukkan tingkat inklusivitas tertentu.

"Pemerintah inklusif untuk Taliban Afghanistan bukanlah apa yang dulu kita pahami sebagai berbagi kekuasaan dengan kelompok politik lain," katanya.

Wang mengaku bahwa dia sedikit terkejut melihat penunjukan Mullah Hassan Akhund sebagai perdana menteri pemerintah sementara yang baru karena dia masuk dalam daftar sanksi PBB.

Ini, menurutnya akan membuat Taliban sukit untuk mewujudkan keinginannya bergabung dengan PBB dan dapat menciptakan lebih banyak kesulitan untuk berkomunikasi dengan masyarakat internasional.

Senada dengan Zhu, Wang mengatakan bahwa pejabat senior lainnya di pemerintahan sementara yang baru ada dalam daftar sanksi PBB, yang berarti akan lebih sulit untuk berurusan dengan komunitas internasional dan Barat.

"Pencalonan untuk posisi ini juga menunjukkan bahwa Taliban Afghanistan mengambil pandangan politik realis berharap untuk mengkonsolidasikan situasi politik domestik terlebih dahulu dan kemudian mulai secara bertahap mempromosikan hubungan internasional," kata Wang.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya