Berita

Foto: Net

Publika

Merdeka atau Mati

SABTU, 21 AGUSTUS 2021 | 06:47 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

HEROIK! Semboyan itu dikumandangkan Bung Tomo dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Prinsip perjuangannya adalah "merdeka atau mati".

Pilihan kata merdeka, menjadi padanan yang setara dari kata hidup. Kehidupan yang merdeka jelas menjadi harapan kaum terjajah.

Pada masa itu, tidak ada pilihan lain. Kelahiran republik harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Semangatnya membara. Di alam kemerdekaan, kita memiliki kebebasan.


Kini tidak ada lagi "merdeka atau mati", karena terbukanya ruang pilihan lain. Amanat kemerdekaan adalah "hidup yang merdeka".

Persoalannya apakah kita telah benar-benar merdeka? Pertanyaan ini menjadi titik reflektif di momen peringatan ke-76 kemerdekaan kita.

Jembatan Emas

Kemerdekaan itu, dalam pemikiran Soekarno, Mencapai Indonesia Merdeka, 1933 harus dipahami sebagai sebuah kesadaran untuk menjadi suatu jembatan emas.

Di belakang Indonesia merdeka, harus didirikan gedung keselamatan, agar kita terbebas dari tindasan kapitalisme. Sebuah abstraksi yang mengagumkan.

Sekarang kita tengah ada di situasi yang problematik. Pandemi dan kebebasan sebagai ekspresi demokrasi, masih saja mengalami represi.

Kajian LP3ES 2021, menyebutnya sebagai fenomena, demokrasi tanpa demos, terjadi kemunduran -regresi dalam kehidupan sosial-politik kita. Publik sebagai pemilik kuasa kehidupan bernegara terpinggirkan.

Elitisme dan kesenjangan terjadi. Kita tidak sedang terjajah secara fisik, tetapi juga tidak dalam kondisi baik-baik saja di alam merdeka.

Kemerdekaan itu mengandung makna kebebasan. Tetapi tidak semua kebebasan berakhir pada kebahagiaan.

Sebagaimana Erich Fromm, Lari dari Kebebasan, 1941, ada situasi kontradiksi ketika manusia justru hendak berkehendak untuk melarikan diri dari ruang kebebasan.

Tinjauan Fromm menyebut, manusia modern hidup dalam kebebasan berwajah ganda. Kebebasan menghasilkan kemampuan, sekaligus keterasingan.

Dalam aspek kesejarahan, kita telah terlepas lepas dari belenggu keterjajahan melalui momentum proklamasi. Tetapi pada akhirnya, dalam kehidupan negara-bangsa impian itu, agenda keselamatan publik tersubordinasi dari kepentingan segelintir elite.

Mungkinkah jembatan emas kemerdekaan itu kini semakin ringkih disimpul penyangganya, karena perilaku tamak dari para elitenya elite -oligarki?

Kematian

Kata mati bermakna akhir pemberhentian. Pandemi menyadarkan kita bahwa perkara kematian adalah soalan yang kompleks.

Data kematian yang berbeda, menjadi bagian dari kekisruhan penanganan pandemi. Belum lagi soal keterbatasan lahan pekuburan, hingga mafia kremasi.

Kematian bukan saja tentang organisme yang hidup. Begitu pula kemerdekaan dan demokrasi bisa mencapai titik ajalnya. Menghilang, lenyap, dan melesap. Dimensi moralitas hingga etika politik, juga bisa berujung pada kematian. Ketika para aktor terkait justru sibuk berbagi kuasa.

Persis seperti komunikasi, kematian biologis dan yang organik itu bersifat irreversible, tidak dapat dikembalikan. Tapi pada aspek sosial komunal kita jelas bisa mencegahnya.

Komitmen pada kemerdekaan, kebebasan, keadilan dan demokrasi hanya akan terjadi, ketika kita mampu mendefinisikan ulang maknanya. Terjemahan tentang merdeka, harus memuat penjelasan tentang "bebas dari" yang selaras dengan kepastian "bebas untuk".

Kemerdekaan yang jembatan emas dan gedung keselamatan itu adalah imajinasi kita bersama, didalamnya rakyat -demos memberi legitimasi, dikelola untuk mengurusi hajat publik -res publica.

Sebagaimana Hatta berpesan, "Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki".

Kita membutuhkan yang aksi heroik dalam mengedepankan kepentingan umum, agar kemerdekaan tidak menjadi situasi bak peribahasa, lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya.

Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya