Berita

Logo BPIP/Net

Publika

Kontroversi Lomba BPIP, Wujud Sinisme Terhadap Islam

SENIN, 16 AGUSTUS 2021 | 00:43 WIB

Polemik tema lomba penulisan artikel yang diselenggarakan BPIP dalam menyambut hari santri nasional terus memanas. Ada dua tema yang dipersoalkan masyarakat dalam event lomba tersebut, yakni Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam.

Banyak tokoh ikut berkomentar. Di antaranya Ketua PP Muhammadiyah Prof Syafiq Mughni, mengatakan umat Islam tidak mempermasalahkan hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan sehingga dua tema dalam lomba tersebut tidak menarik untuk didiskusikan. Beliau berpendapat tema kemanusiaan dan keadilan lebih menarik untuk dieksplorasi seperti masalah korupsi, kerusakan moral, pragmatisme dan sebagainya.

KH Cholil Nafis berkomentar juga soal ini. Beliau menyampaikan bahwa tema tersebut sudah menunjukkan lembaga negara seperti BPIP kehilangan arah. Menurutnya, lomba tersebut malah memicu kegaduhan publik di tengah perjuangan melawan pandemi. Senada dengan itu, anggota DPR RI Fadli Zon mengatakan tema lomba BPIP tersebut adalah produk Islamofobia akut.


Yah, wajar saja tema lomba itu menjadi perdebatan publik. Sebab, bukan pertama kalinya BPIP yang digawangi Yudian Wahyudi itu mengundang kontroversi. Sebelumnya, dia sendiri pernah menyebut musuh terbesar pancasila adalah agama. Sekarang, lomba peringatan hari santri nasional malah mengangkat tema yang keluar dari konteks dan cenderung memecah belah.

Apa urgensinya menyandingkan hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan dengan hukum Islam? Narasi seperti ini seolah menggiring opini publik bahwa Islam bermasalah dengan bendera dan lagu kebangsaan. Mengapa harus Islam lagi yang dipermasalahkan? Apakah BPIP kekurangan bahan tema menyambut hari santri atau memang ada maksud lain di balik ini?

Jika memang berniat baik memperingati hari santri nasional, ada baiknya mengikuti pendapat para ulama. Yaitu mengganti tema lomba dengan sesuatu yang lebih bernilai dan bermakna ketimbang terus menebar narasi negatif terhadap Islam. Semisal, "Peran Sentral Santri, Bersama Membasmi Korupsi","Aktualisasi Spirit Perjuangan Santri di Era Pandemi "atau "Santri Merdeka, Say No To Sex Bebas!"

Bukankah tema-tema itu lebih membangun dan mencerdaskan generasi dibanding meributkan pancasila dengan Islam. Jika polemik ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin kehadiran BPIP hanya dianggap menguras energi bangsa ini karena terus mempersoalkan Islam dan Pancasila. Seruan pembubaran BPIP juga diprediksi akan semakin kencang bersama kontroversi tak berkesudahan. Ya jangan salahkan rakyat jika tuntutan itu terjadi.

Kegaduhan lomba BPIP semakin mengindikasikan bahwa Islamofobia akut sudah menyebar luas di lingkaran kekuasaan. Apa saja yang berbau Islam selalu saja ditanggapi sinis dan negatif. Umat Islam terus berada di posisi "bersalah" jika menyangkut isu keagamaan atau kebangsaan.

Jumlah mayoritas muslim ternyata tak mampu membendung virus Islamofobia yang menjangkiti negeri ini. Terlebih, bagi mereka yang miskin iman, selalu salah paham dengan Islam. Apalagi yang berada pada tingkat kebencian mendalam. Perlawanannya terhadap Islam begitu sengit dan bernada julid.

Perlu diingat, Islam itu bukan masalah tapi solusi bangsa. Yang menjadi sumber masalah bagi bangsa ini ialah kekuasaan yang disalahgunakan. Membenarkan yang salah, menyalahkan yang benar. Menggunakan kekuasaan untuk menghardik siapa saja yang mengancam kekuasaannya. Keadilan hukum terbeli di tangan para oligarki. Korupsi menjadi. Kebijakannya lebih memihak kepentingan korporasi. Inilah problem utama bangsa ini.

Setelah kritik menajam yang dilayangkan publik, akankah BPIP mengubah tema lombanya? Ataukah tetap bergeming dengan pendiriannya yang salah? Wait and see saja. Jangan lupa, tetaplah menyuarakan kebenaran di tengah kebengkokan yang merajalela di kalangan penguasa.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata, “Rasul saw. bersabda:”Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim, atau pemimpin yang zalim.” (HR Abu Dawud. No. 3781).

Chusnatul Jannah
Penulis Aktivis Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban



Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya