Berita

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia,Neni Nur Hayati/Ist

Politik

Baliho Marak Bertebaran di Berbagai Daerah, Tunjukkan Ketidakpekaan Elite Politik

JUMAT, 13 AGUSTUS 2021 | 04:32 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang tak kunjung mereda, hasrat para elite partai untuk melakukan manuver politik dalam rangka mencari dukungan menuju pemilihan serentak 2024 justru makin besar.

"Sungguh tak elok di saat kondisi pandemi memburuk, elite politik malah melakukan hal-hal yang di luar nalar. Pemasangan baliho siapapun sangat membuat ruang publik kita menjadi sesak dan sama sekali tidak ada urgensinya," ujar Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, melalui keterangannya, Kamis (12/8).

Menurut Neni, maksud pemasangan baliho itu jelas hanya untuk pencitraan, menaikkan popularitas demi Pemilu 2024.


Padahal, maraknya baliho itu hanya akan menjadi sampah visual bagi publik.

Faktanya, di beberap wilyah, baliho Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani, malah dicoret-coret warga. Ini menandakan, di mata warga pemasangan baliho itu hanya sebatas iklan, tidak lebih.

"Publik memaknai iklan tersebut hanyalah sebatas janji belaka. para elite politik hanya datang dan memberikan janji dalam menjelang momentum pemilihan serta kepentingan politik," paparnya.

"Sama sekali tidak ada kontribusi konkret yang dilakukan oleh elite politik di era pandemi ini. Puan misalnya, apa ada kontribusi real untuk pengarusutamaan kepentingan perempuan dan anak di era pandemi?" sambungnya.

Ditegaskan Neni, menyapa rakyat lewat baliho sama sekali tak memberikan dampak positif apapun. Hal ini adalah sebuah strategi komunikasi politik yang kurang efektif. Tidak membuka dan memberikan ruang dialog kepada masyarakat melalui komunikasi.

Padahal, lanjut Neni, jalan dialog ini sangat baik apalagi mendengarkan keluh kesah rakyat. Bukan melalui benda mati yang memperlihatkan narsisme.

Kembali ditegaskan Neni, baliho-baliho itu tak lebih dari sekadar iklan.

"Layaknya sebuah iklan politik didesign dengan begitu istimewa, baik dan indah, tetapi keberadaannya tidak tertata dengan baik, sehingga merusak tatanan ruang sosial dan tertib ruang publik," ucapnya.

"Pemimpin seharusnya punya kemampuan mendengarkan yang menjadi keterampilan yang lebih penting dari berbicara dan memasang iklan politik," demikian Neni Nur Hayati.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pramono Pertahankan UMP Rp5,7 Juta Meski Ada Demo Buruh

Rabu, 31 Desember 2025 | 02:05

Bea Cukai Kawal Ketat Target Penerimaan APBN Rp301,6 Triliun

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:27

Penemuan Cadangan Migas Baru di Blok Mahakam Bisa Kurangi Impor

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:15

Masyarakat Diajak Berdonasi saat Perayaan Tahun Baru

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:02

Kapolri: Jangan Baperan Sikapi No Viral No Justice

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:28

Pramono Tebus 6.050 Ijazah Tertunggak di Sekolah

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:17

Bareskrim Klaim Penyelesaian Kasus Kejahatan Capai 76 Persen

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:05

Bea Cukai Pecat 27 Pegawai Buntut Skandal Fraud

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:22

Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:19

Jakarta Sudah On The Track Menuju Kota Global

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya