Berita

Fuad Bawazier/Net

Publika

Jalan Tengahnya Kejar Herd Immunity Secepatnya

SELASA, 27 JULI 2021 | 10:20 WIB | OLEH: FUAD BAWAZIER

SEJUJURNYA, tidak mudah bagi Pemerintah untuk menyatukan strategi memerangi pandemi Covid-19, khususnya antara penganut mazhab healthy first versus economy/business first. PPKM Darurat, atau PPKM level 4, atau apapun namanya yang sejenis dengan itu, telah diambil Pemerintah sebagai upaya kompromi atau jalan tengah.

Sejujurnya, saya tidak paham apa itu PPKM level 1, 2, 3, 4. Apalagi jika diembel-embeli dengan “darurat atau moderat”. Saya juga tidak yakin masyarakat paham dengan makna makna itu. Dasar undang undangnya, kata ahli hukum, juga tidak ada. Ruwet, ruwet, dan ruwet.

Yang saya pahami, Pemerintah jelas sedang berusaha untuk mengatasi Pandemi Covid tapi tanpa menerapkan UU No 5 tentang Karantina Wilayah, khawatir tidak mampu menanggung ongkosnya.  

Pada hemat kami, tenaga kesehatan (Nakes) adalah penganut mazhab kesehatan, yaitu mengutamakan pemberantasan sebab-sebab atau sumber wabah. Apalagi Nakes berada di garis depan dan telah banyak yang gugur dalam tugasnya.

Ditengarai, pada umumnya Pemda bersama Nakes berada di kubu prokesehatan atau penyelamatan nyawa.

Sementara banyak para pengambil keputusan akhir di Pusat ditengarai lebih miring ke mazhab untuk mengatasi akibat-akibat pandemi terhadap bisnis, yaitu upaya penyelamatan ekonomi.

Para pengusaha yang terorganisir dalam Kadin, Apindo, asosiasi bisnis dsb tentu saja pro pada mazhab ekonomi. Mereka terancam rugi, bangkrut, PHK, gagal bayar utang, dll.

Kedua pendukung mazhab yang “berhadap-hadapan” itu tidak ada yang puas dengan kebijakan jalan tengah itu. Meskipun tidak ada mazhab yang ekstrem, semua takut mati.

Yang kaya takut mati Covid ataupun bangkrut, dan yang miskin takut mati kelaparan ataupun Covid. Toh Pemerintah atau Presiden harus mengambil keputusan sesuai dengan pertimbangan dan keyakinannya. Belum tentu bisa memuaskan semua pihak.

Di negeri demokrasi, logis saja adanya kritik dan silang pendapat yang demikian itu. Pemerintah tidak perlu memaki-maki atau menuduh macam-macam kepada yang berbeda pendapat atau tidak setuju dengan keputusan pemerintah PPKM atau apapun namanya.

Artinya, meskipun ada perbedaan pendapat, keputusan apapun yang diambil wajib ditaati kita semua. Kenapa? Karena yang demikian itu lebih baik dari pada masyarakatnya jalan sendiri-sendiri.

Di tengah kontroversi itu -terjadi di semua negara, tentu masih ada ruang-ruang perbaikan yang bisa dilakukan Pemerintah. Khususnya untuk mengatasi kekecewaan kedua mazhab itu.

Yaitu Pemerintah harus ngebut menyiptakan herd immunity. Peningkatan kemampuan vaksinasi massal harus benar-benar terwujud. Target 3 juta dosis per hari harus segera diwujudkan. Kerahkan semua sumber daya yang ada termasuk TNI-Polri untuk mewujudkan vaksinasi 3 juta per hari.

Dengan penduduk Indonesia yang katakanlah 275 juta dan masing-masing harus divaksin minimal dua kali, berarti akan ada vaksinasi 550 juta kali. Untuk Nakes sudah diputuskan 3 kali vaksin.

Meski dalam teori menuju herd immunity cukup 70% penduduk yang divaksin, saya pikir akan lebih aman jika 100% penduduk divaksin.

Bila sudah tercipta herd immunity, semua kalangan InsyaAllah akan puas, tenang, dan kembali normal (baru), dan APBN bisa terkendali.

Tidak ada lagi gontok-gontokan di masyarakat termasuk antara petugas penegak aturan dengan masyarakat, ataupun pakar ini itu dengan pejabat itu ini.

Pertanyaannya, seberapa lama Pemerintah mampu merealisasikan vaksinasi untuk 3 juta orang per hari? Harus bisa, harus mampu. Karena InsyaAllah inilah solusinya.

Karena itu Pemerintah harus mampu menjelaskan dan meyakinkan ke publik tentang target herd immunity ini. Yakinkan bahwa Pemerintah mampu merealisasikannya.

Publik termasuk pelaku pasar dan investor perlu kejelasan akan terciptanya herd immunity ini. Lebih lebih setelah adanya pernyataan-pernyataan WHO dan para pakar bahwa virus ini kemungkinan besar akan berada bersama kita untuk beberapa tahun ke depan.

Dan ingat pula bahwa semakin berlarut-larut kita mengatasi wabah ini akan semakin mahal ongkosnya dan semakin menurunkan wibawa pemerintah.

Penulis adalah Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan VII dan anggota MPR RI 1999-2009

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Anis Matta hingga Fahri Hamzah Hadir di Pelantikan Pengurus Partai Gelora 2024-2029

Sabtu, 22 Februari 2025 | 15:31

Fitur Investasi Emas Super Apps BRImo Catatkan Transaksi Rp279,8 miliar

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:48

Adian Napitupulu hingga Ahmad Basarah Merapat ke Rumah Megawati

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:35

Muslim LifeFair Bantu UMKM Kota Bekasi Naik Kelas

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:28

AS Ancam Cabut Akses Ukraina ke Starlink jika Menolak Serahkan Mineral Berharga

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:12

Kapolri Terbuka dengan Kritik, Termasuk dari Band Sukatani

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:58

Himbara Catat Kinerja Solid di Tengah Dinamika Ekonomi Global

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:56

Mendagri: Kepala Daerah Bertanggung Jawab ke Rakyat, Bukan Partai

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:21

Jual Ribuan Konten Porno Anak Via Telegram, Pria Ini Diringkus Polisi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:11

Trump Guncang Pentagon, Pecat Jenderal Brown dan 5 Perwira Tinggi Sekaligus

Sabtu, 22 Februari 2025 | 12:36

Selengkapnya