Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo/Net
ESKALASI soal konstelasi suksesi 2024 beberapa waktu sempat menghentak. Telunjuk terarah pada sosok Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah periode kedua, dan juga Ketua Kagama.
Adalah ciutan Bambang Wuryanto, yang tak lain kawan satu perahu Ganjar di PDI Perjuangan. Bambang Wuryanto yang akrab dipanggil Pacul menjadi sentral karena posisinya sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah.
Bambang Pacul sempat berang, maaf ini mereduksi statmennya yang dilansir sejumlah media, di sana tampak Pacul memang memberi warning khusus. Ganjar dinilai kebablasan terkait syahwat politiknya untuk ikut menebar pesona menjadi calon Presiden. Setali tiga uang, patron Bambang Pacul memberi isyarat serupa, yakni memberi pesan agar pemimpin tak sekadar tebar pesona di Medsos.
Pemimpin yang sesungguhnya adalah mereka yang berkeringat di lapangan, bukan menjadi selebrita di media sosial. Kalimat ini terucap langsung dari Puan Maharani, putri Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Sukarno Putri. Gawat, kalau sudah begini. Karena mencoba mengkalkulasi di sini, sentilan Puan pasti berkorelasi dengan warning Bambang Pacul.
Ada benang merah yang erat pernyataan Bambang Pacul dan juga sentilan Puan. Puan yang sekarang juga Ketua DPR RI ini menjadi legislator berangkat dari Dapil VII Jaten, persisnya teritorial Solo Raya. Wilayah ini adalah kendali Bambang Wuryanto sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah. Karenanya ketika momentum pengarahan Puan di Panti Marhen muncul kontroversi semacam itu jelas ini memberi pesan ada sesuatu di sana.
Nah, catatan saya ini akan lebih banyak membeber beberapa sisi yang menjadi pisau kita untuk menilik lebih jernih. Pertama ada hal penting yang ingin saya sampaikan, bahwa selama ini saya termasuk orang yang suka mengkritisi Ganjar, terutama dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Beberapa catatan saya di Kolom ini ‘Catatan Jayanto’ juga mengangkat tentang kebijakan atau pun langkah lurahnya Jawa Tengah ini.
Dalam pengamatan dan penilaian saya Ketua Kagama ini memang mempunya kepiawaian soal berkomunikasi. Retorikanya apik, gestur ketika bicara simpatik, pendek kata soal penampilan tokoh rambut perak ini punya keunggulan.
Kalau soal prestasi membangun Jateng raport yang saya berikan pas pasan saja. Karena dibandin gubernur pendahulunya, Bibit Waluyo menilik dari indikator dari BPS Jateng sang mantan Pangkostrad masih lebih kinclong.
Sayang komunikasi Bibit Waluyo tidak mendukung kinerja yang dimilikinya. Gaya bicaranya yang ‘clemang clemong’ membuat Jendral Bintang Tiga ini babak belur di media. Kasus Saripetojo, BUMD di Surakarta yang berpolemik dengan Joko Widodo ketika itu termasuk hot topik yang melegenda. Kasus itu juga yang ikut membuat Joko Widodo mendapat simpati publik karena opini berpihak padanya.
Kasus lain yang membuat Bibit Waluyo ‘klenger’ adalah soal Kuda Lumping. Dalam sebuah perhelatan penyaji Kuda Lumping kostumnya ala kadar saja. Sang Gubernur berang, tapi media setengah memlintir dan jadilah polemik.
Dari dua hal di atas, sebenarnya tak ada yang salah dengan sikap dan pernyataan Bibit Waluyo. Namun sikap publik dan logika yang terjadi seringkali tidak sejalan dengan realitas, apalagi di era disrupsi seperti sekarang.
Nah, kali ini Ganjar mendapat berkah dan juga simpati publik serupa. Dalam konteks bermedsos, juga menghadirkan sosoknya sedemikian rupa melalui media maya itu tidak ada yang salah dengan langkah Ganjar. Kali ini saya memberi apresiasi dan bersimpati dengan cara Ganjar menyikapi warning Bambang Pacul dan Puan Maharani.
Tak seperti biasa pendekar rambut perak yang kerap demonstratif dengan gestur penthalitan mencari perhatian, sekarang nampak santun juga wise. Jujur saya kaget, surprise dan senang dengan perubahan paradigma gaya berkomunikasi di media sosialnya. Melihat tayangan youtubenya soal Covid muncul simpati dan pesan moral yang elok di situ.
Karenanya saya ingin memberikan congratulation untuk sang Gubernur mileneal ini atas apa yang sampean berikan kepada publik. Inilah sebuah pelajaran demokrasi, dan juga menyikapi perbedaan pendapat yang elegan dalam konteks menata peradaban baru. Saya berpikir publik punya persepsi yang bisa jadi sejalan dengan apa yang menjadi narasi ini.
Selamat Datang (calon) Presiden 2024. Broe, kali ini saya memberi atensi untuk sikap yang layak menjadi pelajara publik. Berelasi dan membangun narasi lewat media tidak bisa lugu, apalagi tampil polos tanpa kosmetik. Fenomena Presiden AS Donold Trump dengan blunder blundernya memberi pelajaran penting untuk kita.
Di belahan lain, kita juga bisa melihat bagaimana Vladimir Putin, kemudian Kim Jong Un melakukan hal yang sama. Atau di dalam negeri sendiri, publik sempat terkecoh dengan retorika Anies Baswedan yang begitu memikat. Ahok adalah representasi Bibit Waluyo dalam konteks DKI Jakarta. Publik boleh jadi sepakat prestasi tokoh asal Belitung itu sangat kinclong. Tapi dia tokh tersungkur menghadapi akademisi yang tak memiliki reputasi di jagad birokrasi Anies Baswedan.
Analogi ini saya ingin sekali lagi menggarisbawahi fenomena Ganjar vs Bambang Pacul. Saya melihat Ganjar benar benar belajar dari kasus ini. Andai koreksi atas attitude dan personality anak polisi asal Kutoarjo ini bisa terus dilecut, dia akan lahir dengan Ganjar baru yang lebih simpatik. Sekali lagi its only the beginning brow, momentum sekarang di tangan anda.
Kerja kerja kerja, jangan sampai membuat blunder. Ini PDI Perjuanan Bung, apalagi sampean sudah ada di kandangnya.
Penulis adalah Pemimpin Umum RMOL Jateng, Pokja Hukum Dewan Pers, Ketua Jaringan Media Siber (JMSI), Dewan Pertimbangan dan Dosen Universitas Negeri Semarang. Artikel ini pendapat pribadi yang tidak mewakili organisasi.