Berita

Menko Polhukam, Mahfud MD/Repro

Politik

Mahfud Kesal Dituding Demokrat Jadi Dalang Penghapusan Pasal Penghinaan Presiden

RABU, 09 JUNI 2021 | 17:55 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Kritik politisi Partai Demokrat, Benny K. Harman soal pasal penghinaan presiden dalam Rancangan KUHP, ditanggapi Menko Polhukam, Mahfud MD.

Dalam akun Twitternya, Mahfud mengungkapkan kekesalan terhadap tuduhan yang menuding dirinya sebagai dalang penghapusan pasal penghinaan presiden di dalam R-KUHP yang sedang dibahas saat ini.

Benny K. Harman sebelumnya menyebutkan, Mahfud saat menjadi Ketua MK menghapus pasal penghinaan presiden.

Sebagai buktinya, anggota Komisi III DPR itu menyinggung upaya Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010 yang kala itu masih menjadi Presiden, ingin melaporkan orang yang menghinanya dengan ungkapan "kerbau". Tapi tidak bisa lantaran pasal tersebut sudah dicabut.

Mahfud dengan tegas membantah tudingan itu dengan memaparkan kronologi penghapusan pasal penghinaan presiden.

"Agak ngawur. Penghapusan pasal penghinaan kepada presiden dilakukan jauh sebelum saya masuk ke MK. Saya jadi hakim MK April 2008," kicau Mahfud, Rabu (9/6).

Mahfud juga menjelaskan, dalam pembahasan Rancangan KUHP beberapa tahun terakhir, DPR sudah memasukkan kembali pasal penghinaan presiden.

"Sebelum saya jadi Menko Polhukam, RKUHP sudah disetujui oleh DPR, tapi September 2019 pengesahannya ditunda di DPR. Karena sekarang di DPR, ya coret saja pasal itu. Anda punya orang dan fraksi di DPR," ujar Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud menerangkan proses legislasi terkait KUHP dimulai sejak pemerntahan mantan Presiden SBY.

"Isi RKUHP itu digarap lagi pada era SBY, mulai sejak zaman Menkumham Hamid Awaluddin dan seterusnya. Waktu itu (2005) saya anggota DPR. Menkumham memberitahu ke DPR bahwa pemerintah akan ajukan R-KUHP baru. Ketua Tim adalah Prof. Muladi yang bekerja di bawah pemerintahan SBY. Sejarahnya baru lewat," ucap Mahfud.

Pada tahun 2006, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Putusan MK itu bernomor 013-022/PUU-IV/2006.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Eko Darmanto Bakal Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Rp37,7 M

Senin, 06 Mei 2024 | 16:06

Fahri Hamzah: Akademisi Mau Terjun Politik Harus Ganti Baju Dulu

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Pileg di Intan Jaya Molor Karena Ulah OPM

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Gaduh Investasi Bodong, Pengamat: Jangan Cuma Nasabah, Bank Juga Perlu Perlindungan

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Tertinggi dalam Lima Tahun, Ekonomi RI di Kuartal I 2024 Tumbuh 5,11 Persen

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Parnas Tak Punya Keberanian Usung Kader Internal jadi Cagub/Cawagub Aceh

Senin, 06 Mei 2024 | 15:45

PDIP Buka Pendaftaran Cagub-Cawagub Jakarta 8 Mei 2024

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Dirut Pertamina: Kita Harus Gerak Bersama

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Banyak Pelanggan Masih Pakai Ponsel Jadul, Telstra Tunda Penutupan Jaringan 3G di Australia

Senin, 06 Mei 2024 | 15:31

Maju sebagai Cagub Jateng, Sudaryono Dapat Perintah Khusus Prabowo

Senin, 06 Mei 2024 | 15:24

Selengkapnya