Berita

Sidang kasus rasuah dengan terdakwa Adi Wahyono Dan Matheus Joko/RMOL

Hukum

Bukan Rp 11 Ribu, Vendor Diminta Fee Rp 21 Ribu Per Paket Bansos Oleh Anak Buah Juliari Batubara

SELASA, 08 JUNI 2021 | 23:28 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Permintaan fee yang dilakukan Juliari Peter Batubara saat menjabat sebagai Menteri Sosial melalui anak buahnya, Matheus Joko Santoso kepada vendor bantuan sosial (Bansos) sembako Covid-19 2020 di Kementerian Sosial (Kemensos) ternyata nilainya berbeda-beda.

Seperti Direktur dan pemilik PT Restu Sinergi Pratama, Dino Aprilianto mengaku diminta uang sebesar Rp 21 ribu per paket Bansos sembako Covid-19 oleh Joko yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan Bansos sembako Covid-19.

Hal itu diungkapkan Dino saat menjadi saksi di sidang untuk terdakwa Joko dan Adi Wahyono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (8/6).


Dalam keterangannya, saksi Dino mengaku menjadi vendor Bansos hanya dua tahap, yakni pada tahap 6 dan tahap 11.

Masing-masing tahap mendapatkan jatah kuota 50 ribu paket, sehingga total paket yang didapat sebesar 100 ribu paket dengan nilai kontrak sebesar Rp 30 miliar.

Dari kuota yang didapat itu, saksi Dino mengaku dimintai fee. Pada tahap 6 itu, Dino diminta fee sebesar Rp 21 ribu per paket Bansos sembako Covid-19.

Sedangkan pada tahap 11, Dino dimintakan fee oleh Joko sebesar Rp 27 ribu per paket bansos sembako Covid-19.

"Ya diminta, ini ada sekitar Rp 1.050.000.000 Karena memang ada komitmen tertentu untuk mendapatkan pekerjaan bansos ini," ujar saksi Dino.

Dari uang yang diminta itu, Dino menyerahkan uang tersebut secara langsung kepada Joko secara dua tahap. Yang pertama, uang sebesar Rp 650 juta, dan yang kedua sebesar Rp 400 juta.

"Sudah (diserahkan) ke Pak Joko langsung di Kantor Kementerian Sosial di Salemba. Di ruang ULP," kata Dino.

Penyerahan uang itu dilakukan setelah PT Restu Sinergi Pratama mendapatkan pembayaran atas pekerjaan bansos tersebut.

Dino pun mengaku bahwa kuota yang diterima pada tahap 6 tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh Joko.

"Saya harus memikirkan investor saya juga pak Jaksa. Karena waktu itu yang dijanjikan oleh Pak Joko adalah 100 ribu paket untuk tahap 6. Kenyataannya 50 ribu paket. Kita sudah belanja 100 ribu paket. Saya harus memikirkan 50 ribu paket ini lagi," ungkap Dino.

Dino mengaku memberikan uang kepada Joko dengan alasan sudah mendapatkan pekerjaan pengadaan bansos.

Dalam sidang ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat memutarkan rekaman telfon antara saksi Dino dengan terdakwa Joko. Akan tetapi di ruang sidang, suara rekaman tidak begitu jelas terdengar.

Dalam telfon itu kata Dino, Joko meminta penyerahan uang yang kedua kalinya yakni sebesar Rp 400 juta tadi menggunakan mata uang dolar Singapura. Akan tetapi, Dino mengaku tidak mengetahui kurs dolar Singapura. Sehingga, Dino tetap memberikan uang Rp 400 juta tersebut dalam mata uang rupiah.

Sehingga, untuk dua tahap penyerahan uang Rp 1.050.000.000 itu menggunakan mata uang rupiah.

Kemudian kata Dino, pada tahap 11, Joko meminta fee sebesar Rp 27 ribu per paket bansos sembako Covid-19. Akan tetapi, uang tersebut belum diserahkan karena Joko sudah keburu ditangkap oleh KPK.

"Tahap 11 ada (permintaan), tapi tidak terjadi. Beliau (Joko) sudah ketangkap," pungkas Dino.

Seperti diketahui, pada sidang sebelumnya, Senin (7/6), saat Joko menjadi saksi untuk terdakwa Juliari mengaku meminta fee komitmen dan fee operasional kepada para vendor.

Fee komitmen sebesar Rp 10 ribu per paket bansos sembako dan Rp 1 ribu untuk fee operasional Juliari saat menjabat sebagai Menteri Sosial beserta tim bansos dan kegiatan lainnya.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya