Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Hilangnya Pasar China Dari Australia Jadi Ancaman Bagi Para Petani Kapas Negeri Kanguru

SENIN, 31 MEI 2021 | 08:22 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Memburuknya hubungan bilateral antara China dan Australia menjadi ancaman tersendiri bagi para petani kapas di negeri kanguru.

Panen produksi kapas, yang dulunya bernilai 614 juta dolar AS setahun, sekarang berada dalam bahaya akibat hilangnya pasar China di tengah hubungan bilateral yang membeku antara kedua negara.
Kapas Australia, seperti produk pertanian lainnya termasuk anggur dan barley, semakin terdesak keluar dari pasar China -pasar terbesar mereka- karena ketegangan di antara keduanya tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.


Bahkan, India kini telah menggeser Australia dan menjadi eksportir kapas terbesar China pada April 2021, seperti dilaporkan Global Times, Minggu (30/5).

China Cotton Association mengatakan pada Kamis (28/5) bahwa pada bulan April, China mengimpor 78.800 ton kapas India, meningkat 66 persen dari bulan sebelumnya, dan meningkat 367 persen dari tahun sebelumnya.

Sementara kapas dari Australia, yang merupakan importir terbesar kedua untuk China, kini hanya menyumbang sekitar 5 persen dari 20 persen pada November 2019.

Penurunan penjualan juga mengkhawatirkan industri Australia. ABC News melaporkan pada Kamis bahwa kebangkitan industri telah dibayangi oleh hilangnya pasar terbesarnya, China.

"Mereka melihat tempat-tempat seperti Vietnam, Bangladesh, Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan, dan bekerja keras untuk masuk ke sana, mencoba menggantikan pembelian kapas dari pesaing seperti AS dan Brasil," menurut laporan itu.

Orang dalam industri kapas yang tidak ingin disebut namanya mengatakan kepada Global Times  bahwa penurunan dari Australia sebagian disebabkan oleh cadangan kapas yang cukup dan perubahan permintaan.

Tetapi dia mengatakan itu juga tak lepas dari kehati-hatian pabrik pemintalan China terhadap kapas dari Australia saat ini, mengingat perselisihan politik, dan pembelian di masa depan bergantung pada hubungannya dengan China.

Produk pertanian Australia lainnya, termasuk anggur dan barley telah merasakan sakitnya hubungan yang memburuk antara kedua negara.

Perekonomian Australia sangat bergantung pada China. Selama 12 tahun terakhir, China telah menjadi mitra dagang terbesar Australia, dan China adalah tujuan ekspor terbesar Australia, tetapi dalam dua tahun terakhir, pemerintahan Morrison telah mencoba untuk mengurangi ketergantungannya pada China.

AFP
melaporkan bahkan banyak orang di Canberra percaya bahwa sanksi China adalah hukuman bagi Australia yang mendorong kembali operasi pengaruh Beijing di negara itu.

"Namun, setiap pemungutan tarif memiliki alasannya sendiri, tetapi Australia selalu mengaitkannya dengan perselisihan politik, memainkan citra korban untuk simpati," kata Yu Lei, kepala peneliti di pusat penelitian untuk negara-negara pulau Pasifik di Universitas Liaocheng di China Timur.

"Mereka membuat China jijik," kata Yu.

Sebelumnya pada bulan Mei, perencana ekonomi terkemuka China mengumumkan bahwa mereka menangguhkan tanpa batas waktu semua kegiatan di bawah Dialog Ekonomi Strategis China-Australia, menandai pertama kalinya mekanisme diplomatik antara kedua negara dibekukan setelah hubungan bilateral yang memburuk.

Langkah itu dilakukan setelah pemerintah federal Australia, dalam apa yang dipandang sebagai tindakan provokatif terhadap China, menggunakan apa yang disebut undang-undang untuk mencabut perjanjian yang ditandatangani antara negara bagian Victoria dan China dalam kesepakan Belt and Road Initiative (BRI).

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

2.700 Calon Jemaah Haji Jember Mulai Berangkat 20 Mei 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:49

Bertahun Tertunda, Starliner Boeing Akhirnya Siap Untuk Misi Awak Pertama

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:39

Pidato di OECD, Airlangga: Indonesia Punya Leadership di ASEAN dan G20

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:27

Jokowi: Pabrik Baterai Listrik Pertama di RI akan Beroperasi Bulan Depan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:09

Keputusan PDIP Koalisi atau Oposisi Tergantung Megawati

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:49

Sri Mulyani Jamin Sistem Keuangan Indonesia Tetap Stabil di Tengah Konflik Geopolitik Global

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:40

PKB Lagi Proses Masuk Koalisi Prabowo-Gibran

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:26

Menko Airlangga Bahas 3 Isu saat Wakili Indonesia Bicara di OECD

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:11

LPS: Orang yang Punya Tabungan di Atas Rp5 Miliar Meningkat 9,14 Persen pada Maret 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:58

PKS Sulit Gabung Prabowo-Gibran kalau Ngarep Kursi Menteri

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:51

Selengkapnya