Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Polusi Udara Penyebab Tingginya Kematian Dini Di India Dan Meruginya Sektor Bisnis Hingga Ratusan Miliar Setahun

KAMIS, 22 APRIL 2021 | 09:53 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Para peneliti di Dalberg Advisors  mengatakan, udara beracun yang mencekik kota-kota di India tak hanya membunuh ratusan ribu orang di sana, tapi lebih jauh lagi itu telah membawa beban ekonomi yang suram bagi perusahaan-perusahaan negara itu. Tak main-main, angkanya menyentuh hingga sekitar 95 miliar dolar AS setahun.

Polusi udara mempersingkat kehidupan di seluruh dunia rata-rata hampir tiga tahun, dan menyebabkan jutaan kematian dini setiap tahun. India adalah salah satu negara yang paling parah terkena dampak, dengan banyak kawasan yang sering diselimuti kabut partikel berbahaya.

Studi Beban Global Penyakit Lancet memperkirakan polusi menyebabkan sekitar 1,7 juta kematian dini di India pada 2019 - hampir 18 persen dari semua kematian di negara itu.

Berdasarkan hal ini, analisis baru oleh perusahaan konsultan Dalberg Advisors menemukan bahwa ketidakhadiran terkait polusi, hilangnya produktivitas, pengurangan pengeluaran konsumen dan turis semuanya menambah kerugian bisnis India 95 miliar dolar AS setahun, kira-kira tiga persen dari produk domestik bruto negara itu.

“Udara bersih adalah prasyarat bagi bisnis untuk berkembang,” kata Direktur Dalberg Asia Gaurav Gupta, seperti dikutip dari India Times, Rabu (21/4).

“Para pemimpin industri harus lebih merasa memiliki dan menjadi pendukung dalam gerakan untuk udara yang lebih bersih,” lanjutnya.

Tahun-tahun kerja yang hilang dari ratusan ribu kematian dini diperkirakan merugikan ekonomi India 44 miliar dolar AS pada 2019, menurut laporan itu, yang ditugaskan oleh Clean Air Fund, sebuah organisasi filantropi.

Di luar itu, Dalberg mengatakan efek polusi pada kesehatan pekerja India berarti mereka mengambil 1,4 miliar hari sakit setahun, yang mereka katakan berarti kehilangan pendapatan sekitar 6 miliar dolar AS.

Dalam laporannya, Dalberg juga mengatakan bahwa mereka yang terus bekerja mungkin telah mengurangi kinerja kognitif dan fisik yang memengaruhi produktivitas mereka, menurunkan pendapatan bisnis hingga 24 miliar dolar AS.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa udara beracun menghalangi orang untuk keluar rumah ,  menekan pengeluaran konsumen dan pada akhirnya merugikan bisnis 22 miliar dolar AS dalam pendapatan yang hilang.

Banyak perkiraan didasarkan pada analisis Dalberg tentang sektor TI India, yang dikatakan terpengaruh secara tidak proporsional, kehilangan 1,3 miliar dolar AS - sekitar satu persen dari nilai sektor - karena hilangnya produktivitas akibat polusi per tahun.

Jika polusi udara terus meningkat pada tingkat yang diproyeksikan saat ini, laporan tersebut mengatakan angka ini bisa hampir dua kali lipat pada tahun 2030.

Pada bulan Februari, sebuah studi di jurnal Environmental Research memperkirakan bahwa polusi bahan bakar fosil menyebabkan lebih dari delapan juta kematian dini pada tahun 2018 - hampir seperlima dari kematian orang dewasa di seluruh dunia.

Separuh dari mereka yang meninggal berada di China dan India.

Campuran racun dari partikel-partikel kecil yang dibuang oleh pembakaran minyak, gas dan terutama batu bara bertanggung jawab atas seperempat atau lebih kematian di setengah lusin negara, semuanya di Asia.

Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan bahwa polusi udara - termasuk di dalam ruangan - membunuh tujuh juta orang per tahun, dengan 4,2 juta di antaranya meninggal karena polusi di sekitarnya, atau di luar ruangan. Tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa hal itu meremehkan dampaknya pada penyakit kardiovaskular.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

2.700 Calon Jemaah Haji Jember Mulai Berangkat 20 Mei 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:49

Bertahun Tertunda, Starliner Boeing Akhirnya Siap Untuk Misi Awak Pertama

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:39

Pidato di OECD, Airlangga: Indonesia Punya Leadership di ASEAN dan G20

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:27

Jokowi: Pabrik Baterai Listrik Pertama di RI akan Beroperasi Bulan Depan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:09

Keputusan PDIP Koalisi atau Oposisi Tergantung Megawati

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:49

Sri Mulyani Jamin Sistem Keuangan Indonesia Tetap Stabil di Tengah Konflik Geopolitik Global

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:40

PKB Lagi Proses Masuk Koalisi Prabowo-Gibran

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:26

Menko Airlangga Bahas 3 Isu saat Wakili Indonesia Bicara di OECD

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:11

LPS: Orang yang Punya Tabungan di Atas Rp5 Miliar Meningkat 9,14 Persen pada Maret 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:58

PKS Sulit Gabung Prabowo-Gibran kalau Ngarep Kursi Menteri

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:51

Selengkapnya