Berita

Presiden Xi Jinping pada upacara sambutan di Balai Agung Rakyat, di Beijing, Tiongkok, pada 25 Oktober 2019/Net

Dunia

Kehadiran Xi Jinping Di KTT Iklim Bawa Sinyal Positif Hubungan China-AS, Sekaligus Ujian Besar Pemerintahan Biden

KAMIS, 22 APRIL 2021 | 07:21 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden akan bertemu untuk pertama kalinya pada Kamis (22/4) dalam pertemuan KTT perubahan iklim, sejak Biden pertama kali menjabat sebagai presiden pada Januari lalu.

Bagi para pengamat, kehadiran Xi bisa melepaskan ‘isyarat niat baik’ untuk hubungan AS-China yang saat ini sedang menghadapi tantangan besar. Namun, bagi Biden itu akan menjadi ujian besar pemerintahannya, menimbulkan keraguan atas perannya sebagai pemimpin global dalam perubahan iklim dan mempertanyakan niat sebenarnya.

Kehadiran Xi dalam KTT iklim dikonfirmasi oleh Kementerian Luar Negeri China pada Rabu (21/4) pagi waktu setempat. Disebutkan pula bahwa presiden China itu akan menyampaikan pidato penting melalui tautan video dari Beijing.

Pakar China menganggap kehadiran Xi sebagai langkah yang mengirimkan sinyal positif untuk hubungan China-AS.

“AS mencoba memaksa China untuk lebih memajukan jadwal puncak emisi karbon, yang merupakan ‘hegemoni’ murni,” kata Wang Yiwei, direktur Pusat Studi Eropa di Universitas Renmin China, seperti dikutip dari Global Times, Rabu (21/4).

“Agenda Biden mengusulkan untuk mencegah suhu global rata-rata naik di atas 1,5 C, yang berbeda dari level maksimum 2 C di bawah Perjanjian Paris, menandakan niat nyata pemerintah AS untuk menulis ulang konsensus yang dicapai dan menekan negara-negara berkembang lainnya untuk meningkatkan upaya pengurangan emisi,” katanya.

Menjelang KTT yang dipimpin AS, UE mencapai kesepakatan iklim tentatif yang akan membuat blok 27 negara netral iklim pada tahun 2050, menurut AP.

Ini juga berkomitmen untuk target menengah pengurangan emisi gas rumah kaca setidaknya 55 persen pada tahun 2030 dibandingkan dengan tingkat tahun 1990.

Sementara itu, China telah menetapkan target dan peta jalannya sendiri untuk mencapai target iklimnya dengan mencapai puncak emisi karbonnya pada tahun 2035 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060.

Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng sudah menunjukkan bahwa dalam hal respons iklim, China memang berada pada tahap yang berbeda dari AS dan negara-negara Eropa maju.

“Kami masih siswa sekolah dasar, sedangkan AS dan negara maju lainnya sudah duduk di bangku sekolah menengah,” kata Le.

Dalam laporannya, Global Times mencatat bahwa ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa China sudah berusaha sekuat tenaga. Misalnya, dari merealisasikan puncak emisi karbon hingga netralitas karbon, dibutuhkan waktu 30 tahun, tetapi AS akan membutuhkan 43 tahun untuk tujuan yang sama. Sementara itu, negara-negara maju telah menyebabkan sebagian besar akumulasi historis karbon dioksida di atmosfer.

Para pengamat juga mencatat bahwa China dan Uni Eropa mewaspadai kecenderungan AS menggunakan masalah iklim sebagai alat politik untuk mempertahankan status hegemoniknya.

“Topik tersebut telah sangat dipolitisasi oleh AS, menyebabkan China dan UE menjadi sangat waspada terhadap niat strategis AS yang sebenarnya,” kata Wang, mengutip pertemuan para pemimpin China-Prancis-Jerman pekan lalu, yang menentang eksploitasi perubahan iklim.

Profesor Institut Hubungan Internasional Universitas Urusan Luar Negeri China, Li Haidong mengatkan bahwa  kehadiran Xi menandakan bahwa kerja sama antara China dan AS adalah sesuatu yang menjadi tujuan utamanya.

“Agenda perang global melawan perubahan iklim tidak boleh diputuskan oleh AS, dan perlu bagi China untuk mempresentasikan solusinya kepada negara lain untuk mengevaluasi mana yang terbaik untuk kepentingan mereka sendiri,” katanya.

“Kehadiran pemimpin tertinggi China dapat meyakinkan negara lain karena dunia sangat membutuhkan suara yang kuat tentang masalah ini,” kata Li.

Biden telah mengundang 40 pemimpin dunia untuk menghadiri KTT iklim yang akan dibuka pada hari Kamis (22/4), yang bertepatan dengan Hari Bumi, dalam upaya untuk mengembalikan AS ke garis depan dalam upaya global dalam menangani perubahan iklim.

Populer

Gempa Megathrust Bisa Bikin Jakarta Lumpuh, Begini Penjelasan BMKG

Jumat, 22 Maret 2024 | 06:27

KPK Lelang 22 iPhone dan Samsung, Harga Mulai Rp575 Ribu

Senin, 25 Maret 2024 | 16:46

Pj Gubernur Jawa Barat Dukung KKL II Pemuda Katolik

Kamis, 21 Maret 2024 | 08:22

KPK Diminta Segera Tangkap Direktur Eksekutif LPEI

Jumat, 22 Maret 2024 | 15:59

Bawaslu Bakal Ungkap Dugaan Pengerahan Bansos Jokowi untuk Menangkan Prabowo-Gibran

Rabu, 27 Maret 2024 | 18:34

Connie Bakrie Resmi Dipolisikan

Sabtu, 23 Maret 2024 | 03:11

KPK Lelang Gedung Lampung Nahdiyin Center

Selasa, 26 Maret 2024 | 10:12

UPDATE

Pasca Penangkapan NW, Polda Sumut Ramai Papan Bunga

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:58

Mahfud Kutip Pernyataan Yusril Soal Mahkamah Kalkulator, Yusril: Tidak Tepat!

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:50

Namanya Diseret di Sidang MK, Jokowi Irit Bicara

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:43

Serukan Penegakan Kedaulatan Rakyat, GPKR Gelar Aksi Damai di Gedung MK

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:39

4 Perusahaan Diduga Kuat Langgar UU dalam Operasional Pelabuhan Panjang

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:29

Rahmat Bagja Bantah Kenaikan Tukin Bawaslu Pengaruhi Netralitas di Pemilu 2024

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:21

Ketum JNK Dukung Gus Barra Maju Pilbup Mojokerto Periode 2024-2029

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:13

Serahkan LKPD 2023 ke BPK, Pemprov Sumut Target Raih WTP ke 10

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:04

Demi Kenyamanan, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kamis, 28 Maret 2024 | 21:00

Paskah 2024, Polda Sumut Tingkatkan Pengamanan

Kamis, 28 Maret 2024 | 20:53

Selengkapnya