Berita

Presiden Recep Tayyip Erdogan/Net

Dunia

Erdogan Mundur Dari Perjanjian Eropa Tentang Kesepakatan Kekerasan Terhadap Perempuan

SABTU, 20 MARET 2021 | 13:15 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Turki menarik diri dari kesepakatan internasional tentang perlindungan perempuan. Kabar itu disiarkan pada Sabtu (20/3) oleh media pemerintah Turki.

Belum ada penjelasan resmi tentang alasan Turki mundur dari kesepakatan yang dirancang untuk melindungi perempuan, sementara para pegiat terus-terusan menggencarkan kampanye perang melawan kekerasan rumah tangga.

Para pejabat di Partai AK yang berkuasa di Turki pernah mengatakan pada tahun lalu bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mundur di tengah perselisihan tentang bagaimana mengekang kekerasan yang meningkat terhadap perempuan.


Kesepakatan Dewan Eropa, yang dibentuk di Istanbul, berjanji untuk mencegah, menuntut dan menghapus kekerasan dalam rumah tangga dan mempromosikan kesetaraan.

Menteri Kebijakan Keluarga Perburuhan dan Sosial, Zehra Zumrut, mengatakan  di Twitter bahwa jaminan hak-hak perempuan adalah regulasi yang ada dalam anggaran rumah tangga pemerintahan dan konstitusi Turki.

"Sistem peradilan kami dinamis dan cukup kuat untuk menerapkan peraturan baru sesuai kebutuhan,” kata Zehra Zumrut, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (20/3).

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengutuk kekerasan terhadap perempuan. Baru-baru ini ia mengatakan, pemerintahnya akan bekerja untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan.

Keputusan Erdogan muncul setelah dia meluncurkan reformasi peradilan bulan ini yang menurutnya akan meningkatkan hak dan kebebasan, dan membantu memenuhi standar UE.

Turki telah menjadi kandidat untuk bergabung dengan blok itu sejak 2005, tetapi pembicaraan akses telah dihentikan karena perbedaan kebijakan dan catatan hak asasi manusia yang dimiliki Ankara.

Selain Turki, Polandia juga menyatakan mundur dari kesepakatan itu. Pengadilan tertinggi Polandia memeriksa pakta tersebut setelah seorang anggota kabinet mengatakan Warsawa harus keluar dari perjanjian yang dianggap terlalu liberal oleh pemerintah nasionalis.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya