Berita

Diskusi virtual tentang krisis Myanmar Sabtu 13 Maret 2021/Repro

Dunia

Krisis Myanmar, Pengamat: Negosiasi Bukan Langkah Ideal Karena Semesti Yang Curang Yang Harus Mundur

SABTU, 13 MARET 2021 | 12:39 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Dalam melihat perkembangan krisis Myanmar, posisi yang sebaiknya diambil oleh Indonesia adalah melihat peluang terbaik untuk menyelesaikan konflik. Hal itu ada pada kemauan dari semua pihak yang terlibat untuk bernegosiasi.  

Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Shofwan Al Banna, mengungkapkan bahwa tentu saja langkah negosiasi bukan langkah yang ideal. Namun, untuk saat ini memang itu satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik.

"Tentunya ini tidak ideal ya. Karena idealnya kan sudah jelas aturannya seperti apa, yang curang siapa, dan seterusnya. Jadi yang curang ya sebaiknya mengembalikan atau lebih jauh lagi melakukan reformasi demokratis dengan lebih serius," kata Shofwan dalam diskusi virtual, Sabtu (13/2) yang diselenggarakan oleh Populi Center dan Smart FM.


"Kita semua tidak hidup di dunia ideal, kita hidup itu di dunia nyata dimana motivasi dari para aktor itu sangat beragam," lanjutnya.
 
Posisi yang dihadapi Indonesia sama dengan posisi yang diambil oleh hampir semua negara di Asean. Dalam acara virtual meeting yang dilakukan perwakilan ASEAN termasuk Indonesia dan ada juga perwakilan dari junta  Myanmar, semua menyatakan ketidaksukaannya terhadap apa yang terjadi.

Mereka semua sepakat bahwa kudeta ini bukan hal yang baik harus ditunjukkan karena bertentangan dengan nilai-nilai yang disepakati ASEAN terutama dalam penggunaan kekerasan yang mematikan.

"Namun, di saat yang bersamaan ketika mereka ditanya 'kalau begitu apa yang akan dilakukan ASEAN'. Intervensi? Tentu sejauh ini belum ada itu di meja. Tidak ada opsi itu. Kenapa, karena saya kira memang secara rasional juga susah untuk melihat intervensi sebagai solusi bagi persoalan ini," kata Shofwan.

Menyingkirkan kekuatan non demokratis dan intervensi militer ini seringkali tidak terjadi dengan lancar. Shofwan mengutip apa yang terjadi di Irak atau di Libya.

"Agak sulit baik secara rasional maupun konseptor untuk mengharapkan adanya semacam intervensi militer secara langsung. Walaupin sejak awal ada narasi itu," ujar Shofwan.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya