Berita

Ilustrasi/Net

Nusantara

163 Kasus Kekerasan Perempuan Dan Anak Terjadi Di Lampung Sepanjang 2020

JUMAT, 12 MARET 2021 | 14:25 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Data yang dirilis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung cukup membuat miris. Bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak masih cukup banyak terjadi.

Bahkan angka tersebut dinilai belum cukup untuk menggambarkan kondisi sebenarnya. Karena diduga ada banyak korban yang tidak melaporkan kekerasan yang dialaminya.

LBH Bandarlampung mencatat ada 163 kasus kekerasan perempuan dan anak sepanjang 2020. Dari jumlah itu, korban berjumlah 199 orang dengan 158 pelaku.


"Itu semua berdasarkan data hasil pemantauan kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak sepanjang 2020 di Provinsi Lampung dan terdapat perbedaan angka antara jumlah kasus, pelaku, dan korban," ujar Direktur LBH Bandarlampung Chandra Muliawan saat dihubungi Kantor Berita RMOLLampung, Jumat (12/3).

Ia mengatakan, jumlah korban yang melebihi jumlah kasus dan pelaku disebabkan karena ada kasus yang pelakunya melakukan kekerasan kepada beberapa korban sekaligus.

"Satu korban bisa saja mengalami banyak bentuk kekerasan atau yang disebut dengan kekerasan berlapis," tambahnya.

Menurut Chandra, sebagian besar korban berada di bawah umur, yakni rentang usia 3-18 tahun.

"Berdasarkan data tersebut juga didapati bahwa pelaku kekerasan ialah orang dewasa yang berusia 19 sampai dengan di atas 40 tahun. Kemudian mayoritas pelaku ialah orang terdekat dari korban dengan latar belakang orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan (pengangguran)," ucap Chandra.

Bentuk kekerasan yang dialami korban di Provinsi Lampung di antaranya kekerasan psikis, kekerasan fisik, trafficking, dan kasus kekerasan seksual.

"Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang paling banyak terjadi di Lampung. Yakni pencabulan, intimidasi seksual, termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pelecehan seksual," paparnya.

Ia juga menilai bahwa angka-angka tersebut belum cukup untuk menggambarkan bagaimana keadaan yang sesungguhnya di masyarakat.

"Karena banyak korban yang tidak hanya mengalami kerugian secara fisik semata, namun juga dampak psikis yakni trauma, stigma keluarga, dan ketiadaan kepercayaan kepada penegak hukum kerap kali menghalangi korban untuk berupaya mencari keadilan dengan melaporkan kejadiannya tersebut kepada aparat," tutupnya.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya