Berita

Kelompok kriminal bersenjata Papua/Net

Politik

Pakar Humaniter: Pemerintah Jangan Ragu Lakukan Operasi Militer Pada KKB Di Papua

SABTU, 20 FEBRUARI 2021 | 05:59 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Pemerintah RI diminta untuk tidak ragu melakukan operasi militer ke daerah Intan Jaya selain demi melindungi penduduk sipil dari teror kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Pakar hukum humaniter dari Universitas Katolik Parahyangan, Liona Nanang Supriatna menyebutkan, teror KKB belakangan juga semakin massif dilancarkan pada aparat TNI dan Polri.

"Pemerintah tidak perlu ragu dan takut atau kuatir akan mendapat reaksi dan atau tekanan internasional, karena kasus gerakan teror yang dilakukan oleh KKB di Papua umumnya dan khususnya yang melanda daerah Intan Wijaya baru-baru ini adalah murni merupakan masalah dalam negeri negara Indonesia," ujar Liona, Jumat (19/2).

"Tidak ada satupun negara di dunia yang dapat melakukan intervensi urusan dalam negeri negara lain," imbuh President The Best Lawyers Indonesia (BLCI).
 
Kata dia, tindakan tegas dan terukur yang selama ini dilakukan terhadap kelompok yang dianggap intoleran merupakan prestasi tersendiri dari pemerintahan Presiden Jokowi.

Demikian juga seharusnya dapat melakukan tindakan yang sama, tegas dan terukur terhadap KKB berserta organisasi underbownya di Papua khususnya dan umumnya di Indonesia.

"Baik itu yang ada dilingkungan kampus, pemerintahan maupun di masyarakat, tidak boleh diberikan tempat bagi mereka yang ingin memisahkan diri dari NKRI," tegas Liona.
 
Sambungnya, berdasarkan Protokol Tambahan II, 1977, Konvensi Jenewa 1949 Kelompok Kriminal Bersentaja di Papua bukanlah termasuk pada kategori konflik bersenjata non internasional (Non International Armed Conflict).

Alasannya, pertama tidak memenuhi minimum level of intensity. Artinya konfrontasi bersenjata yang dilakukan oleh KKB tidak mencapai tingkat intensitas minimum, masih bersifat sporadis atau tidak ada kontinuitas/keberlangsungan yang terus menerus tanpa henti.

"Kedua, KKB tidak memenuhi minimum of organization, sebagai pihak yang berkonflik, KKB tidak menampilkan atau menunjukan unsur minimal suatu organisasi pemberontak yang terorganisir dengan baik," terangnya.
 
Menurut Liona, Protokol Tambahan II, 1977, Konvensi Jenewa 1949 khususnya Pasal 1 ayat (2) secara tegas menyatakan tidak berlakunya ketentuan hukum internasional untuk kasus KKB di Papua.

“Protokol ini tidak berlaku untuk situasi-situasi kekerasan dan ketegangan dalam negeri, seperti huru-hara, tindak kekerasan yang bersifat terisolir dan sporadis, serta tindak kekerasan serupa lainnya, yang bukan merupakan konflik bersenjata," jelasnya.

Sehingga, kata dia, penegakan hukum nasional secara absolut dapat diterapkan untuk menyelesaikan kasus KKB di Papua, karena jika tidak diselesaikan sekarang, maka kemungkinan KKB akan membesar dan dikuatirkan akan menjelma menjadi kaum belligerent.

Kelompok belligerent yaitu kelompok bersenjata terorganisir yang memiliki pemimpin layaknya pemimpin sebuah pemerintah yang berdaulat, menguasai sebagian wilayah yang diklaimnya, melaksanakan operasi militer yang berkelanjutan yang kemungkinan akan mendapat dukungan dari rakyat sekalipun di bawah ancaman.

"Jadi sudah saatnya pemerintah bertindak tegas dan terukur sesuai dengan hukum," pungkas Liona yang juga anggota Dewan Kehormatan Peradi Jawa Barat.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Pendapatan Garuda Indonesia Melonjak 18 Persen di Kuartal I 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:41

Sidang Pendahuluan di PTUN, Tim Hukum PDIP: Pelantikan Prabowo-Gibran Bisa Ditunda

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:35

Tak Tahan Melihat Penderitaan Gaza, Kolombia Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:34

Pakar Indonesia dan Australia Bahas Dekarbonisasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:29

Soal Usulan Kewarganegaraan Ganda, DPR Dorong Revisi UU 12 Tahun 2006

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:25

Momen Hardiknas, Pertamina Siap Hadir di 15 Kampus untuk Hadapi Trilemma Energy

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:24

Prabowo-Gibran Diminta Lanjutkan Merdeka Belajar Gagasan Nadiem

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:16

Kebijakan Merdeka Belajar Harus Diterapkan dengan Baik di Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:06

Redmi 13 Disertifikasi SDPPI, Spesifikasi Mirip Poco M6 4G

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:59

Prajurit TNI dan Polisi Diserukan Taat Hukum

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:58

Selengkapnya