Berita

Unjuk rasa yang dilakukan komunitas Uighur di Turki pada Oktober 2020/AP-Emrah Gurel

Dunia

Prihatin, Kanada Jajaki Penerapan Kata Genosida Pada Pelanggaran HAM Uighur

RABU, 17 FEBRUARI 2021 | 08:21 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Perselisihan antara Kanada dan China tampaknya akan semakin panjang dengan langkah Otawa yang mempertimbangkan melabeli kekerasan di Xinjiang terhadap minoritas Uighur sebagai genosida.

Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau dalam konferensi pers pada Selasa (16/2) mengatakan "genosida" merupakan kata yang harus dipertimbangkan dalam kasus Uighur.

Menurut Trudeau, adanya pelanggaran hak asasi manusia yang signifikan di Xinjiang tidak perlu ragukan. Komunitas internasional, termasuk Kanada, tengah mengawasi situasi tersebut dengan hati-hati.


"Kami sangat prihatin tentang itu dan telah menyoroti keprihatinan kami berkali-kali. Tetapi ketika sampai pada penerapan kata 'genosida' yang sangat spesifik, kami hanya perlu memastikan... sebelum keputusan seperti itu dibuat," terangnya, seperti dikutip AFP.

Bulan lalu, pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan bahwa penahanan minoritas Muslim di Xinjiang sama dengan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Kami menyaksikan upaya sistematis untuk menghancurkan Uighur oleh negara partai China," ujar mantan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo ketika itu.

Setelah Trump lengser, pemerintahan Presiden Joe Biden memiliki suara yang sama dan berjanji akan tetap tegas menanggapi situasi HAM di China.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan, setidaknya ada satu juta Uighur dan Muslim berbahas Turki lainnya yang telah ditahan di kamp-kamp Xinjiang.

China membantah melakukan kesalahan dan berpendapat bahwa kamp-kampnya adalah pusat pelatihan kejuruan yang dimaksudkan untuk mengurangi daya tarik ekstremisme Islam.

Sementara itu, hubungan Kanada dan China sendiri saat ini berada pada situasi yang buruk. Pada akhir 2018, Kanada menangkap eksekutif Huawei, Meng Wanzhou. Setelahnya China menahan dua warga Kanada, mantan diplomat Michael Kovrig dan pengusaha Michael Spavor.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya