Berita

Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Rahmi Fitriyanti/Repro

Dunia

Bukan Karena Pemilu, Militer Myanmar Memang Sudah Rencanakan Kudeta Dengan Matang

SENIN, 15 FEBRUARI 2021 | 16:07 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Ada alasan lain yang membuat militer Myanmar melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Alasan tersebut adalah untuk kembali mengontrol sektor ekonomi.

Begitu hasil analisis yang diungkap oleh dosen hubungan internasional dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Rahmi Fitriyanti dalam RMOL World View bertajuk "Ketar-Ketir Kudeta Militer Di Myanmar" pada Senin (15/2).

Menurut Rahmi, tudingan kecurangan pemilu yang dilakukan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) oleh militer hanya "legalitas" untuk melakukan kudeta.

Berdasarkan hasil pemilu pada 8 November 2020, NLD yang digawangi Aung San Suu Kyi berhasil menang telak dengan 85 persen suara, mengalahkan oposisi.

Setelah pemilu, militer menuding NLD melakukan kecurangan pemilu dengan mengklaim 8,6 juta orang memberikan suara ganda.

Namun terlepas hasil pemilu, Rahmi menyebut, militer pada dasarnya sudah mendesain kudeta secara matang.

"Saya melihat kudeta militer ini sudah direncanakan. Artinya, bagaimana pun hasil pemilu, kalah atau menang NLD, militer akan tetap melakukan kudeta," jelasnya.

Hal tersebut menurut Rahmi dapat dilihat dari pemberlakuan keadaan darurat oleh militer selama satu tahun. Di mana militer sudah memperhitungkan dengan cermat.

"Militer akan memanfaatkan ketidakpastian pandemi dengan memberangus media sosial, dan gerakan-gerakan demokrasi," lanjutnya.

Selain itu, militer juga seakan mencari alasan yang "mengada-ada" dengan mendakwa Aung San Suu Kyi dengan impor ilegal atas penemuan enam buah walkie-talkie.

Kudeta sendiri, lanjut Rahmi, dilakukan oleh militer karena berhubungan dengan sektor ekonomi.

Selama 49 tahun, militer telah berkuasa di Myanmar. Setelah itu selama 10 tahun Myanmar melakukan transisi semi-demokrasi. Jika akhirnya sipil berkuasa secara penuh, maka kegiatan ekonomi akan lebih transparan dan akhirnya menghambat "lahan" yang telah dikuasai oleh militer.

"Saya melihat militer mungkin bukan tidak puas bukan hasil pemilunya, tapi dari aset-aset yang tidak bisa dikuasai secara penuh," kata Rahmi.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya