Di tengah rencana Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang secara resmi akan menghapus milisi Houthi yang didukung Iran dan para pemimpinnya dari daftar teroris Amerika Serikat, muncul sebuah laporan mengejutkan dari kelompok pemantau HAM tentang bagaimana mereka melibatkan anak-anak dalam misinya.
Laporan itu datang dari Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania dan SAM untuk Hak dan Kebebasan.
Dalam laporannya yang diterbitkan pada 12 Februari lalu, mereka mengatakan bahwa milisi Houthi di Yaman telah secara paksa merekrut 10.300 anak di Yaman sejak 2014.
Modusnya, kelompok militan yang didukung Iran itu menggunakan sekolah dan fasilitas pendidikan untuk memikat anak di bawah umur, untuk kemudian direkrut menjadi anggota mereka.
Houthi memaksa anak-anak ikut dalam program ideologis terlebih dahulu, setelah itu mereka dimasukkan ke kamp pelatihan militer untuk menghadiri kursus selama satu bulan. Anak-anak yang sudah terlatih akan ditempatkan di daerah bermusuhan di bawah kendalinya di Yaman, menurut laporan itu.
“Kelompok tersebut menggunakan sistem pendidikan yang menghasut kekerasan dan mengajarkan ideologi kelompok melalui ceramah khusus di dalam fasilitas pendidikan resmi untuk mengisi siswa dengan gagasan ekstremis dan mendorong mereka untuk bergabung dalam perjuangan untuk mendukung aksi militer kelompok tersebut,†tulis laporan yang dirilis bertepatan dengan 'Hari Internasional Menentang Penggunaan Prajurit Anak' (juga dikenal sebagai Hari Tangan Merah), seperti dikutip dari
Al-Arabiya, Sabtu (13/2).
Dalam tiga tahun terakhir, menurut laporan tersebut, Houthi telah menjalankan kampanye terbuka dan wajib untuk merekrut anak-anak. Secara khusus, kelompok militan itu telah membuka 52 kamp pelatihan untuk ribuan remaja dan anak-anak di Saada, Sanaa, al-Mahwit, Hodeidah, Tihama, Hajjah dan Dhamar.
"Houthi secara khusus menargetkan anak-anak berusia 10 tahun atau lebih," menurut laporan itu.
Seorang anak berusia 14 tahun, yang diidentifikasi sebagai HA menceritakan pengalamannya selama ikut berjuang bersama Houthi di Nihm.
“Saya ditugaskan untuk memuat senjata dan mengangkutnya dengan bahan makanan ke daerah yang tinggi dan terjal. Itu sulit dan melelahkan," akunya.
"Saya sering dipukuli dan ditegur ketika saya datang terlambat. Saya banyak menangis selama malam-malam itu, mengkhawatirkan hidup saya dan karena merindukan ibu, ayah, dan saudara laki-laki saya," kenang anak itu.
Perekrutan anak adalah kejahatan perang menurut Statuta Roma dari Pengadilan Kriminal Internasional.
Anas Jerjawi, Direktur Regional Euro-Med Monitor MENA mengatakan apa yang dilakukan kelompok Houthi sangat meresahkan.
“Apa yang lebih meresahkan tidak hanya melibatkan anak-anak dalam operasi militer tetapi memberi makan pikiran sederhana mereka dengan ide-ide ekstremis dan mengisinya dengan ujaran kebencian dan kekerasan," kata Jerjawi.
"Dengan demikian menciptakan ekstremis masa depan yang mungkin tidak mudah dikendalikan mengingat jumlah yang besar dari kelompok tersebut. merekrut atau bertujuan untuk merekrut di masa mendatang," lanjutnya.
Houthi telah meningkatkan serangan teror mereka di Arab Saudi dalam seminggu terakhir, mereka mengklaim bertanggung jawab atas serangan pesawat tak berawak di pesawat sipil di bandara Abha Arab Saudi pada hari Kamis lalu.
Di hari yang sama, mereka juga meluncurkan pesawat tak berawak bermuatan bom dan rudal balistik yang berhasil dicegat oleh Koalisi Arab.