Hasil survei yang lakukan Lembaga Penelitian Masyarakat Milenial tercatat popularitas Partai Gerindra merosot di angka 5,20 persen.
Masyarakat milenial menilai bahwa penyebab utama kemerosotan tersebut lantaran adanya kasus korupsi yang membelit kader Partai Gerindra, Edhy Prabowo saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Kedaikopi Hendri Satrio memiliki pandangannya sendiri pada kemerosotan Gerindra.
Dia menyampaikan kemerosotan tersebut disebabkan karena adanya dua tantangan besar yang dihadapi Gerindra.
“Karena saat ini Gerindra menghadapi dua tantangan besar menurut saya. Pertama adalah regenerasi, selain Pak Prabowo, memang ada Mas Sandi, tapi brand Mas Sandi tidak terlalu kuat untuk Gerindra,†ucap Hensat kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (12/2).
“Dia punya brand sendiri yang sebelum Gerindra memang sudah besar. Jadi brandnya enggak ke Gerindra,†imbuhnya.
Kemudian yang kedua, lanjut Hensat, soal komunikasi Gerindra yang kurang memiliki ciri khas dan dinilainya mengikuti partai lain yang sudah senior dibanding dirinya.
Hal itu disebabkan, lantaran orang-orang di Gerindra merupakan pecahan dari partai politik lain sehingga belum memiliki ciri khas sendiri.
“Komunikasi publik Gerindra, unique selling poinnya Gerindra enggak ada. Maksud saya begini, sebenarnya kan dari pecahan Golkar jadi Gerindra, ini satu-satunya pecahan Golkar yang punya garis politik mirip PDIP,†katanya.
Menurutnya, dari logo dan warna yang dimiliki Partai Gerindra mirip dengan PDIP. Namun, jika Gerindra mengklaim partainya wong cilik maka hal tersebut sudah tidak bisa digunakan lagi.
“Dari logonya kan warnanya mirip juga tapi larinya maunya ke wong cilik. Tapi berat karena PDIP punya brand itu. Partainya wong cilik, mau yang lebih elit ke kelas menengah itu sudah ada Golkar dan Nasdem,†katanya.
“Mau ke Islam NU ada PKB, Islam Muhammadiyah ada PAN, sementara Islam yang sudah lama tergabung dalam partai Islam itu PPP. Islam yang kemudian full di dakwah ada di PKS,†imbuhnya.
Hal itu, kata Hensat, menjadi antangan tersendiri di Gerindra untuk memunculkan brandnya dia sebagai partai ini dia tuh mau dikenal yang seperti apa.
“Dulu Arief Puyouno jadi pengurus bilang Gerindra ini partainya kaum buruh, tapi apa iya? Di Golkar ada buruhnya, Nasdem ada, di PDIP ada, gitu bahkan di Demokrat ada. Jadi kalau kemudian turun terus, itu sebetulnya PR-nya ada di dua hal itu, tokoh Gerindra dan unique selling point,†tandasnya.