Berita

Gedung DPR RI di kawasan Senayan, Jakarta/Net

Politik

Komisi II Setuju RUU Pemilu Direvisi, Aneh Sekarang Ada Parpol Yang Menolak

SABTU, 30 JANUARI 2021 | 09:59 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Masyarakat diajak untuk terlibat diskursus tentang revisi UU Pemilu, termasuk perdebatan mengenai perlu atau tidaknya UU ini direvisi dalam waktu dekat.

Demikian disampaikan anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera dalam diskusi daring Indonesian Leaders Talk (ILT) ke-26 dengan tema "RUU Pemilu, Kehendak (Wakil) Rakyat?" pada Jumat malam (29/1).

Beberapa fraksi di DPR RI menyatakan penolakannya terhadap RUU Pemilu, yakni PAN, PPP, dan PKB. Pihak pemerintah, melalui Kemendagri, menyatakan keberatannya terhadap RUU. Melihat prosesnya, RUU Pemilu kini telah masuk ke baleg untuk diharmonisasi.


Mardani menyebut bahwa pada pembahasan di Komisi II semua setuju bahwa UU Pemilu perlu direvisi, namun beberapa partai justru kini menolak setelah masuk Baleg.

"Pembahasan RUU Pemilu dari Komisi II sudah selesai. Sekarang ada di Baleg. Namun anehnya, ada mulai beberapa partai menolak revisi, padahal ketika di Komisi II mereka perlu revisi," ucapnya.

Mardani menekankan revisi UU Pemilu diperlukan berlandas pada evaluasi Pemilu 2019, ketika 894 petugas KPPS meninggal, serta proyeksi munculnya ratusan PLT (pelaksana tugas) akibat nihilnya Pilkada serentak tahun 2022 dan 2023.

Baginya hal ini dapat menjadi pertimbangan serius untuk merevisi UU Pemilu. Kemunculan PLT ditakutkan akan memunculkan oligarki yang terstruktur.

"Publik harus terlibat dalam diskursus RUU Pemilu ini. Kalau tidak (ingin) ada revisi apa landasannya. Perlu landasan kuat. Kalau dibilang landasan untuk tidak revisi adalah biar tidak perlu revisi 5 tahun sekali, saya pikir ini sesuatu yang sangat naif. Dibanding dampaknya yakni dengan 2022 dan 2023 kita punya ratusan PLT akan terjadi ratusan PLT selama masa yang sangat panjang. Ini amat sangat berbahaya, bisa melahirkan tirani baru, bisa melahirkan oligarki yang terstruktur. Lalu koreksi pelaksanaan Pemilu 2019, ketika ratusan petugas KPPS meninggal. Revisi perlu agar kita tidak jatuh di lubang yang sama," ujar Mardani.

Politisi PKS ini juga mengkhawatirkan polarisasi hebat pada Pemilihan Presiden 2019 lalu tetap akan berlanjut bila UU Pemilu tidak direvisi. Hal ini terjadi karena ambang batas pencalonan presiden yang cukup tinggi, yakni 20 persen. Mardani menawarkan revisi pada poin tersebut dengan menurunkan ambang batas pencalonan presiden menjadi 10 persen kursi atau 15 persen suara.

Baginya menurunkan ambang batas adalah salah satu upaya menyehatkan demokrasi.

"Bongkar barrier to entry, maksimal 10 persen kursi atau 15 persen suara. Menurunkan threshold, presiden dan pilkada, merupakan bagian dari menyehatkan demokrasi. Karena dua kali pilpres, cuma dua kandidat saja. Ini amat sangat membelah masyarakat. Jadi kalau ada pembelahan masyarakat jangan salahkan masyarakat, tapi karena kita yang memang membuat pembelahan dengan membuat threshold tinggi," pungkasnya.

Dengan landasan tersebut, Mardani melihat bahwa UU Pemilu harus direvisi, berdasar evaluasi substansial pada pelaksanaan pemilu lalu serta proyeksi bahaya di masa depan. Mardani bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong adanya pembahasan lebih lanjut RUU Pemilu.

Dalam diskusi daring ILT ke-26, juga hadir Titi Anggraini (Perludem), Hurriyah (Puskapol UI), dan Rocky Gerung. Diskusi berjalan serius dan gayeng. Fokus pembahasan banyak menyasar isu substansial serta partisipasi masyarakat dalam RUU Pemilu.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya