Berita

Ilustrasi Komnas HAM/Net

Politik

Taufik Basari: Tak Ada Alasan Ragukan Hasil Investigasi Komnas HAM

JUMAT, 29 JANUARI 2021 | 20:58 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dinilai sudah bekerja secara profesional dalam menginvestigasi kematian enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI). Hasilnya menyatakan tidak ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem Taufik Basari mengatakan, dari pemaparan kepada publik dan media jelas terlihat Komnas HAM melakukan investigasi yang mendalam, hati-hati, cermat, serta menggunakan pendekatan saintifik.

Menurut Taufik, publik sepatutnya mengapresiasi upaya Komnas HAH.

Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Komnas HAM berhasil mengumpulkan barang bukti dan keterangan yang cukup lengkap. Meminta pendapat ahli atas bukti dan keterangan yang dimiliki sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum maupun secara akademik karena sudah tepat metodologinya.

"Sehingga, tidak ada alasan untuk meragukan hasil investigasi tersebut," kata Taufik saat dihubungi wartawan, Jumat (29/1).

Namun demikian, menurut dia, tetap perlu ada tindak lanjut terhadap hasil investigasi tersebut, karena kewenangan Komnas HAM terbatas pada investigasi.

Sedangkan penyidikan menjadi kewenangan Kepolisian.

"Karena bukan pelanggaran HAM berat sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, sehingga bukan menjadi yurisdiksi Pengadilan HAM melainkan yurisdiksi pengadilan negeri. Maka kesimpulan Komnas HAM adalah menindaklanjuti kasus ini melalui pengadilan pidana," ujarnya.

Taufik menjelaskan bahwa menurut Pasal 7 Undang-Undang 26/2000, pelanggaran HAM yang berat meliputi genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dalam Pasal 9 dirumuskan unsur-unsur kejahatan kemanusiaan yang rigid dan limitatif, di antaranya ada unsur meluas atau sistematik. Menurut Taufik, Komnas HAM merujuk pada rumusan Undang-Undang tersebut.

"Kategori pelanggaran HAM berat sebenarnya mengarah kepada apakah suatu peristiwa pelanggaran HAM masuk ke dalam yurisdiksi Pengadilan HAM sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 atau tidak, bukan apakah suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM yang ringan atau yang berat. Ini yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman," katanya.

Dia menegaskan, tidak ada yang namanya pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM adalah pelanggaran HAM.

Disebut sebagai pelanggaran HAM yang berat, lanjut dia, hanya untuk melihat apakah masuk ke dalam yurisdiksi Pengadilan HAM sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.

Menurut dia, Undang-Undang itu sebenarnya mengadopsi definisi yang termuat dalam Statuta International Criminal Court (ICC) atau Statuta Roma yang kala itu dibuat dalam rangka menghindari kasus Timor Timur tahun 1999 dibawa ke pengadilan internasional. Tetapi, kata dia, ada penerjemahan yang tidak tepat.

"Gross violation of human rights diterjemahkan sebagai pelanggaran HAM yang berat padahal mestinya pelanggaran berat HAM, akhirnya banyak orang menyangka ada pelanggaran HAM yang berat dan ada yang ringan padahal tidak begitu. Dalam peristiwa KM 50 Karawang Komnas HAM tegas menyatakan peristiwa tersebut adalah pelanggaran HAM, namun tidak termasuk kategori pelanggaran HAM Berat menurut UU," tuturnya.

Taufik menyambut baik janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat fit and proper test di Komisi III DPR akan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM.

Di samping itu, dia menilai penyebaran opini sebagai pendapat sepanjang tidak disertai manipulasi fakta, fabrikasi bukti, tidak perlu sampai diproses hukum pidana, tetapi perlu untuk dibatasi, dilakukan bantahan dan klarifikasi yang jelas dan bernas.

"Namun jika penyebaran informasinya bukan merupakan pendapat melainkan sengaja dilakukan dengan memanipulasi fakta dan menciptakan berita bohong atau hoax, maka dapat dilakukan tindakan penegakan hukum," tegasnya.

Menurut dia, penyebaran opini yang mengandung disinformasi merupakan upaya untuk menarik simpati kepada kelompok tertentu dan membangun ketidakpercayaan kepada institusi hukum, termasuk kepada Komnas HAM.

"Menurut saya penyikapannya adalah pelurusan informasi dan memberikan penjelasan dan bantahan terhadap informasi-informasi yang keliru tersebut. Tidak perlu reaktif dan memberikan respons berlebihan," tutupnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya