Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Aceh Merdeka Dari Keterisoliran

SENIN, 25 JANUARI 2021 | 11:59 WIB

TIBA-tiba saya ditelepon seorang sahabat. Dia memberitahukan kalau salah seorang teman di Jeunieb, Bireuen, meninggal dunia. Saat itu, saya berada di Nagan Raya menemani kunjungan kerja Gubernur Aceh meninjau Perusahaan Listrik Tenaga Air (PLTA) Seunagan.

Berat harapan saya untuk bisa melayat rumah duka. Tapi kunjungan kerja belum selesai. Dari PLTA Seunagan, rombongan Gubernur bergerak ke PLTA Peusangan di Aceh Tengah.

Dari Nagan kami mengambil jalur jalan Beutong Ateuh-Takengon. Dari Takengon terus menuju ke Bireuen. Alhamdulillah saya berkesempatan melayat rumah duka dan langsung kembali ke Banda Aceh tanpa harus berjalan memutar. Semua bisa dilakukan searah tanpa perlu berputar arah.


Saya membayangkan bila jalan Beutong Ateuh belum sebagus sekarang, tentu, dari Nagan Raya, kami harus berbalik arah ke Banda Aceh. Lalu menuju Bireuen dan naik ke Takengon. Ketika kembali lagi ke Banda kami harus melewati lagi jalan yang sama.

Namun itu tak tak perlu kami lakukan karena jalan antardaerah sudah terbangun. Antara Nagan Raya dengan Aceh Tengah bisa terkoneksi langsung, tak perlu harus melewati Pidie dan Bireuen. Begitu juga masyarakat Aceh Utara yang perlu ke Bener Meriah dan Takengon juga tak harus melewati Bireuen lagi, bisa lansung dari Krueng Geukuh.

Ketika proyek pembangunan 12 ruas jalan yang memakai mekanisme tahun jamak selesai, maka akan bertambah jumlah kabupaten yang semakin terkoneksi. Kelak, warga di Abdya tak perlu ke Nagan Raya untuk sampai Takengon dan Gayo Lues. Mereka bisa langsung menuju daerah itu via Babahrot dan Trangon.

Masyarakat dari Aceh Tenggara dan Gayo Lues yang ingin ke Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang juga tak perlu melewati Medan lagi. Bahkan bila ingin ke Medan bisa lebih dekat dari Aceh Tamiang.

Ke depan, masyarakat di Bener Meriah yang ingin ke Idi dan Langsa bisa mengambil jalur sendiri dari Samarkilang ke Peunaron, Aceh Timur, tanpa harus melalui Bireuen dan Aceh Utara.

Begitu juga masyarakat di Pidie yang ingin memobilisasi dagangannya ke Aceh Tengah, cukup memilih jalur dari Geumpang-Pamar-Aceh Tengah tanpa melewati Bireuen dan Bener Meriah lagi. Kalau dulu ada pepatah “banyak jalan menuju Roma”, kini ada banyak jalan menuju setiap daerah di Aceh.

Hal yang sama juga berlaku untuk daerah kepulauan di Aceh seperti Sabang, Simeulu, dan Pulau Banyak sudah terkoneksi dengan kapal-kapal yang berkapasitas memadai untuk mengangkut manusia dan barang. Tinggal lagi Pulau Aceh dan Kepulauan Andaman Nikobar di India.

Pekerjaan rumah pemerintah Aceh ke depan adalah mempermudah hubungan “hablumminan nas” masyarakat Aceh antardaerah dengan moda transportasi udara, sehingga jarak dan waktu tempuh semakin pendek, semakin cepat, efektif, dan murah.

Dengan begitu kita bisa menyatakan diri kita sudah merdeka dari keterisoliran wilayah, mempererat persatuan, kesatuan dan kepentingan sesama kita.

Hal ini tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Hal ini bukanlah hanya soal mobilitas penduduk. Lebih dari itu adalah gerak jalur logistik dan barang yang berkorelasi dengan denyut keuangan di Aceh.

Di Takengon saya bertanya kepada beberapa pedagang di sana yang kebetulan berasal dari pesisir Aceh tentang bagaimana aktivitas ekonomi mereka.

Menurut mereka, saat ini laju lalu lalang manusia ke dataran tinggi Aceh semakin ramai. Pada hari-hari khusus seperti akhir pekan dan hari libur nasional tingkat hunian hotel bahkan tak mampu tertanggulangi. Kini mulai muncul penginapan-penginapan mandiri semacam ‘home stay’ yang dikelola oleh rumah tangga.

Menurut pengakuan para pedagang di Takengon, kalau dulu ramai yang datang dari Bireuen dan Aceh Utara saja, kini mulai berdatangan masyarakat dari pesisir barat dan selatan Aceh.

Mereka berujar, “Begitu juga kalau dulu kami para pedagang hanya melayani kebutuhan masyarakat Aceh Tengah saja, kini kami juga melayani mobilitas perdagangan ke pesisir barat dan selatan. Barang kami ambil dari Bireuen dan Krueng Geukuh lalu kami distribusikan sampai ke barat-selatan Aceh.”

Kini, Aceh Tengah benar-benar bisa mengkoneksikan masyarakat di sayap kiri dan sayap kanan Aceh. Mimpi dan usaha para mantan Gubernur Aceh seperti, Muzakir Walad, Ibrahim Hasan, Syamsuddin Mahmud, Abdullah Puteh, dan Irwandi Yusuf akan segera terwujud. Terwujud di masa pemerintahan Nova Iriansyah.

Menginisiasi pembangunan ini tidaklah mudah. Ada banyak hambatan sosial dan politik. Pada masa Abdullah Puteh rencana itu dihambat oleh isu lingkungan hidup dan konflik bersenjata.

Pada masa Nova Iriansyah, pembangunan jalan jaringan laba-laba yang dilaksanakan dengan skema proyek tahun jamak ini menghadapi kendala penolakan dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Nova diinterpelasi dan diangket, salah satunya terkait proyek 11 ruas jalan yang memecah keterisoliran Aceh.

Namun semua kendala ini mampu terlewati dengan baik sehingga rencana memerdekakan Aceh dari keterisoliran dapat dilaksanakan. InsyaAllah dua tahun ke depan masyarakat Aceh sudah dapat menikmatinya.

***

Pernahkah kita tahu bahwa persatuan tak akan pernah bisa diwujudkan apabila manusia yang satu dengan manusia yang lain tak pernah bisa saling berhubungan, komunitas yang satu dengan komunitas yang lain tak pernah saling berkomunikasi, suku yang satu dengan suku yang lain tak pernah bisa saling berkepentingan.

Apa yang bisa mengkoneksikan semua ini?

Infrastruktur paling dasar yang bisa mengoneksikan ini adalah jalan, moda transportasi, alat komunikasi, uang sebagai alat tukar dan narasi-narasi yang menstandarkan diri pada rasionalitas.

Apa yang bisa mempersatukan Amerika? Bagaimana Amerika mempersatukan perbedaan di antara mereka? Jawabannya adalah pembangunan rel kereta api yang mengoneksikan seluruh daratan Amerika.

Hal serupa juga sama seperti yang terjadi di Hindia Belanda yang mempersatukan kerajaan-kerajaan taklukannya di nusantara dengan rel kereta api, jalan, dan pelabuhan.

Lalu semua infrastruktur ini pula yang kemudian menyatukan semua anak bangsa sehingga membentuk Indonesia. Itulah fungsi kenapa pembangunan jalan menjadi vital. Kenapa 11 ruas jalan multi years di Aceh menjadi strategis, semuanya untuk Aceh masa depan.

Kautsar Muhammad Yus
Sekretaris Departemen Politik dan Pemerintahan DPP Partai Demokrat.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya