Berita

Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi, Wahyu Perdana (kanan) dalam Tanya Jawab Cak Ulung bertema 'membaca bencana lewat politik'/RMOL

Nusantara

Selain Faktor Cuaca, Banjir Kalsel Makin Masif Karena Lahan Gambut Rusak

KAMIS, 21 JANUARI 2021 | 17:04 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan tak sepenuhnya terjadi karena faktor cuaca. Ada kerusakan ekosistem yang turut menjadi penyebab banjir di provinsi yang sebelumnya jarang terjadi banjir besar seperti saat ini.

Demikian disampaikan Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi, Wahyu Perdana dalam Tanya Jawab Cak Ulung bertema 'membaca bencana lewat politik' yang digelar Kantor Berita Politik RMOL secara virtual, Kamis (21/1).

"Betul ada faktor cuaca, namun kerusakan alam menjadi faktor pendukung yang sangat signifikan," kata Wahyu Perdana.


Melihat kondisi di lapangan, Wahyu menjelaskan bahwa ada unsur pengabaian yang terjadi dalam banjir Kalsel.

Pada dasarnya, Kalsel merupakan wilayah dengan lahan gambut yang cukup luas. Namun keberadaan gambut kian langka lantaran sering dituding sebagai penyebab kebakaran hutan.

Padahal bila melihat secara teori lingkungan, keberadaan gambut penting untuk menyerap debit air yang ada akibat intensitas hujan yang tinggi.

"Lahan gambut itu gabus alami, 13 kali lipat bisa menyerap air dengan ketebalan di bawah 1 meter hingga puluhan meter. Tapi ini yang sering diabaikan," jelasnya.

Memang diakui saat musim kemarau, keberadaan gambut bisa memicu kebakaran. Lahan gambus berubah menjadi layaknya tumpukan kapas dan ketika terjadi titik api di bawah gambut akan sulit dipadamkam,

"Namun ini akibat ekosistem yang rusak. Sialnya, datang musim penghujan yang biasanya enggak banjir, kalau per kilogram (gambut) bisa menyerap 13 liter (air), gambut kita itu luasnya 23 hektare, ketebalannya bisa puluhan meter, tapi itu hilang. Itu yang kemudian menjelaskan bagaimana banjir yang dulu tidak masif kini menjadi masif," tegasnya.

"Betul ada faktor curah hujan yang tinggi, tapi pertanyaannya, faktor penyerapnya juga hilang," tandasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya