Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Tiga Memukul Sinuhun

RABU, 20 JANUARI 2021 | 14:24 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

PUNYA uang banyak saja belum tentu mudah menyelesaikan masalah. Apalagi kalau sedang kesulitan uang, tentu akan menjadi lebih sulit. Syukur kalau masih bisa tidur, sehingga punya waktu bermimpi. Demikian sulit masalah yang dihadapi Pemerintah saat ini.

Tiga masalah datang bersamaan di tahun 2021, yakni masalah keuangan negara dan BUMN akibat tata kelola APBN dan keuangan BUMN yang buruk. APBN defisit melebar hingga Rp 1.000 triliun lebih.

Ini tidak mungkin bisa ditutup oleh pemerintah dengan utang baru. Walaupun dapat utang baru, bagaimana mungkin bisa bayar bunga di masa mendatang.

Kedua masalah pandemi corona. Sekarang mungkin telah menjadi epidemi yang membutuhkan uang besar untuk membeli vaksin, membeli obat, membeli alat kesehatan, dan menangani masalah dalam jangka panjang.

Sementara corona terus meningkat dan konon belum mencapai puncaknya. Sisi lain vaksinasi masih kontroversi dikarenakan perbedaan pendapat di antara banyak pihak dan mungkin akibat persaingan para produsen vaksin.

Sementara untuk pengadaan vaksin pemerintah pusat belum pasti punya uang untuk mengatasi pandemi ini. Sri Mulyani, Menteri Keuangan, akan memalak anggaran Pemerintah Daerah Rp 15 triliun untuk membeli vaksin.

Masalah lain adalah kerusakan lingkungan yang memicu bencana alam. Di mana-mana di tanah air terjadi bencana. Banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, puting beliung, gunung meletus, mengguncang lahir batin penduduk Indonesia.

Padahal korban bencana alam tahunan sejak awal pemerintahan ini belum pulih dari luka lahir batin. Membutuhkan biaya besar untuk memulihkan kehidupan korban bencana. Sementara pemerintah tidak memiliki uang cukup buat menolong rakyat. Buat mengamankan jalannya pemerintahan saja celengan sudah kering.

Itulah, bagi saya, pertumbuhan ekonomi alias growth bukan lagi indikator yang penting. Tak perlu lagi pemerintah bicara ini. Mengejar pertumbuhan ekonomi tidaklah mendesak dan tidak lagi menjadi pertanyaan publik.

Hal yang paling mendesak adalah dari mana pemerintah mendapatkan uang buat mengatasi ketiga masalah di atas. Tiga pukulan bertubi tubi.

Memang ada UU Nomor 2 Tahun 2020. Aturan ini memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk mengambil utang di atas 3 persen GDP. Dan tahun lalu, pemerintah berutang Rp 1.000 triliun lebih sebagian besar dari penjualan SUN.

Tahun ini 2021 juga utang baru targetnya Rp 1.000 triliun lebih. Tapi utang luar negeri tidak mudah. Lembaga keuangan multilateral tidak menaruh Indonesia sebagai prioritas untuk dibantu atau ditolong. Bahkan Indonesia harus mau membantu tetangga-tetangganya. Mungkin lembaga keuangan multilateral emoh. Atau jangan jangan mereka punya rencana lain buat Indonesia.

Utang lebih dari Rp 1.000 triliun setahun sampai 2023 akan diperoleh dengan menyedot uang bank, dana Jamsostek, dana haji, dana taspen, dan dana asabri, dan dana perusahaan asuransi serta dana pensiun BUMN, ke dalam Surat Utang Negara (SUN).

Sementara semua dana publik tersebut dirundung masalah korupsi yang parah. Akibat lain adalah likuditas di bank dan di masyarakat bisa kering kerontang. Orang susah berusaha dan susah belanja.

Setelah situasi remuk redam, akan datang masalah baru: bayar utang, bayar bunga, bayar jatuh tempo, bayar pokok utang, semuanya akan sangat berat. Masalah-masalah itu bukan hanya membahayakan keuangan negara, namun juga eksistensi negara.

Sementara samar-samar mulai terdengar rencana pemerintah cetak uang Rp 300 triliun, separuh dari jumlah uang beredar saat ini. Artinya, masyarakat berpotensi kehilangan uang separuh digondol "tuyul" alias inflasi.

Betapa berat ya, hanya dengan bersabar bisa menerima keadaan sekarang ini. Hanya dengan bahu membahu, gotong royong. Begitukah Sinuhun?

Penulis adalah pengamat ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Tulisan 'Adili Jokowi' Curahan Ekspresi Bukan Vandalisme

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:36

Prabowo Harus Mintai Pertanggungjawaban Jokowi terkait IKN

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:26

Penerapan Dominus Litis Melemahkan Polri

Minggu, 09 Februari 2025 | 07:03

Rontok di Pengadilan, Kuasa Hukum Hasto Sebut KPK Hanya Daur Ulang Cerita Lama

Minggu, 09 Februari 2025 | 06:40

Senator Daud Yordan Siap Naik Ring Lagi

Minggu, 09 Februari 2025 | 06:17

Penasihat Hukum Sekjen PDIP Bongkar Kesewenang-wenangan Penyidik KPK

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:53

Lewat Rumah Aspirasi, Legislator PSI Kota Tangerang Ajak Warga Sampaikan Unek-Unek

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:36

Ekonomi Daerah Berpotensi Merosot akibat Sri Mulyani Pangkas Dana TKD

Minggu, 09 Februari 2025 | 05:15

Saat yang Tepat Bagi Prabowo Fokus MBG dan Setop IKN

Minggu, 09 Februari 2025 | 04:57

7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat Menuju Indonesia Emas

Minggu, 09 Februari 2025 | 04:42

Selengkapnya