Berita

Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih/Net

Kesehatan

Ketum IDI Jelaskan Efikasi Sinovac Yang Mencapai 65 Persen

SABTU, 16 JANUARI 2021 | 11:49 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjelaskan istilah efikasi atau kemanjuran adalah suatu vaksin dalam mencegah penyakit dalam keadaan ideal dan terkontrol. Efikasi ini rumusnya membandingkan kelompok yang divaksin dengan kelompok yang tidak divaksin atau disuntik kosong (plasebo).

"Efikasi itu mengambil angka perbandingan antara kelompok yang disuntik vaksin dengan kosong atau plasebo," kata Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih saat menjadi narasumber dalam serial diskusi daring Smart FM bertajuk "Bagaimanapun Vaksin Sudah Dimulai", Sabtu (16/1).

"Berapa persen kelompok plasebo yang terkena infeksi dan berapa persen kelompok yang divaksin yang terkena infeksi. Kemudian dikurangkan, itulah hasilnya muncul angka 65,3 persen (efikasi vaksin Sinovac)" sambung Daeng.

Menurut Daeng, efikasi itu bukan hanya sekadar membandingkan kelompok yang divaksin semata. Sebab, kata dia, jika hanya membandingkan kelompok yang divaksin maka efikasi Sinovac di Indonesia sangat tinggi sekali.

"Kan yang diteliti di Indonesia kan 1.600, itu dibagi dua kelompok. Dari 1.600 itu 800 yang disuntik vaksin 800 yang tidak disuntik vaksin (kosong enggak ada isi vaksinnya) disuntik plasebo namanya. Nah, 800 yang disuntik vaksin yang masih terinfeksi virus itu hanya ada 26 orang," tuturnya.

"Jadi, yang disuntik vaksin yang masih terinfeksi itu kecil hanya 3,2 persen. Artinya, yang sudah divaksin dan terlindungi tidak terinfeksi itu ada sekitar 96,7 persen. Nah tetapi, efikasi itu tidak mengambil langkah itu," imbuhnya.

Atas dasar itu, Daeng menyatakan efikasi itu tergantung pada tingginya angka infeksi pada kelompok plasebo dan rendahnya infeksi pada kelompok yang disuntik vaksin.

"Artinya, semakin tinggi yang disuntik plasebo semakin tinggi efikasinya," demikian Daeng.

Selain Daeng, narasumber lain dalam diskusi daring tersebut yakni Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena, epidemiolog dari University of North Carolina, USA Juhaeri Mukhtar, dan senior Biostatistician, European Organisation for Research and Treatment of Cancer, EU Baktiar Hasan.

Populer

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Pilkada Jateng dan Sumut Memanas Buntut Perseteruan PDIP Vs Jokowi

Minggu, 03 November 2024 | 13:16

Ketum PITI Sayangkan Haikal Hasan Bikin Gaduh soal Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:01

Inilah Susunan Dewan Komisaris IPC TPK Baru

Jumat, 01 November 2024 | 01:59

Komandan IRGC: Serangan Balasan Iran Melampaui Ekspektasi Israel

Jumat, 01 November 2024 | 12:04

UPDATE

3 Komisioner Bawaslu Kota Blitar Dilaporkan ke DKPP

Selasa, 05 November 2024 | 03:58

Menteri Hukum Tegaskan Jakarta Masih Ibukota Negara

Selasa, 05 November 2024 | 03:40

Catalunya Gantikan Valencia Gelar Seri Pamungkas MotoGP 2024

Selasa, 05 November 2024 | 03:22

Demokrat Bentuk Satgas untuk Amankan Pilkada di Jakarta, Jabar, hingga Banten

Selasa, 05 November 2024 | 02:57

MAKI: Debat Harusnya untuk Jual Program, Bukan Saling Menyerang

Selasa, 05 November 2024 | 02:22

Dubes Mohamed Trabelsi: Hatem El Mekki Bukti Kedekatan Hubungan Indonesia dan Tunisia

Selasa, 05 November 2024 | 02:09

Polisi Gelar Makan Siang Gratis untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

Selasa, 05 November 2024 | 01:54

Ancelotti Minta LaLiga Dihentikan

Selasa, 05 November 2024 | 01:36

Pelajar yang Hanyut di Sungai Citanduy Ditemukan Warga Tersangkut di Batu

Selasa, 05 November 2024 | 01:21

Pendidikan Berkualitas Kunci Pengentasan Kemiskinan

Selasa, 05 November 2024 | 00:59

Selengkapnya