Berita

Emak-emak demo di KPK/Net

Publika

Emak-emak Tuntut Hukum Mati Juliari: Simbol Kemarahan Nasional

KAMIS, 07 JANUARI 2021 | 14:49 WIB

SURVEI KPPPA bersama PBB, AJI Jakarta, dan Indosat Ooredo menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 telah mempengaruhi kesehatan mental dan emosional perempuan.

Krisis berkepanjangan akibat pandemi Covid19 juga telah menempatkan perempuan (ibu) dalam keluarga pada situasi lebih sulit dibandingkan laki-laki, karena kaum ibu menanggung beban fisik maupun psikis jauh lebih berat ketimbang laki-laki.  

Kaum ibu atau emak-emak terbebani urusan-urusan rumah. Mulai dari mengasuh anak, mengajar anak sekolah yang juga secara online dan juga urusan dapur dan membersihkan rumah.

Kaum emak-emak juga menjadi orang pertama yang bersentuhan dengan pandemi dan resesi. Mereka lah yang merawat jika anak-suami sakit. Merekalah yang pusing jika tidak ada yang bisa dimasak di dapur.

Jadi ketika beban di pundak semakin berat, sementara bantuan sembako untuk mereka dikorupsi maka kemarahan kaum emak-emak pada puncaknya. Kemarahan emak-emak ini dapat dipandang mewakili kemarahan keluarganya. Juga kemarahan yang mewakili seluruh rakyat di negeri ini.

Tapi persoalan korupsi bukan persoalan emosional emak-emak. Ini adalah persoalan hukum. Persoalan besar yang tidak pernah selesai selama era Reformasi 98.

Banyak pihak sudah mennyampaikan pendapatnya. Secara moral perbuatan Juliari meng-korupsi bansos pandemi sangat bejad dan melukai hati rakyat yang sedang kesusahan. Sekarang saatnya KPK melakukan tugasnya dari sisi hukum.

Karena itu KPK harus menunjukkan keseriusannya untuk memberikan hukuman mati pada Juliari dkk.

Juliari dihukum mati memang tidak otomatis kasus korupsi lenyap. Juliari dihukum mati tidak serta merta merubah total kultur dan mental koruptif pejabat negara.

Setidaknya KPK periode ini dapat mewariskan catatan besar kepada seluruh rakyat yang menunjukkan upaya kerasnya melawan korupsi dengan menuntut hukuman mati kepada koruptor.

Bangsa ini harus belajar dari berbagai kasus korupsi. Ketika suatu kasus ditutup dengan hukuman mati yang sebelumnya tidak pernah dilakukan artinya ada kemajuan selangkah dari proses belajar ini.

Gde Siriana Yusuf
Direkrut Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus).

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

2.700 Calon Jemaah Haji Jember Mulai Berangkat 20 Mei 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:49

Bertahun Tertunda, Starliner Boeing Akhirnya Siap Untuk Misi Awak Pertama

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:39

Pidato di OECD, Airlangga: Indonesia Punya Leadership di ASEAN dan G20

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:27

Jokowi: Pabrik Baterai Listrik Pertama di RI akan Beroperasi Bulan Depan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:09

Keputusan PDIP Koalisi atau Oposisi Tergantung Megawati

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:49

Sri Mulyani Jamin Sistem Keuangan Indonesia Tetap Stabil di Tengah Konflik Geopolitik Global

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:40

PKB Lagi Proses Masuk Koalisi Prabowo-Gibran

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:26

Menko Airlangga Bahas 3 Isu saat Wakili Indonesia Bicara di OECD

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:11

LPS: Orang yang Punya Tabungan di Atas Rp5 Miliar Meningkat 9,14 Persen pada Maret 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:58

PKS Sulit Gabung Prabowo-Gibran kalau Ngarep Kursi Menteri

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:51

Selengkapnya