Berita

Pengungsi Kurdi yang ditahan pemerinah Australia karena UU Medevac/Net

Dunia

Pengungsi Kurdi Yang Ditahan Selama Tujuh Tahun Di Australia Akhirnya Dibebaskan Tepat Di Hari Ulang Tahunnya

SABTU, 12 DESEMBER 2020 | 07:30 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Hari itu adalah yang paling ditunggu setelah lebih dari tujuh tahun. Farhad Bandesh melangkahkan kakinya sedikit tergesa menyusuri lorong pusat penahanan Broadmeadows. Dadanya membludak oleh perasaan haru yang sulit ditahan ketika kulit tangannya mulai memerasai sentuhan matahari.

Jumat siang, pengungsi Kurdi itu meninggalkan sel yang telah memenjarakan kebebasannya. Tangannya memegang kotak gitar dengan sedikit gemetar.

Setelah tujuh setengah tahun dalam penahanan, Bandesh menjadi orang bebas tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-40. Berkali-kali dia menghela napas seolah hari itu adalah sebuah mujizat.

"Itu adalah sesuatu yang istimewa," katanya. "Itu adalah sesuatu yang tidak bisa saya lupakan. Itu terjadi pada hari ulang tahun saya, yang merupakan hadiah terbesar yang pernah ada. Kebebasan adalah sesuatu yang pantas kita dapatkan, dan itu benar-benar istimewa. Di hari ulang tahun saya, saya terlahir kembali."

Bandes adalah salah satu pencari suaka Kurdi yang melarikan diri dari Iran pada 2013. Dia termasuk yang  dibawa ke Australia di bawah undang-undang evakuasi medis yang sekarang dihapus dari tahanan minggu ini.

Dia disambut oleh pengacara pengungsi Craig Foster ketika dia meninggalkan pusat penahanan Akomodasi Transit Imigrasi (MITA) di Melbourne, Jumat (11/12). Dari MITA,  Bandesh dibawa ke rumah seorang teman untuk pesta dadakan dengan teman-teman terkenal termasuk mantan Socceroo Craig Foster, penulis Arnold Zable dan musisi David Bridie.

Kasus Bandesh telah diajukan ke Pengadilan Federal sebelum pembebasannya, tapi belum diselesaikan.

"Saya berterima kasih kepada semua orang yang mendukung saya dan memperjuangkan kebebasan saya, dan saya berharap kebebasan semua saudara-saudari saya yang masih di penjara," katanya haru.

Direktur advokasi Pusat Sumber Daya Pencari Suaka (ASRC) Jana Favero, menyambut pembebasan Bandesh dan meminta pemerintah federal untuk membebaskan hampir 200 orang yang telah dievakuasi secara medis dari Nauru dan Pulau Manus dari penahanan yang tidak terbatas di Australia.

"Dengan goresan pena, (seharusnya) Perdana Menteri Scott Morrison atau PeterDutton dapat mengakhiri kerugian dan membebaskan orang dari penahanan hari ini," tegas Favero, seperti dikutip dari SBS, Jumat (11/12).

“Setelah tujuh tahun berada dalam sistem penahanan yang kejam di Australia, inilah waktunya bagi pemerintah untuk membebaskan orang-orang agar mereka dapat memiliki rumah permanen yang aman. Bukan malah ditahan, itu kejam!"

Bandesh telah menjadi salah satu wajah paling terkenal dari rezim imigrasi garis keras Australia. Dia menyuarakan dan mendukung hak yang lebih besar bagi pencari suaka dan pengungsi.

Setelah bertahun-tahun ditahan di Broadmeadows, Bandesh dipindahkan ke tahanan hotel Mantra Melbourne, sebuah "tempat penahanan alternatif", sebelum kemudian dipindahkan ke MITA awal tahun ini.

Pemerintah Australia pada akhir 2019 lalu secara kontroversial mencabut undang-undang (UU) yang mengizinkan pengungsi yang sakit di lepas pantainya untuk dirawat di negara itu. Dorongan pemerintah untuk mencabut UU "medevac" (evakuasi medis), yang disahkan oleh anggota parlemen oposisi pada Februari 2019 itu, telah menuai kritik, menyebut keputusan itu kejam dan tidak manusiawi.

Perdana Menteri Scott Morrison berpendapat bahwa UU tersebut telah menghadirkan risiko 'keamanan nasional' bagi Australia.

UU Medevac disahkan pada Februari 2019 menyusul kemarahan publik tentang krisis kesehatan para pengungsi yang ditahan, termasuk anak-anak, di Pulau Nauru dan Pulau Manus, Papua Nugini. Ada laporan bahwa anak-anak, semuda 11 tahun yang mencoba bunuh diri.

Para ahli telah berulang kali memperingatkan tentang fasilitas medis di pulau-pulau itu yang tidak memadai, sementara PBB sebelumnya menggambarkan kondisi kamp sebagai "tidak manusiawi". UU medevac mengizinkan dokter untuk mengevakuasi pengungsi dan pencari suaka yang sakit ke Australia untuk perawatan medis yang mendesak.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Eko Darmanto Bakal Didakwa Terima Gratifikasi dan TPPU Rp37,7 M

Senin, 06 Mei 2024 | 16:06

Fahri Hamzah: Akademisi Mau Terjun Politik Harus Ganti Baju Dulu

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Pileg di Intan Jaya Molor Karena Ulah OPM

Senin, 06 Mei 2024 | 15:56

Gaduh Investasi Bodong, Pengamat: Jangan Cuma Nasabah, Bank Juga Perlu Perlindungan

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Tertinggi dalam Lima Tahun, Ekonomi RI di Kuartal I 2024 Tumbuh 5,11 Persen

Senin, 06 Mei 2024 | 15:46

Parnas Tak Punya Keberanian Usung Kader Internal jadi Cagub/Cawagub Aceh

Senin, 06 Mei 2024 | 15:45

PDIP Buka Pendaftaran Cagub-Cawagub Jakarta 8 Mei 2024

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Dirut Pertamina: Kita Harus Gerak Bersama

Senin, 06 Mei 2024 | 15:35

Banyak Pelanggan Masih Pakai Ponsel Jadul, Telstra Tunda Penutupan Jaringan 3G di Australia

Senin, 06 Mei 2024 | 15:31

Maju sebagai Cagub Jateng, Sudaryono Dapat Perintah Khusus Prabowo

Senin, 06 Mei 2024 | 15:24

Selengkapnya