Berita

Acara diskusi KAMI soal hak asasi manusia menghasilkan sejumlah kesimpulan yang akan jadi bahan rekomendasi bagi pemerintah/Ist

Politik

Negara Tidak Hadir Ketika Terjadi Abuse Of Power Oleh Penegak Hukum

JUMAT, 11 DESEMBER 2020 | 13:12 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Pelanggaran HAM dan pembungkaman demokrasi di Indonesia sangat erat terkait dengan persoalan ketimpangan ekonomi dan  ketidakadilan sosial yang berwujud dalam konflik-komflik agraria, perburuhan, dan penguasaan ruang publik.

Demikian salah satu kesimpulan yang didapat dalam diskusi tentang hak asasi manusia bertajuk "Pelanggaran HAM dan Demokrasi di Era Reformasi", yang digelar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), di Jakarta, Kamis (10/12).

Kesimpulan lain yang didapat dari acara tersebut adalah soal ketidakhadiran negara ketika terjadi abuse of power oleh penegak hukum. Sehingga hukum ditegakkan secara tebang pilih dan melahirkan sebuah industri hukum.


Bahkan, pelanggaran HAM yang terjadi sejak era Orde Baru seperti tidak pernah mati. Justru masih berlanjut dan menguat.

Negara pun dinilai lamban dalam merespons pelanggaran-pelanggaran HAM. Negara seakan-akan sudah demokratis dengan terselengaranya Pemilu. Tapi setelah pemilu, demokrasi dikelola dengan cara represif.

Tak hanya itu, persoalan penegakan hukum telah membentuk budaya kekerasan dan pemahaman yang salah dalam penegakan hukum di masyarakat. Sehingga menyebabkan terjadinya divided society di masyarakat.

Contohnya, dituturkan Komite Eksekutif KAMI, Gde Siriana Yusuf, adalah ketika ada masyarakat mengirim bunga dengan kata-kata gembira yang menyakitkan hati atas tertembaknya 6 laskar FPI.

Dalam diskusi tersebut, Pemerintah Jokowi dinilai lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur tetapi membiarkan kelemahan-kelemahan pada persoalan HAM dan demokrasi.

Bahkan menjadikan lembaga polisi negara sebagai alat kekuasaan. Hal ini terlihat dengan menerapkan UU ITE kepada orang-orang yang kritis terhadap pemerintah.

"Kesimpulan ini akan menjadi bahan rekomendasi dari Presidium KAMI untuk pemerintah," tandas Komite Eksekutif KAMI, Gde Siriana Yusuf.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya