China mengeluarkan 14 tuntutan yang diperlukan Australia untuk memperbaiki hubungan dagang dengan negara itu. Banyak pengamat yang menganggap tuntutan itu sangat keterlaluan. Bagi Australia, China selalu memainkan 'dendam'-nya. Perilaku apa pun yang menyinggung kepekaan Partai Komunis China (PKC) akan menghasilkan pembalasan.
Ada catatan sejarah di mana China pernah dihadapi dengan 21 tuntutan oleh Jepang seabad lalu di masa Kekaisaran Jepang. Pengamat menduga tuntutan yang dikenakan China atas Australia bisa saja dipelajarinya dari peristiwa itu.
"Ketika reaksi global terhadap perilaku angkuh China tumbuh, insiden yang dihadapi Australia ini seharusnya menjadi titik kritis," ujar Robert A. Manning, peneliti senior di Scowcroft Center for Strategy and Security di Atlantic Council.
Ia menyerukan agar negara-negara yang berpikiran sama perlu secara kolektif berdiri dan berkata: ini tidak akan bertahan, kita tidak dapat melakukan bisnis seperti ini dengan China!
Untuk bergerak ke arah itu, Manning mengatakan agar komunitas dunia balik menyerang China dengan Sepuluh Tuntutan yang harus dibuat oleh negara Xi Jinping itu.
Yang pertama, China harus berbesar hati.
"Abad buruk China sudah lama berlalu. Tanpa Richard Nixon, di manakah Beijing hari ini? Sudah waktunya untuk melepaskan budaya viktimisasi," ujar Manning, seraya menyoroti kata-kata
Menteri Luar Negeri Yang Jiechi yang mengatakan pada Forum Regional ASEAN 2010, bahwa China adalah negara besar dan ASEAN adalah negara kecil.
"Maka sebagai sebagai negara besar, China harus bisa menerima kritik. Bayangkan jika setiap kali seorang presiden AS dikritik, ia merespons dengan tindakan koersif yang bersifat menghukum", kata Manning, seperti yang dilaporkan
National Interest.
Yang Kedua, China harus mengikuti aturan globalisasi. Manning menyinggung apa yang dikatakan Xi Jinping pada Kongres Partai ke-19 tahun 2017, bahwa prinsip inti dari reformasi ekonomi adalah peran kekuatan pasar. Manning menegaskan, sebaiknya China mulai menyetujui reformasi WTO yang mengakhiri status "negara berkembang" dan transparansi subsidi.
Berikutnya, yang harus dituruti China adalah menghormati komitmen perjanjian.
"Undang-undang Dasar di Hong Kong berlaku hingga tahun 2049, begitu juga dengan Perjanjian Hukum Laut yang Anda ratifikasi dan diabaikan oleh perilaku maritim agresif Anda di Laut China Selatan!" tegas Manning.
Kemudian, China harus menghormati pengadilan internasional pada putusan Den Haag. Komunitas internasional telah memberikan penilaian atas klaim teritorial Laut China Selatan, kata Manning.
"Jadi mereka harus menghapus Garis Sembilan Garis Putus yang palsu dan dibuat-buat. Ini harus menyetujui kode etik yang mengikat untuk Pasifik Barat dan pembekuan konstruksi baru. Presiden Xi Jinping harus menghormati komitmennya kepada Presiden Barack Obama untuk tidak memiliterisasi pembangunan pulau di Laut China Selatan," tegas Manning.
China juga harus menghapus Komite Partai Komunis dari bisnis sektor swasta. Berikutnya, China harus menyetujui investigasi internasional yang Dipimpin WHO terkait asal usul virus corona. Kemudian China wajib menghentikan serangannya terhadap zona ekonomi negara lain.
"China harus menghentikan pengiriman industri perikanannya ke seluruh dunia untuk menghabiskan stok ikan. Di bawah naungan PBB, mereka harus berunding soal KTT Asia Timur terkait rezim penangkapan ikan yang berkelanjutan di kawasan Asia-Pasifik," cetus Manning.
Kemudian, sudah waktunya bagi China untuk beralih dari mitos 'kedaulatan internet'. Beijing harus belajar bekerja sama dengan pembicaraan Organisasi Perdagangan Dunia tentang norma-norma perdagangan elektronik.
"Dia harus belajar menghargai aliran data yang bebas dan menghapus batasan pelokalan data. Dengan begitu, teknologi Besar China akan mendapatkan keuntungan. Globalisasi, yang diperjuangkan Xi, tumbuh subur di atas arus informasi yang bebas," menurut Manning.
Kemudian, China mesti bersikap transparan tentang senjata nuklirnya. Amerika Serikat dan Rusia saling melacak senjata nuklir dan dapat memeriksanya. Jika New START diperpanjang, maka China harus menggunakan kesempatan itu untuk membuka dialog trilateral yang berfokus pada transparansi, dan mengurangi risiko timbal balik terhadap stabilitas krisis dari teknologi baru (kecerdasan buatan, serangan siber, antariksa, dan rudal hipersonik.)
Kemudian yang terakhir, China harus berdamai dengan negara lain pada semua aplikasi kecerdasan buatan. Teknologi baru yang berakar pada kecerdasan buatan membutuhkan tata kelola global.
"Terlepas dari bagaimana China dapat menanggapi tuntutan tersebut, hubungan dengan Amerika Serikat dan negara-negara hukum lainnya akan menjadi salah satu persaingan strategis. Tetapi masalah utamanya adalah sejauh mana China siap untuk mematuhi aturan, termasuk aturan yang telah dibentuknya," ujar Manning.