Pergantian kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah dilangsungkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) X tahun 2020 sejak hari Rabu ini (25/11) hingga Jumat mendatang (27/11).
Pengurus DPP MUI periode 2015-2020, Anton Tabah, menyampaikan harapannya kepada mereka yang akan menjadi pengurus struktural MUI untuk periode 2020-2025.
Dalam implementasi peranan MUI untuk umat Islam dan masyarakat Indonesia, Anton Tabah meminta para pengurus yang akan terpilih untuk waktu mendatang bisa menjadi mitra kritis pemerintah.
"Untuk itu diharapkan Munas melahirkan kepengurusan yang perkokoh tupoksi MUI sebagai
Khadimul Ummah (Pelayan Umat) dan
Shodiqul Hukmah (penasihat kritis pemerintah)," ujar Anton Tabah dalam siaran pers yang diterima
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (25/11).
"Sebagai mitra kritis pemerintah, MUI wajib harus katakan benar jika pemerintah benar, katakan salah jika pemerintah salah. Ikon MUI
Amar Maruf Nahi Munkar harus ditegakkan," tambahnya.
Sekarang ini, menurut Anton Tabah, Bangsa tengah dihadapkan dengan kondisi yang tidak mudah. Yaitu ada pandemi Covid-19, kondisi sosial politik hukum yang tidak kondusif, kerukunan umat beragama, ekonomi buruk dan kasus penistaan agama Islam yang meningkat.
"Untuk itu, pengurus baru MUI harus mampu memanage umat, tokoh-tokoh Agama, masyarakat, umaro dan ulama yang selalu membangun keumatan dan
Zuama selaku pensehat umaro, diminta atau tidak diminta, itu wujud dari tupoksi MUI
Amar Maruf Nahi Munkar," ungkapnya.
Sebagai contoh penanganan kasus penisataan agama, pengurus MUI periode lalu telah mampu meyelesaikan konflik-konflik agama di wilayah Papua. Sulawesi Utara, Bali, NTT dan beberapa daerah lainnya.
"Contoh kasus pembakaran masjid Tolikara Papua. Saya, Prof. Utang, Prof. Yusuf Masri, menginap tiga hari tiga malam, sehingga tokoh-tokoh Kristen Tolikara malah ikut bangun mssjid yang dibakar tersebut," ungkap Anton Tabah.
"Juga 5 masjid di kota Denpasar yang dirusak diperbaiki oleh tokoh-tokoh Bali bersama umat dan lain-lain. Intinya komunikasi yang baik kontinyu," sambungnya.
Selain itu, Anton Tabah juga melihat Indonesia kini sedang dihadapkan ujian berat, yakni ada kelompok yang ingin mengubah Pancasila menjadi pintu masuk paham-paham yang kontra pancasila, seperti neokomunisme, liberal, sekuler, syiah dan sebagainya.
Karena itu, dia berharap Munas MUI tahun ini mampu memilih pengurus yang bela Islam dan bela Pancasila versi tanggal 18 Agustus 1945, dan membasmi paham-paham kontra Pancasila secara sungguh-sungguh.
"MUI harus dipimpin ulama tangguh, cerdas, berintegritas, istiqamah, peduli umat Islam. Karena MUI tempat musyawarah ulama,
zuama, cendikiawan muslim dan menjadi tenda besar untuk semua ormas/ lembaga Islam," ucap Anton Tabah.
"Karena itu, MUI tak boleh dikuasai ormas tertentu. Maka kepemimpinan dan kepengurusan MUI harus mengakomodir semua potensi umat Islam," Pungkas mantan Petinggi Polri yang kini aktif dakwah tersebut.