Berita

Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit Prabowo, saat membawa pulang Djoko Tjandra dari Malaysia/Ist

Politik

Nyanyian Napoleon Mulai Tak Merdu Sejak Saksi Lain Membuka Soal '7 M Untuk Bapak Di Gedung Depan'

RABU, 25 NOVEMBER 2020 | 09:02 WIB | LAPORAN: MEGA SIMARMATA

Mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, kembali membuat sensasi dalam persidangan.

Sensasi ini dimunculkan saat Napoleon bersaksi di sidang perkara dugaan suap terkait pengurusan penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) dari daftar red notice Polri, Selasa kemarin (24/11).

Dalam persidangan kemarin, Napoleon Bonaparte bersaksi untuk terdakwa Tommy Sumardi.


Napoleon Bonaparte yang juga terdakwa dalam perkara ini menyebut nama Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo, dan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, dalam persidangan.

Napoleon mengaku pernah disambungkan untuk berbicara dengan Azis Syamsuddin memakai HP terdakwa.

Lalu kemarin Napoleon mengatakan dalam persidangan, terdakwa Tommy Sumardi tahu nomor HP Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo.

Termasuk disampaikan Napoleon dalam kesaksiannya, pengakuan terdakwa Tommy Sumardi bahwa ia adalah koordinator 6 Dapur Umum.

Pertanyaannya adalah dapur umum apa dan dapur umum yang di mana yang dimaksud Napoleon? Tak dijelaskan dalam kesaksiannya kemarin.

Jika diamati dengan seksama, sejak sebuah fakta terungkap pada persidangan 2 November 2020, belakangan ini patut diduga ocehan Napoleon seakan diarahkan untuk melakukan pembunuhan karakter atau character assasination terhadap jajaran Bareskrim.

Sebab yang menangani kasus ini memang Bareskrim hingga akhirnya bisa disidangkan.

Satu hal yang menarik untuk disimak di sini adalah fakta dalam persidangan 2 November lalu. Dalam dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum, diuraikan bahwa Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap untuk penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang.

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu disebut menerima uang miliaran atas upayanya tersebut.

Irjen Napoleon Bonaparte disebutkan juga dalam dakwaan itu menaikkan permintaannya dari awalnya Rp 3 miliar menjadi Rp 7 miliar.

"Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan, 'ini apaan nih segini, gak mau saya. Naik ji jadi 7 soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau' dan berkata 'petinggi kita ini'," papar jaksa saat membacakan dakwaan dalam persidangan pada 2 November 2020.

Apa yang bisa diulas di sini?

Ulasan yang paling penting disampaikan di sini adalah bahwa Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan dari penasihat hukum terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte.

Dengan ditolaknya eksepsi, maka persidangan perkara penghapusan nama buronan Djoko S Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) yang menjerat Napoleon dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Padahal dalam sidang penyampaian nota keberatan atau eksepsi Irjen Napoleon Bonaparte tanggal 9 November, Napoleon sesumbar bahwa dirinya dizolimi dan mengaku tidak menerima uang dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

Akan tetapi, kemarin nota keberatan Napoleon ditolak Majelis Hakim.

Nota Keberatan atau Eksepsi adalah salah satu istilah yang digunakan dalam proses hukum dan peradilan yang berarti penolakan/keberatan yang disampaikan oleh seorang terdakwa, disertai dengan alasan-alasannya bahwa dakwaan yang diberikan kepadanya dibuat tidak dengan cara yang benar dan tidak menyangkut hal tentang benar atau tidak benarnya sebuah tindak pidana yang didakwakan.

Seorang Hakim dalam mengadili sebuah perkara, menggunakan hati nuraninya.

Jika hati nurani para Yang Mulia Majelis Hakim yang mengadili perkara Irjen Napoleon sepakat untuk menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa, itu menandakan bahwa para hakim tidak mempercayai samasekali apa yang diuraikan terdakwa Napoleon dalam nota keberatan atau eksepsinya.

Artinya, Majelis Hakim tidak mempercayai bahwa terdakwa dizolimi oleh pihak manapun di Mabes Polri.

Kemudian, soal kesaksian Napoleon dalam persidangan kemarin bahwa terdakwa Tommy Sumardi mengaku tahu nomor telepon Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo.

Tidak ada relevansi, antara mengetahui nomor telepon seorang pejabat, dengan dugaan keterlibatan pejabat dalam perkara tersebut.

Kita sebagai orang awam, bisa tahu nomor-nomor pejabat dan jenderal-jenderal di republik ini dengan cara menanyakan ke banyak pihak yang punya banyak kenalan.

Tahu nomor telepon, tidak berarti seseorang punya kedekatan dengan si pemilik nomor telepon.

Jadi jika kita mengamati perkembangan dalam persidangan demi persidangan yang menghadirkan Irjen Napoleon Bonaparte, terlihat betul upaya yang sangat kuat dari terdakwa Napoleon untuk sengaja menggiring opini publik.

Sehingga jika diamati, dalam persidangannya diduga ada kesengajaan mengutarakan omongan-omongan yang siap diviralkan di media.

Tidak jelas, apakah ini isiatif Napoleon pribadi, atau patut dapat diduga ada tekanan dari pihak yang paling tinggi pangkatnya.

Kemudian, soal kesaksian Napoleon dalam persidangan kemarin bahwa terdakwa Tommy Sumardi mengaku sebagai koordinator dari 6 dapur umum.

Soal pengakuan sebagai koordinator dapur umum, dapur umum yang mana dan yang di mana yang dimaksud terdakwa Tommy Sumardi?

Tidak disebutkan oleh Napoleon dalam kesaksiannya kemarin.

Jika yang dimaksudkan adalah dapur umum di Mabes Polri, maka perlu dijelaskan di dapur umum yang mana terdakwa Tommy Sumardi mendapat proyek menangani 6 dapur umum.

Yang menjadi catatan penting di sini adalah Komjen Listyo Sigit Prabowo baru menjabat sebagai Kabareskrim sejak Desember 2019.

Listyo masih sangat singkat menjabat sebagai Kabareskrim kalau yang diceritakan Napoleon dalam persidangan kemarin adalah soal pertemuannya dengan terdakwa Tommy Sumardi pada April 2020.

Listyo menjabat sebagai Kabareskrim sejak 16 Desember 2019.

Yang menjabat sebagai Kabareskrim sebelum Listyo adalah Idham Azis.

Idham Azis adalah Kabareskrim pertama yang menempati gedung baru Bareskrim setinggi 17 lantai di dalam Komplek Mabes Polri.

Memang, pasti terasa sangat menyakitkan bagi Napoleon karena Bareskrim secara tegas dan tanpa pandang bulu menindak anggota Polri yang melakukan perbuatan melawam hukum, termasuk korupsi.

Terutama karena adanya perintah Presiden Joko Widodo agar Djoko Tjandra harus segera ditangkap.

Dan perintah ini dilaksanakan Bareskrim Polri dengan menangkap Djoko Tjandra di Malaysia pada Kamis, 30 Juli 2020.

Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo didampingi Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ignasius Sigit Widiarmono, beserta Tim Gabungan Bareskrim dan Propam Polri, terbang ke Malaysia untuk menangkap Djoko Tjandra dan membawa buronan ini pulang ke tanah air.

Penggiringan opini publik untuk maksud maksud buruk apapun, termasuk untuk maksud pembunuhan karakter terhadap aparat penegak hukum, tak akan ada gunanya dilakukan dalam persidangan.

Terlebih jika patut dapat diduga ada pihak tertentu yang berkepentingan untuk "membonceng" di balik setiap persidangan Napoleon.

Alangkah hebatnya seorang Napoleon, sehari sebelum persidangannya kemarin, sebuah wawancara eksklusif antara Napoleon dengan sebuah stasiun televisi swasta bisa ditayangkan.

Izin untuk memberikan wawancara eksklusif didalam rutan, hanya bisa diberikan Bareskrim dan Humas Polri jika ada perintah dari Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis.

Ada apa dengan Kapolri Idham Azis, kok baik hati sekali memberikan perintah agar sebuah media televisi boleh melakukan wawancara dalam rutan dengan Napoleon, padahal persidangan sedang berjalan?

Terlihat betul usaha untuk menyesuaikan penayangan wawancara eksklusif tersebut sehari sebelum persidangan Irjen Napoleon Bonaparte hari Selasa kemarin (24/11).

Intinya adalah semua pihak harus yakin bahwa fakta atau kebenaran akan terungkap dalam persidangan-persidangan selanjutnya.

Siapa yang benar dan siapa yang salah, semua akan tersingkap.

Keadilan pun akan ditegakkan melalui putusan Majelis Hakim di vonisnya nanti.

Fiat justitia ruat caelum, yang artinya adalah hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya