Dari kiri ke kanan: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla/Net
Gelagat politik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mendukung kebijakan penanganan Covid-19 Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menjurus kepada perbincangan Pilpres 2024.
Pasalnya, sejak awal pandemi Covid-19 masuk Indonesia, sosok yang kerap disapa JK itu mendukung kebijakan lockdown (karantina wilayah) yang merupakan satu cara yang diajukan Anies untuk menghambat penyebaran virus.
Tak sampai disitu, Politisi Senior Partai Golkar ini pun mengkomentari kepulangan Habib M. Rizieq Shihab, yang belakangan menjadi kontroversi karena disambut oleh banyak masyarakat.
JK mengatakan, kepulangan sosok ulama yang dikenal dengan HRS itu menunjukan adanya kekosongan kepemimpinan, dan sempitnya ruang aspirasi diera kepemimpinan sekarang ini.
Pun begitu, sikap politik JK yang cendrung kritis kepada pemerintah, dan mendukung bentuk kebijakan Pemprov DKI Jakarta, menjadi pertanyaan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin.
Menurutnya, ada dua kemungkinan dari apa yang ditampilkan JK di panggung politik sekarang ini.
Pertama, kemungkinan JK sedang menjadi
King Maker atau orang yang akan membantu satu sosok untuk maju pada kontestasi politik Pilpres 2024. Dalam hal ini, Anies Baswedan.
"Jika JK menjadi
King Maker, Anies bisa makin kuat. Terlepas JK saat ini tak memiliki jabatan di pemerintahan. Namun JK tetap memiliki keuatan politik yang tak bisa dianggap enteng," ujar Ujang saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (24/11).
Sebagai politisi yang sudah malang melintang di politik, Ujang melihat
track record JK sebagai pebisnis terbilang sukses.
Namun menurutnya, ada kemungkinan kedua yang bisa saja terjadi dari kedekatan JK dengan Anies. Yakni, JK bisa meminang Anies untuk maju bersama dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang.
"Dipolitik memang tak ada yang tak mungkin. Itu (JK dan Anies ikut Pilpres 2024) mungkin saja terjadi," kata Ujang.
Namun Dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini memprediksi, kemungkinan JK berpasangan dengan Anies cukup kecil. Karena keduanya tidak memiliki partai.
"Tak punya perahu untuk jadi capres atau cawapres, meski di 2024 memang akan terjadi pertarungan bebas, karena tak akan ada incumbent (petahana)," ungkapnya.
Kendati begitu, Ujang melihat pengecualian. Di mana, JK dan Anies bisa saja bersanding jika memiliki popularitas dan elektabilitas yang cukup tinggi sebagai capres dan cawapres.
"(Jika popularitas dan elektabilitasnya tinggi) maka partai-partai akan datang sendiri. Namun JK itu kan tak muncul dalam survey untuk capres dan cawapres," demikian Ujang Komarudin.