Berita

Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono/Net

Politik

Politik Dinasti Terbukti Rentan Bermasalah, Misalnya Penyelewengan Dan Melemehkan Demokrasi

SENIN, 23 NOVEMBER 2020 | 11:37 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 diwarnai dengan kentalnya politik dinasti. Politik yang mengandalkan kedekatan ikatan kekeluargaan ini dinilai bermasalah karena membuat sirkulasi kepemimpinan daerah hanya dikuasai satu kelompok keluarga saja.

Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono mengatakan, kekuasaan yang hanya dikuasai oleh satu kelompok berpotensi menyebabkan penyelewengan kekuasaan.

"Bentuk penyelewengan tersebut misalnya korupsi dalam pemerintahan daerah," ujar Arfianto Purbolaksono dalam keterangan tertulis, Senin (23/11).


Persoalan politik dinasti menjadi sorotan dalam laporan tahunan TII yang bertajuk Indonesia Report 2020. Terlepas dari hak konstitusi setiap warga untuk berpartisipasi dalam politik, perlu diakui bahwa politik dinasti terbukti rentan bermasalah dan akan memengaruhi tata kelola pemerintahan, termasuk di tingkat daerah.

Permasalahan tersebut tentu memengaruhi kinerja pemimpin daerah yang terpilih melalui pilkada dalam menjalankan pembangunan daerah, mengingat keterikatan pemimpin yang terpilih dengan politik dinasti terkait, dengan beragam pemangku kepentingan, serta relasi dan kepentingan yang berkelindan.

Arfianto Purbolaksono mengatakan berdasarkan kajian TII, praktik politik dinasti pada pilkada serentak tahun ini terlihat dari beberapa indikator. Pertama, banyak calon memiliki ikatan darah dengan pemimpin yang tengah berkuasa saat ini. Misalnya, status calon kepala daerah adalah seorang anak, adik maupun kakak. Kedua, calon kepala daerah merupakan keluarga inti, misalnya istri.

Dia pun mengungkapkan beberapa alasan yang juga muncul dalam beragam literature terkait politik dinasti diantaranya adalah sebagai berikut: memiliki ikatan darah, dianggap dapat dipercaya dan tak mungkin berkhianat.

"Selanjutnya, calon yang didorong dari keluarga memiliki kesetiaan yang tinggi dan solidaritas yang kuat. Kemudian, yang paling penting adalah adanya jaminan untuk mempertahankan kepentingan dan kehormatan keluarga besarnya," paparnya.

Arfianto Purbolaksono mengatakan, dinasti politik akan membahayakan bagi proses konsolidasi dan pembangunan demokrasi di tingkat lokal. Dikhawatirkan hal ini akan melemahkan partisipasi politik masyarakat dalam mengawasi dan mengkritisi proses pembangunan di daerah tersebut.

Belum lagi beragam korupsi yang rentan terjadi di bawah payung dinasti politik, yang terbukti telah terjadi selama ini.

Untuk mengatasi tantangan politik dinasti, khususnya dalam konteks penyelenggaraan pilkada serempak yang akan datang, berikut beberapa rekomendasi yang ditawarkan TII berdasarkan catatan laporan tahunan ini.

Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dituntut untuk bekerja secara profesional, mengawasi aliran dana kampanye pasangan calon, terutama calon yang berasal dari keluarga petahana. Hal ini sangat penting untuk melakukan pengawasan terhadap aliran dana kampanye yang memanfaatkan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Kedua, Bawaslu berkolaborasi dengan kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara ketat mobilisasi perangkat birokrasi hingga perangkat desa. Kelompok masyarakat sipil dapat menghimpun laporan awal dari masyarakat yang kemudian disampaikan kepada Bawaslu.

Ketiga, Bawaslu bersama kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) menjalankan perannya secara profesional dan tegas untuk penegakan aturan jika ditemukan pelanggaran. Pelanggaran tersebut misalnya berupa mobilisasi ASN, politik uang, hingga penggunaan isu SARA.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya