Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo, akan menindak tegas pelaku penyebar hoaks Covid-19/Istimewa
Dalam situasi pandemi Covid-19, Badan Reserse Dan Kriminal (Bareskrim) Polri mencatat ada 104 laporan masuk mengenai dugaan tindak pidana penyebaran informasi palsu atau hoaks.
Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo menyampaikan, jajarannya akan menindas tegas penyebaran hoaks tersebut, sebagai bentuk komitmen Bareskrim Polri melawan secara masif pelaku penyebar kebohongan yang telah meresahkan masyarakat.
"Sejak awal kami telah berkomitmen untuk menindak tegas penyebaran hoaks di saat pandemi Covid-19. Karena hal itu hanya akan merugikan dan meresahkan masyarakat," kata Listyo dalam keterangannya, Minggu (22/11).
Lewat patroli siber, jelas Listyo, diketahui kalau penyebaran kabar bohong itu diikuti ujaran kebencian. Jika dibiarkan, maka dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
"Hoaks dan provokasi bisa memecah belah persatuan bangsa Indonesia. Sehingga diperlukan kesadaran bersama untuk mencegah hal itu terjadi. Karena masyarakat yang dirugikan," ucap Kabareskrim Polri.
Listyo pun mengimbau masyarakat untuk dapat menelaah informasi, baik yang diperoleh dari media sosial ataupun berbagai kanal lainnya.
Sementara itu, dari keseluruhan kasus yang diterima, Bareskrim telah menetapkan 66 pria dan 38 perempuan sebagai tersangka.
Pengungkapan kasus berasal dari berbagai kepolisian daerah dan yang ditangani sendiri oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Terkait hal ini, jenis informasi palsu yang diungkap Bareskrim pun cukup beragam.
Pelaku menyebarkan hoaks mulai dari adanya masyarakat yang meninggal tapi sebenarnya dia tidak terpapar Covid-19. Namun oleh pelaku hoaks ini dinarasikan meninggal akibat Corona.
Kemudian, menyebarkan informasi Covid-19 tanpa data valid. Pun soal adanya Warga Negara Asing (WNA) yang membawa virus Corona, padahal informasi itu belum dipastikan kebenarannya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 28 Juncto Pasal 45 UU ITE, serta Pasal 14 junto Pasal 15 UU 1/1946 dan Pasal 16 UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.