Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Naskah Ini Tidak Berjudul

MINGGU, 15 NOVEMBER 2020 | 08:11 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

JUDUL naskah yang sedang anda baca ini adalah “Naskah Ini Tidak Berjudul” pada hakikatnya alasan logis untuk menuduh apa yang disebut sebagai logika kontradiktif dengan dirinya sendiri.

Maha Kuasa


Alkisah seorang dewa sombong merasa dirinya Maha Kuasa maka kuasa membuat apa pun.

Sampai pada suatu seorang dewa lain menantang sang dewa sombong membuat sebuah batu sedemikian besar dan berat, sehingga sang dewa sombong yang merasa Maha Kuasa tidak kuasa mengangkatnya.

Sang dewa sombong langsung menyatakan bahwa dirinya mampu membuat batu sedemikian besar dan berat, sehingga dirinya sendiri tidak mampu mengangkatnya.

Namun setelah sang dewa sombong benar-benar berhasil membuat batu sedemikian besar dan berat, sehingga dirinya sendiri tidak mampu mengangkatnya serta merta sang dewa sombong membuktikan dirinya tidak Maha Kuasa akibat nyata terbukti tidak kuasa mengangkat batu yang sedemikian besar dan berat, sehingga dirinya yang Maha Kuasa ternyata tidak kuasa mengangkat batu ciptaannya sendiri itu.

Logika kontradiktif terhadap dirinya sendiri itu reductio ad absurdum membuktikan bahwa logika memang mustahil sempurna akibat tidak ada manusia yang sempurna.

Politik


Berbagai pihak mengritrik saya tidak mau berpolitik di tengah peradaban yang memberhalakan politik di atas segala-galanya dalam kehidupan umat manusia.

Saya dicemooh plin-plan, pengecut, egois tidak memikirkan kepentingan bersama, tidak punya prinsip bahkan inkonstitusional padahal belum ada Undang-Undang yang mewajibkan manusia berpolitik.

Pada hakikatnya kritik itu berdasar logika yang melahap dirinya sendiri akibat sebenarnya politik saya adalah tidak berpolitik.

Sementara sebagai pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan apabila berpolitik memang dipaksakan oleh UU, maka yo wis politik saya adalah politik kemanusiaan.

Namun memang benar bahwa saya pengecut karena saya memang tidak berani masuk partai politik akibat saya memang takut lupa daratan akibat mabuk kekuasaan sehingga terombang-ambing di dalam kemelut gelombang perebutan kekuasaan.

Sebelum akhirnya saya mati tenggelam.

Percaya


Sama halnya jika ada seorang warga Indonesia menyatakan “Orang Indonesia Tidak Bisa Dipercaya!” membuat orang percaya pernyataan orang Indonesia bahwa orang Indonesia tidak bisa dipercaya padahal sudah dinyatakan bahwa orang Indonesia tidak bisa dipercaya.

Namun bisa juga membuat orang Indonesia percaya bahwa pernyataan orang Indonesia bahwa orang Indonesia tidak bisa percaya meski kemudian bingung akibat pernyataan orang Indonesia yang dipercaya itu justru dinyatakan oleh orang Indonesia yang tidak bisa dipercaya padahal yang bilang adalah orang Indonesia yang katanya tidak bisa dipercaya bahwa tidak ada orang Indonesia bisa dipercaya.

Demikian kira-kira sebab terus terang saya bingung akibat  terjebak masuk ke pusaran maut logika yang rakus melahap dirinya sendiri.

Sama bingungnya ketika di Taman Ismail Marzuki, Mochtar Lubis sebagai orang Indonesia sempat bersabda “Orang Indonesia munafik!”

Takdir

Semula saya tidak percaya apa yang disebut sebagai takdir sebab percaya manusia bisa mengubah takdir. Namun setelah babak-belur menempuh perjalanan hidup sambil berjuang demi membuktikan manusia bisa mengubah takdir lalu terbukti saya tidak bisa merubah takdir maka logika saya melahap logika saya sendiri.

Autokanibalisme logika itu secara  lambat namun pasti secara 360 derajat memutar-balik arah keimanan saya yang semula tidak percaya takdir. Akhirnya kini saya sadar bahwa ternyata takdir saya adalah semula tidak percaya takdir namun kemudian kini percaya bahwa takdir itu ada.

Jika kemudian ternyata saya kembali tidak percaya takdir maka itu adalah takdir saya untuk semula tidak percaya takdir kemudian percaya lalu kembali lagi tidak percaya dan seterusnya dan sebagainya.

Mohon ijin saya berhenti menulis sampai di sini saja agar saya tidak makin sempoyongan akibat vertigo kehilangan daya orientasi logika tertular virus logika yang gemar melahap dirinya sendiri.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Viral Video Mesum Warga Binaan, Kadiv Pemasyarakatan Jateng: Itu Video Lama

Jumat, 19 April 2024 | 21:35

UPDATE

Satgas Judi Online Jangan Hanya Fokus Penegakkan Hukum

Minggu, 28 April 2024 | 08:06

Pekerja Asal Jakarta di Luar Negeri Was-was Kebijakan Penonaktifan NIK

Minggu, 28 April 2024 | 08:01

PSI Yakini Ekonomi Indonesia Stabil di Tengah Keriuhan Pilkada

Minggu, 28 April 2024 | 07:41

Ganjil Genap di Jakarta Tak Berlaku saat Hari Buruh

Minggu, 28 April 2024 | 07:21

Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan dan Cerah Cerawan

Minggu, 28 April 2024 | 07:11

UU DKJ Beri Wewenang Bamus Betawi Sertifikasi Kebudayaan

Minggu, 28 April 2024 | 07:05

Latihan Evakuasi Medis Udara

Minggu, 28 April 2024 | 06:56

Akibat Amandemen UUD 1945, Kedaulatan Hanya Milik Parpol

Minggu, 28 April 2024 | 06:26

Pangkoarmada I Kunjungi Prajurit Penjaga Pulau Terluar

Minggu, 28 April 2024 | 05:55

Potret Bangsa Pasca-Amandemen UUD 1945

Minggu, 28 April 2024 | 05:35

Selengkapnya