Berita

Menlu AS, Mike Pompeo, menerima plakat dari GP Ansor/Net

Publika

Pompeo, Bintang Politik Pekan Ini Setelah Menabur Garam Di Forum Ansor

Catatan Adhie M Massardi
SENIN, 02 NOVEMBER 2020 | 11:55 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

Menlu AS Mike Pompeo sukses jadi bintang politik nasional mengalahkan kontroversi omnibus law dan vaksin Covid-19 yang jadi trending topic selama beberapa pekan terakhir.

NAMA lengkap politikus gaek Amerika Serikat ini Michael Richard Pompeo. Sebelum jadi Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo memimpin CIA, badan intelijen yang taktik dan operasinya banyak diangkat dalam film-film box office Hollywood dan Three Days of the Condor (1975) yang paling apik dan klasik.

Pompeo yang berdarah Italia ini memang mengingatkan kita pada Pompey (Gnaeus Pompeius Magnus), jenderal politisi Romawi abad 60 SM, yang bersama Gaius Julius Caesar dan Marcus Licinius Crassus menjalin kesepakatan militer-politik. Inilah “triumvirat” pertama di muka bumi.

Di panggung politik kekinian, di bawah komando sang Presiden, Pompeo juga menjadi bagian penting triumvirat AS (bersama Donald Trump dan Jaksa Agung William Barr). Inilah triumvirat yang mimpin perang (berbagai dimensi) AS versus China komunis pimpinan Xi Jinping.

Jika Jaksa Agung Barr mimpin operasi di dalam negeri, termasuk mengacak-acak jaringan spionase komunis China di beberapa Konsulat Jenderal-nya di AS dan mengungkap skandal yang melibatkan (keluarga) Joe Biden dan Partai Demokrat rival Trump (Republik), maka Pompeo menjadi panglima perang di luar negeri.

Menghidupkan Sel-sel Anti-Komunis

Dengan bekal pengalaman mimpin CIA, tidak sulit bagi Pompeo bermanuver di luar negeri, mengidentifikasi, dan menyadarkan kembali sel-sel antikomunis yang mengalami hibernasi atau terhipnotis “yuan” dan “reminbi”.

Maka dalam tempo tak terlalu lama, perjalanannya keliling Eropa berhasil meyakinkan NATO (aliansi militer negara-negara Eropa) bahwa bahaya paling nyata terhadap keamanan umat manusia di dunia akan datang dari daratan China jika tetap dikuasai Partai Komunis.

Sedangkan Jepang dan Australia memang sudah menjadi sekutu tradisionalnya, dan sudah sama-sama menyamakan fokus.

Bahaya Partai Komunis China (PKC atau PKTiongkok) memang menjadi matadagangan utama Pompeo, termasuk di kawasan Asia Tenggara, yang diingatkan juga secara vulgar khas mafia Italia, bahwa ASEAN itu didesain untuk menjadi benteng antikomunis China, setelah Uni Soviet bubar.

Cukup Hadir Di Forum Ansor

Pekerjaan paling mudah bagi Pompeo dalam menggalang perlawanan terhadap bahaya komunis (China) memang di Indonesia. Itu sebabnya ke Jakarta menjadi agenda pamungkas muhibah membangunkan sel-sel antikomunis itu.

Hadir di forum internasional yang digagas Gerakan Pemuda (GP) Ansor (29/10) dan cukup bicara ala kadarnya, bahkan sangat normatif, sudah lebih dari cukup untuk membangunkan sel-sel tidur antikomunis di Indonesia. Bahkan ini pun, bagi banyak tokoh senior NU (Nahdlatul Ulama), Pompeo seperti menabur garam ke laut.

Benar, Pompeo juga pasti sangat paham, apalagi sebelum ke Jakarta sudah menjalin hubungan intensif dengan petinggi NU, bahwa DNA kaum Nahdliyin itu memang antikomunis.

Dalam sejarah pergolakan perlawanan terhadap kekuatan komunis di antero dunia, mungkin hanya kaum Nahdliyin di Indonesia (sejak sebelum merdeka) yang paling intensif, panjang, dan berdarah-darah. Tinggal putar mesin pencarian Google kita akan disajikan data akurat jumlah dan cara kaum komunis membantai ulama, kiai, dan santri-santri NU.

Maka ketika terjadi arus balik politik pascagagalnya kudeta G30S/PKI, kaum Nahdliyin pula yang paling paham bagaimana cara menumpas PKI, kekuatan komunis yang pernah menjadi terbesar ke-2 di dunia setelah Partai Komunis pimpinan Mao Zedong di daratan China.

Banyak tokoh NU, termasuk yang pernah diucapkan almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kepada penulis, yang menengarai bahwa kaum komunis di seluruh dunia itu sangat memusuhi umat beragama bukan hanya karena atheis, tidak percaya Tuhan, tapi mereka yakin hanya ideologi (agama) yang diturunkan Tuhan yang bisa menandingi kekuatan ideologi komunis.

Kini Pompeo sudah kembali ke negera asalnya. Memantau langsung Pilpres AS (3/11), pertarungan bosnya, Donald Trump versus Joe Biden, yang dianggap lebih dekat dengan rezim komunis China pimpinan Xi Jinping.

Kita lihat hasil Pilpres AS dan hasil muhibah Pompeo di Indonesia.

Penulis adalah pengamat politik, deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jurubicara Presiden RI ke-4 KH Abdurrahan Wahid.

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Anis Matta hingga Fahri Hamzah Hadir di Pelantikan Pengurus Partai Gelora 2024-2029

Sabtu, 22 Februari 2025 | 15:31

Fitur Investasi Emas Super Apps BRImo Catatkan Transaksi Rp279,8 miliar

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:48

Adian Napitupulu hingga Ahmad Basarah Merapat ke Rumah Megawati

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:35

Muslim LifeFair Bantu UMKM Kota Bekasi Naik Kelas

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:28

AS Ancam Cabut Akses Ukraina ke Starlink jika Menolak Serahkan Mineral Berharga

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:12

Kapolri Terbuka dengan Kritik, Termasuk dari Band Sukatani

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:58

Himbara Catat Kinerja Solid di Tengah Dinamika Ekonomi Global

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:56

Mendagri: Kepala Daerah Bertanggung Jawab ke Rakyat, Bukan Partai

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:21

Jual Ribuan Konten Porno Anak Via Telegram, Pria Ini Diringkus Polisi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:11

Trump Guncang Pentagon, Pecat Jenderal Brown dan 5 Perwira Tinggi Sekaligus

Sabtu, 22 Februari 2025 | 12:36

Selengkapnya