Berita

Protes Anti-Prancis, Anti-Macron/Net

Dunia

Prancis Tidak Gentar Dengan Kecaman Turki

KAMIS, 29 OKTOBER 2020 | 08:04 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Ketika kantor kejaksaan Ankara membuka penyelidikan terhadap direktur Charlie Hebdo yang telah memuat 'Kartun Erdogan', Prancis akan mengupayakan sanksi Uni Eropa terhadap Turki atas seruan boikot produk-produk negara itu.

Prancis tak gentar dengan kecaman Turki. Pemerintah menegaskan tidak akan menyerah kepada upaya destabilisasi dan intimidasi.

Clément Beaune, Menteri Eropa Prancis, mengatakan kepada Sénat Prancis bahwa mereka akan mengupayakan tindakan Eropa terkait kasus ini. Dia juga menggarisbawahi, persatuan Eropa kuat dalam menyikapi kekerasan berlabel Islam setelah pembunuhan seorang guru pada 16 Oktober lalu.

"Kami akan mendorong tindakan Eropa sebagai reaksi yang kuat, termasuk kemungkinan penggunaan sanksi (atas seruan Boikot produk Prancis)," katanya, seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (28/10). Dia menambahkan setiap hari Erdogan semakin mendorong batas-batas dari apa yang "dapat diterima".

Ketika protes berlanjut yang menuduh Macron islamofobia, Istana Elysée mengeluarkan balasan keras yang menuduh para pemimpin mempelopori kampanye anti-Prancis 'manipulasi politik' dan 'propaganda'.

Sebelum beredar karikatur Charlie Hebdo yang terbaru itu, para diplomat Prancis telah mencoba menenangkan protes di seluruh dunia Islam di mana potret presiden Prancis telah dibakar bersama dengan seruan untuk memboikot produk Prancis .

Negara-negara mayoritas Muslim lainnya telah ikut serta meneriakkan Anti-Prancis. Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi menyerukan untuk menghormati pandangan orang lain, dan menentang penggunaan kekerasan untuk membela keyakinan agama. Pakistan, Malaysia, Arab Saudi dan Iran semuanya mengutuk Macron.

Dalam sebuah artikel yang ditayangkan di KDLL, dituliskan bahwa Erdogan telah lama melihat dirinya sebagai pembela Islam yang paling menonjol, terutama melawan anggapan penghinaan dari Eropa. Pada 2017, Turki mengusir duta besar Belanda di tengah perselisihan atas penolakan Belanda untuk mengizinkan demonstrasi politik pro-Erdogan di negaranya.

Tetapi target favorit Erdogan tampaknya adalah Prancis, sebuah negara di mana Turki memiliki beberapa perbedaan kebijakan luar negeri yang tajam, tulis artikel itu.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Bentuk Unit Khusus Pidana Ketenagakerjaan, Lemkapi sebut Kapolri Visioner

Kamis, 02 Mei 2024 | 22:05

KPK Sita Bakal Pabrik Sawit Diduga Milik Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 21:24

Rakor POM TNI-Polri

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:57

Semarak Hari Kartini, Srikandi BUMN Gelar Edukasi Investasi Properti

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:50

KPK Sita Kantor Nasdem Imbas Kasus Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:46

Sesuai UU Otsus, OAP adalah Pribumi Pemilik Pulau Papua

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:33

Danone Indonesia Raih 3 Penghargaan pada Global CSR dan ESG Summit 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:21

Pabrik Narkoba di Bogor Terungkap, Polisi Tetapkan 5 Tersangka

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:15

Ahmed Zaki Harap Bisa Bermitra dengan PKB di Pilgub Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:50

PP Pemuda Muhammadiyah Gelar Tasyakuran Milad Songsong Indonesia Emas

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:36

Selengkapnya